09 ; potongan masa lalu

393 82 13
                                    

tw // mental abuse

.
[Titik Temu]
.

"Nanti kalau mama pulang, kamu nggak boleh ke luar kamar, ya? Kalau bisa langsung tidur aja."

Eric—atau nama aslinya—Youngjae tersebut mengangguk kecil. Kemudian, menggerutu kesal ketika sang kakak mengelus kepalanya seakan ia masih seperti anak kecil. "Kak, aku udah SMA, tau!" pekiknya kesal.

Si kakak tertawa saja mendengar celotehan sang adik. Hingga suara mobil yang berhenti dari luar, perlahan membuyarkan momen diantara mereka. Ia buru-buru menyuruh Eric untuk masuk ke dalam kamar dan menguncinya pintunya tanpa Eric ketahui.

Begitu dirasa selesai, Juyeon terkesiap mendengar suara high heels yang bertabrakan dengan lantai marmer rumahnya sehingga membuat suaranya terdengar menggema ke seluruh ruangan. Pemuda itu menelan ludah gugup ketika wanita yang menyandang status sebagai ibunya tersebut kini berdiri didepannya dengan sebuah kertas terulur tepat ke wajahnya.

"Ma—"

"Apa ini Juyeon?" Kertas tersebut digerakkan naik turun dengan membawa ekspresi datarnya yang sudah bukan lagi hal yang baru untuk dilihat Juyeon selama ini. "Kamu di drop out dari kampus?!" pekik wanita itu sembari melempar kertas yang tadi sudah diremas olehnya hingga mengenai kepala Juyeon.

Juyeon menundukkan kepalanya. Sudah menduga hal ini akan terjadi sejak dosennya memutuskan untuk memanggil orang tuanya untuk datang ke kampus dengan tujuan ingin memberitahukan alasan mengapa Juyeon sudah tidak akan lagi kuliah di universitas tersebut.

"Kamu tau berapa banyak uang yang mama hamburkan demi membuat anak bodoh seperti kamu punya pendidikan yang sejajar dengan anak temen-temen mama? Kamu sengaja bikin mama malu?"

Wanita itu mengarahkan salah satu tangan lentiknya untuk mengangkat dagu Juyeon dan mencengkeramnya dengan begitu kuat agar pemuda itu mendongakkan kepalanya. "Jawab!" titahnya menuntut.

Juyeon menggeleng dengan begitu cepatnya. Ucapan yang ingin ia utarakan sudah berada di ujung lidah, tetapi ketika melihat bagaimana cara wanita itu menatapnya dengan mata yang melotot membuatnya susah untuk mengaku.

Alasan mengapa ia di drop out bukan karena hal yang negatif. Juyeon kehilangan motivasi untuk belajar semenjak menerima tekanan begitu kerasnya dari sang ibu yang terobsesi untuk menyaingi teman arisannya yang terus menyombongkan tentang betapa hebatnya anaknya yang sebenarnya juga teman satu prodi dengan Juyeon.

Juyeon butuh dukungan secara mental, bukannya justru semakin tertekan menghadapi semua tuntutan kesempurnaan dari sang ibu. Seiring berjalannya waktu, Juyeon yang terkenal pintar dari rekan seangkatannya mulai tidak percaya diri dengan hasil belajarnya.

Ibunya tidak pernah lagi puas dengan hasil yang diterimanya. Bahkan ketika mendapatkan nilai sempurna, Juyeon masih saja diberi perintah untuk tetap mempertahankan itu dengan terus-menerus belajar hingga perlahan meninggalkan arti kata istirahat. Sepanjang waktu ia habiskan untuk belajar demi memenuhi keegoisan ibunya.

"Mana ikat pinggangmu?"

Juyeon semakin takut. Namun, ia tetap menuruti itu dengan melepas ikat pinggangnya. Benda itu langsung diserahkan ke sang ibu dengan kondisi tangan yang bergetar hebat. Ketakutan berhasil mendominasi ketika ikat pinggang tersebut melayang dengan begitu kerasnya ke pipi kanannya hingga Juyeon langsung tersungkur seketika.

"Mama ..."

Wanita itu berdecih mendengar suara lirih Juyeon yang menangis sembari memanggil namanya. "Masih berani kamu panggil saya 'mama'?"

Cambukan kedua dilayangkan pada tangannya. Berlanjut sampai kaki hingga punggungnya juga tidak luput dari sasaran rasa sakit. Air mata tidak lagi berguna untuk meminta belas kasih. Memang sejak awal wanita itu tidak pernah iba terhadap setiap kondisi memprihatinkan yang ditimpanya.

"Keluar kamu dari rumah ini dan jangan pernah kembali! Saya udah nggak sudi punya anak kayak kamu!"

.
[Tbc]
.

Titik Temu +Sunju Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang