Chapter 02

2.6K 260 18
                                    

Pria itu tertawa keras di dalam sebuah ruangan dengan penerangan remang-remang.

Bunyi suara gemerincing rantai dan suara pertabrakan antar kulit bagaikan musik indah untuknya.

Kedua tangannya terus melayangkan cambuk pada seorang anak remaja yang sudah lemas di lantai.

Kulitnya yang pucat karena sudah sangat lama tidak pernah terkena sinar matahari itu di hiasi garis merah memanjang bekas cambuk.

"Ugh." Remaja itu melengguh sesak ketika tangan besar ayahnya itu mencekik lehernya.

Sorot matanya sendu bercampur bahagia ketika melihat ayahnya tertawa ketika menyiksanya.

Setidaknya ia bisa melihat ayahnya tertawa meskipun ia harus merasakan kesakitan.

Dari pada melihat ayahnya terus memaki dan mencacinya.

Lengan kurus yang terikat rantai itu terulur berusaha menggapai sesuatu.

Sedangkan pria yang mencekiknya yang merupakan ayahnya sendiri nampak menikmati bagaimana wajah remaja laki-laki itu nampak kesakitan dan berusaha mengambil napas.

Tangan kurus itu bukan berusaha melepaskan cekikan ayahnya,melainkan menggapai pipi ayahnya.

"Maa afin Davino pa pa.. Da Da Vino say sayang papa." Kata remaja itu sambil tersenyum menatap ayahnya.

Deg

Seketika cekikan itu terlepas.

Sesak menghampiri dada pria itu.

Ketika menatap wajah anaknya yang bertahun-tahun ia benci dan ia siksa masih tersenyum manis padanya bahkan meminta maaf.

"Nggaaak!!!!"

Edrick berteriak kalap seketika.

Tergesa-gesa ia melepaskan rantai dari tangan anaknya.

Namun kekalutannya membuat ia lupa akan fungsi kunci.

Dengan beringas ia menarik rantai itu hingga terlepas dari dinding.

Edrick pun memeluk tubuh tak bernyawa anaknya.

"Nggak Davino!Kamu nggak boleh pergi hiks. Maaf maaf maafin papa nak. Davinoooo!!!"

Edrick dengan cepat membopong anaknya menuju rumah sakit.

Ia masih tidak percaya jika Davino meninggalkan dirinya.

ooOoo

Dua orang tua tengah bernasib sama terancam kehilangan anaknya.

Namun dengan sebab yang berbeda.

Rani berjalan mondar-mandir di depan IGD sambil menggigiti jarinya gelisah.

"Tenang mbak,mbak harus berdoa untuk Davin dan percaya kalo Davin akan baik-baik saja." Kata Danu sambil menarik kakaknya untuk duduk.

Sebuah brankar,di dorong masuk ke dalam IGD dengan tergesa-gesa setelah brankar Davin masuk kedalam IGD.

"Dasar brengsek!"

Rani dan Danu menoleh ketika mendengar makian penuh kemarahan yang dilayangkan seorang dokter pada seorang pria di depannya.

Bahkan dokter itu memukul pria tersebut.

"Berisik!Selamatkan saja anakku!" Bentak pria itu sambil mendorong dokter itu masuk kedalam IGD lalu menutup pintunya.

Edrick menyeka darah di sudut bibirnya akibat pukulan sahabatnya itu.

Kemudian ia duduk di kursi tunggu dengan wajah penuh kecemasan.

Hampir satu jam mereka menunggu kabar dokter tentang keadaan anak mereka.

Pintu IGD terbuka, mereka sama-sama menoleh.

Rani langsung kembali cemas ketika melihat dokter yang keluar adalah dokter yang memaki seorang pria tadi.

Erland menarik kerah kemeja Edrick dengan kesal.

"Kamu beruntung karna Tuhan masih memberi kesempatan pada bajingan sepertimu untuk merawat seorang anak. Jaga dia dengan baik atau akan aku pastikan,aku akan merebut Vino dari tanganmu!" Kata Erland dengan kesal.

Wajah kesalnya berubah ketika melihat sahabatnya itu menatapnya dengan tatapan hangat lalu memeluknya.

"Terimakasih." Kata Edrick dengan tulus.

Hatinya penuh kelegaan.

Ketika mendengar anaknya baik-baik saja,meskipun tadi ia yakin kalo Davino sudah menghembuskan napas terakhirnya di tangannya.

Tapi ia senang,artinya ia memiliki kesempatan untuk menebus kesalahannya.

"Aku bisa melihatnya kan?" Tanya Edrick penuh harap.

Erland mengangguk.

"Setelah dia di pindahkan ke ruang rawat." Jawab Erland.

Lalu sebuah brankar di dorong keluar dari IGD oleh suster menuju ruang rawat VVIP.

Erland dan Edrick segera mengikuti brankar itu.

Tak lama kemudian,seorang dokter keluar dari IGD.

"Walinya pasien atas nama Davin." Ucapnya.

Rani dan Danu langsung mendekati dokter itu.

"Keadaan anak saya bagaimana dok?" Tanya Rani dengan cemas.

Dokter di depannya menghela napas.

"Maafkan kami Bu,kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Namun pasien tidak bisa terselamatkan karena kehilangan banyak darah." Kata Dokter itu.

Tubuh Rani limbung karena shock,namun langsung di tangkap Danu.

Danu lalu memeluk kakaknya yang menangis di bahunya.

Papa?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang