Last chapter

226 16 0
                                    

Kiwa Present
_0o0_

Seminggu sudah Adhara di sini, di salah satu ruang rawat inap rumah sakit X. Selain karena syok dengan apa yang telah terjadi, ia juga mendapat beberapa luka memar ditubuhnya. Dan Evan tak pernah absen untuk datang menemaninya, juga membantunya berbicara dengan lancar tanpa gagap.

"Maafin aku ,ya. Kalau aja waktu itu aku bisa lebih dewasa. Cuma gara-gara cemburu, kamu jadi dalam bahaya." Ujar Evan.

"Ma-mau sampai kapan ka-kamu minta maaf? Su-sudah kubilang i-itu bukan salah ka-kamu"

Setiap hari Evan datang mengunjungi Adhara. Setiap hari pula ia terus meminta maaf. Ia sungguh menyesal.

“Kamu bicaranya makin lancar, deh!” ujar Evan sembari tersenyum.

“B-benarkah?”

“Iya, gagapnya gak separah sebelumnya.” Jawab pemuda itu sembari mengusap lembut surai panjang gadisnya.

“S-sebenernya, aku udah mulai belajar ngo-ngomong dari 1 tahun yang lalu. T-tapi gak bisa-bisa!” aku Adhara denga raut sendu.

“Tentu saja tidak akan bisa, kecuali kamu mempraktekkannya!”

“Hehe…!”

Hari itu langit berubah jingga, saat sinar oranye masuk melalui jendela yang terbuka, menyorot mereka yang saling menatap penuh kasih.

“A-aku ingin bertanya,” ucap Adhara sedikit gugup.

“Dan apa itu?”

“K-kata Armin, kamu…” ujar Adhara menggantung, takut mendengar kebenaran pahit.

“Aku kenapa, hm?” Tanya Evan dengan ibu jari tangan kanan miliknya yang sedang mengusap tangan kiri Adhara.

“K-katanya, kamu nembak aku karena dare. I-itu beneran?”

“Kalo iya, kenapa?”
Dapat Evan lihat bagaimana wajah manis itu terkejut lalu berubah sendu kecewa. Dia-Evan, tersenyum lalu membelai wajah bagian kiri Adhara.

“Itu memang benar, tapi bukan itu alasan yang sebenarnya.” Ujar Evan.

“L-lalu apa?” Tanya Adhara takut-takut.

“Aku sering lihat kamu di perpustakaan. Aku sering ngeliat kamu dari jendela kelas, sedang bermain dengan seekor kucing di taman belakang sekolah.”

“A-apa itu alasannya?”

“Tentu saja bukan. Tolong jangan memotong perkataanku!”

“L-lagian kamu bertele-tele, sih!”

“Adhara kamu ngerusak suasana tahu! Tadi tuh udah romantis banget!” seru Evan frustasi.

“Haha… A-apaan coba? Hahaha….”

Sungguh. Tak ada yang lebih indah dari wajah bahagia juga tawa milik Adhara.

“Aku nembak kamu karena aku udah lama suka kamu. Makasih sama Zayan karena dia tahu itu. Dia sengaja ngasih dare nembak kamu, suapaya aku berani deketin kamu!”

“M-meskipun aku bisu?”

“Memangnya siapa yang peduli?!”

Tatapan mereka kembali bertemu, dengan senyum terpatri di wajah masing-masing.

“Aku gak terlalu suka cewek yang banyak ngomong, cerewet, berisik!” ucap Evan.

“S-sekarang aku udah bisa ngomong lagi. A-aku bakalan banyak ngomong, a-aku bakalan cerewet, dan aku bakalan b-berisik!”

“Ya udah, kalo itu kamu sih, aku gak masalah!”

“Eh?”

“Aku kan suka denger suara kamu!” ujar Evan dengan senyunm jahil disertai kedipan mata kiri.

“D-dasar gombal! La-labil!” seru Adhara, lalu memukul Evan dengan bantal.

“Hahaha…”

Dan begitulah akhir dari kisah cinta Si Bisu.

_0o0_

Si BisuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang