Mobil masuk ke dalam pekarangan rumah besar, istana lebih tepatnya. Cluster bangunan dimana rumah ini berada seluruhnya memiliki ukuran diatas rata-rata. Mobil yang dikendarai Ezra terparkir tepat di depan pintu besar yang sepertinya pintu masuk.
Ezra membuka seat belt-nya dan menatap Willona cukup lama. Perempuan itu mengernyit kesal kemudian membuang pandangannya ke arah lain.
"Untuk sementara kamu tinggal di sini. Sembunyikan semua identitas kamu, dan saya minta kamu gunakan nama Luna selama tinggal di tempat ini."
"Lo gila?"
Satu kalimat yang terlontar dari mulut Willona. Ia berdecak dan melipat kedua tangannya di dada, kemudian memperhatikan penjagaan ketat yang ada di tempat besar ini.
Suara pintu mobil terbuka. Ezra berputar dan membukakan pintu untuk Willona yang menadapat tatapan sinis dari perempuan itu. Namun, ketika ia mendongak, ia melihat seluruh penjaga rumah itu memperhatikannya dengan waspada, seolah ia adalqh ancaman baru bagi pria di hadapannya ini.
Ezra kembali mengulurkan tangannya sebagai bantuan untuk Willona. Ia menghela napas panjang. "Kalau kamu dan orang tuamu masih mau hidup, ikuti semua aturan dan apa yang saya bilang."
Willona menghela napasnya panjang. "Lo dan antek-antek lo itu cuma bisa ngancem, ya? Gue bahkan gatau lo siapa selain nama lo Ezra."
"One call and everything is done. Pilih mana?"
Willona berdecak kesal. Mau tidak mau ia mengikuti keinginan Ezra dan berjalan membuntutinya. Untuk saat ini, keselamatan orang tuanya menjadi prioritas. Keselamatannya bisa ia kesampingkan, dan berbagai macam rencana akan ia persiapkan untuk meloloskan diri.
Seluruh penjagaan ketat menatap Willona seakan ingin menerkam perempuan itu. Akan tetapi dengan satu telapak tangan Ezra yang mengudara, itu sudah cukup membuat orang-orang itu tak berkutik. Di momen ini Willona sadar, kekuasaan tertinggi ada di tangan pria ini.
Sesaat baru memasuki hunian besar ini, Willona disambut dengan orang-orang berpakaian formal yang sama seperti pria di sebelahnya. Dua orang berhasil dikenalinya. Mereka orang yang membawa pergi kedua orang tuanya.
Amarah memuncak dan ia sudah siap untuk meledak. Namun semuanya runtuh dan terganti ancaman lebih besar ketika tiba-tiba saja Ezra merangkul pundaknya dan berjalan semakin maju.
Pikiran bahwa ini hidupnya yang terakhir ada di depan mata. Willona menarik napasnya dalam-dalam dan memikirkan segala skenario terburuk yang akan terjadi.
Ezra menepuk bahunya beberapa kali sebelum melepaskan rangkulannya. Tangannya bergerak memperkenalkan perempuan itu pada orang-orang yang ada di dalam rumah.
"Semuanya, perhatian. Dia Luna, tunangan saya."
Kesadaran Willona kembali. Ia menatap tajam pria itu dan dibalas dengan senyum tipis. Sementara orang-orang yang ada di hadapannya memandangnya dengan santai. Berbeda dengan dua orang yang ia kenali.
Setelah perkenalan sepihak itu terucap dari mulut Ezra, semua orang bubar dan meninggalkan ruangan. Tersisa dua orang tadi yang kini menghela napas panjang dan duduk di sofa besar ruang tamu.
"Ada beberapa hal yang harus saya urus. Kamu bisa lihat-lihat tempat ini dan jangan coba-coba pergi."
Belum sempat menjawab, Ezra sudah berlalu meninggalkannya. Willona terdiam kaku dan tidak tau harus berbuat apa.
"Luna, hah? Kenapa Ezra sampe segitunya ngelindungin identitas lo yang bahkan itu bisa mengancam keselamatan dia sendiri."
Willona menoleh, salah seorang diantara mereka dengan seputung rokok diantara jemarinya berujar. Pria itu berdecih kemudian mengisyaratkan Willona untuk ikut bergabung dengan mereka.

KAMU SEDANG MEMBACA
SAVIOR • PCY
Fanfiction🔞⚠️ MATURE CONTENT ⚠️🔞 Willona tidak pernah menyangka hidupnya akan berubah 180⁰ setelah perusahaan yang orang tuanya miliki bangkrut. Yang lebih parah daripada itu, Willona terpaksa harus tinggal dengan seorang pria yang "menculiknya" karena huta...