3 - Pertemuan

16.8K 2.1K 184
                                    

Jangan lupa vote dan komen

Typo : Anugrah

Happy Reading

***

Renjun turun dari taksi lalu menatap gedung mewah apartemen terakhir yang ia tinggalkan. Tempat ia meninggalkan ponsel dan dompetnya.

Sudah sebulan ia terisolasi dari luar karena masa pemulihan fisik dan psikisnya. Babanya banyak berusaha agar ia bisa resign di tempat ia bekerja.
Baba bilang Baba tidak akan bangkrut meski Renjun hidup mewah. Tidak perlu bekerja keras.
Renjun hanya merengut. Ia tidak suka diam saja tanpa bekerja. Tapi Babanya selalu punya cara agar Renjun menurut.

Renjun menarik nafas dalam dalam. Ia ingat dia turun dari lantai 10. Tapi dia tidak tahu pasti Apartemen nomor berapa tuan baik hati itu berada.

Ia memantapkan diri lalu kemudian berjalan di lobby menuju resepsionis.
"Maaf, Apa Anda tahu pria tampan dengan tahi lalat di bawah mata kanannya yang tinggal di lantai 10? Oh dan aku rasa tingginya lebih dari 170" Tanya Renjun hati hati.

Resepsionis itu tampak berpikir sebentar lalu tersenyum. "Mungkin yang tuan maksud itu Tuan Jung Jeno. Beliau tinggal di lantai 10 nomor 023.." Jawab Resepsionis ramah.

"Baik, Terimakasih.. " Renjun tersenyum lalu segera menaiki lift menuju lantai 10.

Tangannya terasa dingin. Ia merasa sangat gugup. Renjun mengatur nafasnya.

Tuan itu baik hati, tapi mengapa dia tidak mengembalikan dompet dan ponsel Renjun ya? Renjun menyimpan kartu Identitas di dompetnya dan disana tertulis jelas alamatnya. Tapi kenapa? Apa tuan baik hati itu sibuk? Oh.. Kalau tidak salah namanya Jeno. Jung Jeno.

Pemuda itu menghela nafas. "Sebenarnya siapa kau?" Desis Pemuda itu. Namun seperti nya Renjun masih bisa mendengar Desisan Pemuda itu.

"Sebutkan namamu duluu.. Baru aku akan mengatakan namakuu" Renjun bergelayut manja di lengan Pemudaa asing itu.

"Jeno.. " Akhirnya Jeno mengatakan namanya.

Renjun menutup mulutnya. Astaga.. Sekelebat ingatan mabuknya menyapa.

"Kenapa harus ingat sekarang?" Runtuk Renjun sebal. Memukul mukul kepalanya pelan.

Harusnya Renjun tidak pernah mengingat hal yang memalukan. Tidak pernah. Musnah ingatan itu. Musnah. Bisa bisanya Renjun melakukan yang seperti itu kepada orang asing.

Renjun berdiri gugup di depan pintu besar berwarna dark brown nyaris hitam bertuliskan angka 023 yang entah kenapa terasa elegan dan indah.

Renjun menekan bel rumah dan tidak menunggu lama pintu terbuka menampakan si Tuang Baik hati atau Jeno dengan kaos polos dan rambut yang sedikit acak acakan.

Renjun membeku di tempat.

"Oh? Aku kira kau eomma.. Kau Renjun? Kau ingin mengambil ponsel dan dompetmu?" Tanya Jeno sambil membuka pintu lebih lebar.

"Masuklah dulu.. Tunggu di ruang tamu.. Aku harus mengurus keponakanku.. " Jeno mengiringin langkah Renjun duduk di sofa.

Begitu masuk ruang tamu suara tangis bayi terdengar jelas. Renjun refleks menyentuh perutnya, tersenyum miris.

"Boleh aku ikut melihat bayinya?" Pinta Renjun pelan.

Jeno menoleh, menaikkan sebelah alisnya.

Renjun gelagapan. "Jika tidak boleh, tidak apa apa.. Maaf berlaku tidak sopan.. " Renjun membungkuk, dalam hati merutuki kenapa ia bisa sembarangan.

𝐈𝐭'𝐬 𝐁𝐞𝐜𝐚𝐦𝐞 𝐌𝐲 𝐁𝐚𝐛𝐲 [Noren-Sung]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang