Karya ini hanya dipublikasikan di Wattpad dan di akun ini. Apabila kamu menemukannya di platform lain ataupun di akun lain, itu bukan saya.
***
Merida cukup terkejut saat waktu sarapan tiba. Begitu dia duduk di kursi yang ada, ternyata sang Count tetap ikut sarapan. Bahkan dia sudah terlihat begitu sehat, padahal semalam sempat pingsan karena terpental hingga mengeluarkan darah.
Walau sebenarnya Merida tetap tak terlalu memedulikan hal seperti itu. Dia hanya asik melahap sarapannya meskipun sang Countess terlihat cukup terang-terangan dalam memusuhinya. Namun gadis itu tak mungkin melawan sang Countess untuk saat ini, apalagi masih ada Ryota yang ikut sarapan di sini.
“Saya minta maaf jika masakannya tidak sesuai dengan selera Anda.”
Lagi-lagi Merida dikejutkan dengan seorang Count yang baru mengalami hal buruk masih bisa mengatakan hal itu. Karena itu juga, senyum miring yang cukup tipis terbit dari wajah Merida. “Tidak masalah, lagi pula saya masih bisa menikmatinya,” ucap Merida dengan merubah senyumnya menjadi senyum yang terlihat manis.
Namun sesaat kemudian, Merida menghilangkan senyumnya. Lalu wajahnya mulai memucat. Kala hampir limbung, gadis itu menatap ke arah sang Countess. Terlihat dari wajah sang Countess jika rencananya berhasil.
Countess yang malang, batin Merida yang mulai memejamkan mata. Kemudian benar-benar terjatuh dari kursi. Dia mulai merasakan rasa sakit di dalam tubuhnya. Bersamaan dengan itu, hatinya cukup senang karena sang Countess benar-benar mengambil umpannya.
Di waktu yang sama, Mai dan Okla tengah asik belajar di area latihan. Di sana, Mai yang senang melihat perkembangan Okla, sampai tak sadar bahwa dirinya menunjukkan sebuah senyuman.
Okla pun tak kalah bahagia. Sejak tadi dia menampakkan ekspresi yang penuh keceriaan tatkala benar-benar berhasil setingkat lebih tinggi dalam menggunakan kekuatannya sendiri. Dengan lengan yang bergerak mengatur arah angin di sekitarnya, Okla menatap ke arah Mai. “Kak Mai! Aku….” Namun kesenangannya berhenti begitu dia merasakan rasa sakit di dalam tubuhnya.
Mai yang melihat pergerakan angin Okla menjadi berantakan pun, mulai khawatir. “Okla, apa kamu baik-baik saja?” tanya Mai sambil berusaha mendekat.
Sayangnya, baru saja Mai menanyakan hal itu, Okla sudah terjatuh lebih dulu dengan angin yang berembus menjauhi tubuh Okla. Tentu hal itu membuat Mai kian khawatir. Dia langsung berlari mendekati anak laki-laki itu. “Hei, apa yang sakit?” tanyanya sambil berusaha menekuk lututnya.
“Perut,” jawab Okla dengan terbata-bata.
“Perut?” gumam Mai. Padahal dia ingat mereka belum sarapan karena harus menunggu para bangsawan selesai lebih dulu. Selain itu Okla juga sudah terbiasa sarapan lebih siang, jadi tidak mungkin karena telat makan.
Di sela-sela berpikir, Mai makin dikejutkan dengan Okla yang kejang-kejang. Dengan pikiran yang kusut, Mai berusaha menyadarkan anak kecil itu. Sejak kapan dia diracun? batin Mai. Memikirkan pertanyaan yang barusan terlintas, membuat Mai menghentikan tangannya yang menepuk pipi Okla.
Saat sang Nona sudah bangun, diam-diam Mai dipanggil menghadap. Padahal hari sudah melebihi tengah malam, tapi mau tak mau Mai harus menghadap nonanya.
“Tidak usah basa-basi. Mai, aku tahu kamu sadar selama dua minggu ini aku bukan meditasi, tapi hanya menstabilkan mana. Aku benar, 'kan?” tanya sang Nona setelah beberapa saat hening.
Mai yang mendengarnya pun hanya diam. Dia tetap fokus menuangkan teh sang Nona, padahal saat ini bukan jam untuk minum teh. Begitu dia selesai menuangkan tehnya, Mai akhirnya tak dapat menahan diri dan bertanya, “Kenapa harus mengikatnya dengan kontrak?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Persona [END]
FantasyDia itu malaikat, tapi juga iblis. Itulah Merida. Gadis yang selalu mengikuti segala keinginan kepala keluarga. Namun begitu orang yang diingatnya menghilang telah kembali, segalanya hancur. "Siapa aku?" -------- Start: 1 Desember 2022 Karya ini han...