Chapter 12

996 115 7
                                    

"Kupikir aku kehilangan salah satunya ternyata keduanya"


ooOoo

Davino berusia 17 tahun sekarang,artinya sudah 2 tahun semenjak kejadian itu.

Selama 2 tahun Edrick tetap membiarkannya dalam ketidaktahuan dan terus bertanya-tanya.

Namun semuanya terkunci dalam diam.

Davin berusaha melakukan semua hal sendirian. Bahkan ia berusaha keras dalam terapi untuk menyembuhkan kedua kakinya.

Meskipun ia berhasil, kedua kakinya tetap tidak bisa berfungsi dengan sempurna. Kakinya akan terasa sakit ketika ia terlalu lama berdiri dan mencoba berlari.

Davin sekarang sudah sekolah dengan normal,bahkan ia mendapatkan jabatan sebagai ketua OSIS di sekolahnya.

Ia menjadi pangeran di sekolahnya,menjadi idaman para siswi seangkatan dan idola para adik kelas.

Namun di rumah ia adalah boneka kesayangan ayahnya.

Ia akan bergerak jika di minta bergerak.

Davin menghela napasnya,ia menatap rintik hujan yang mengalir membahasi kaca jendela ruang kelasnya.

Ia perlahan menyentuh kaca itu dan rasa dingin menyergapnya.

Jam pulang sebentar lagi, namun Davin enggan pulang. Ia lebih suka berada di luar rumah.

Ia tidak suka ketika pulang sang papa akan menyambutnya dengan sebuah senyuman lebar yang terasa aneh di matanya dan sebuah pelukan.

Hujan belum reda, namun teman sebangkunya, Bian, menepuk pundaknya.

"Ayahmu menunggu."

Hanya dua kata namun dapat mendatangkan suara petir di dalam hatinya.

Davin dengan enggan mengangguk lalu mengucapkan terimakasih. Dan melangkah keluar kelas dengan langkah berat.

"Kau baik-baik saja?" Tanya Edrick sambil mengusap kepala Davin dengan sayang.

"Davin baik-baik saja papa." Jawabnya lesu.

Edrick menatap Davin cukup lama,lalu merangkul pundak anaknya dan mengajaknya meninggalkan koridor kelas.

ooOoo

Kepulan asap tipis mengepul dari segelas coklat panas dalam genggaman Davin.

Remaja itu kini tengah duduk di sebuah sofa dengan selimut menutup kedua kakinya.

Matanya menatap lurus ke arah jendela yang menampilkan derasnya air hujan.

"Apa kakimu terasa sakit? "

Davin menoleh ke arah sumber suara.

Disana, Edrick tengah melangkah ke arahnya dengan nampan di kedua tangannya.

Davin menggeleng.

Ia enggan mengatakan jika kakinya terasa sakit sekarang.

Tapi ia masih bisa menahannya dan menampilkan wajah biasa-biasa saja di hadapan ayahnya.

Atau ayahnya itu akan memaksanya menggunakan kursi roda lagi dan membatasi pergerakannya.

Edrick hanya tersenyum tipis lalu duduk di sisi Davin.

"Sop hangat. " Kata Edrick.

Davin mengangguk dan menerima dari ayahnya.

Edrick menyuapi Davin dengan sop hangat buatannya sambil sesekali mengusap sisa sop yang berada di sudur bibir Davin.

Seperti biasanya, setelah makan Davin akan meminum susu hangatnya dan beberapa vitamin yang di haruskan oleh Edrick.

"Kau mengantuk? " Tanya Edrick dengan kening mengernyit.

Davin hanya mengangguk.

Lalu Edrick membantu Davin berbaring dengan pahanya sebagai bantal.

Mengusap kepala remaja itu dengan tenang.

Namun wajahnya tengah menyeringai penuh kepuasan.

Tak lama Davin terlelap, Edrick tetap mengusap rambut remeja itu.

"Aku sudah kehilangan keduanya. Tidak mungkin aku melepaskan seorang pengganti sepertimu. Biarkan saja dia menyadari sendiri lalu membuatku tertawa karena terhibur melihat tingkahnya mencarimu kemana-mana. Dengar, papa sangat menantikan saat-saat itu terjadi sayang.. " Kata Edrick lalu tertawa terbahak-bahak.

Tawa kencang itu memecah keheningan rumah mewah itu tanpa takut membangunkan remaja yang tengah pulas karena obat tidur di sebelahnya.


ooOoo


300422
2044

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 30, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Papa?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang