"Axel bolehkah aku ikut ke kantormu?" tanya Alexa dengan memasang wajah memelas andalannya.
Pagi ini seperti biasa Axel, Alexa, dan Shea sarapan bersama di meja makan. Shea sudah siap dengan seragam sekolahnya, Axel pun sudah rapih dengan pakaian kantornya, hanya Alexa yang masih mengenakan baju oversize. Tetapi meskipun begitu, wanita itu turut membantu Shea dalam bersiap-siap.
"Kau ingin apa?" tanya Axel.
"Aku hanya bosan sendirian,"
"Di sana pun akan terasa membosankan, kau hanya bisa melihatku bekerja." Ucap Axel.
"Tidak apa-apa, yang penting aku tidak sendirian di sini."
"Aunty ikut saja, bagaimana setelah Shea pulang sekolah kita pergi ke suatu tempat?" sahut Shea.
"Sempurna!" ucap Alexa sambil mengedipkan sebelah matanya.
Mau tidak mau, Axel pun harus menuruti keinginan kedua perempuan itu. Ia tidak bisa berkutik lagi, bahkan kini putrinya terus memihak Alexa. Apakah itu semua karena Shea belum pernah merasakan kasih sayang seorang ibu?
***
"Bye sayang! Nanti Aunty jemput," ucap Alexa sambil melambaikan tangannya kepada Shea yang sudah berjalan memasuki area sekolah.
Mereka pun kembali melaju ke arah kantor Axel. Tidak membutuhkan waktu lama karena jarak yang cukup dekat, mereka pun tiba. Alexa mengikuti langkah kaki Axel menuju sebuah lift.
"Kantormu besar, pantas kau kaya." Celetuk Alexa. Pria itu hanya diam dan tidak menanggapi.
Setelah mereka keluar lift, banyak karyawan yang tersenyum dan menyapa dengan hormat. Ada juga yang menatap Alexa dengan bingung, toh mereka baru pertama kali melihat wanita itu bersama Axel.
Alexa berjalan tanpa mempedulikan berbagai tatapan yang dilemparkan kepadanya. Ia berjalan dengan dagu terangkat. Tidak, ia tidak sombong karena sedang berjalan dengan pimpinan perusahaan itu. Ia sombong karena dirinya sendiri. Itulah Alexa, selalu percaya diri.
Mereka memasuki ruangan Axel. Pria itu pun duduk di kursi kebesarannya dan langsung membuka laptop. Sedangkan Alexa tengah melihat-lihat interior ruangan itu.
Ruangan Axel sama seperti ruangan-ruangan pimpinan lainnya. Bedanya, ruangan itu sangat luas. Ruangan itu juga didominasi oleh warna hitam, warna khas dari pria itu sekaligus warna kesukaan Alexa juga.
Banyak buku-buku dan file yang terpajang di rak-rak dan ia tidak berani menyentuh itu semua, pastinya itu semua penting bukan?
Alexa berjalan menuju sofa yang tidak jauh dari meja kerja Axel. Sofa itu sangat besar sehingga Alexa dapat berbaring di sana dengan santai. Ia akan memejamkan mata sejenak di sana.
Axel sudah tidak mendengar suara atau pun melihat wanita itu berjalan mondar-mandir. Ia melirik Alexa yang ternyata sudah terlelap di sofa. Axel terkekeh pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Falling In Love With A Killer
Romance"Siapa kau?!" teriak wanita itu. "Axel Orion Maverick. Orang yang akan menjadi mimpi burukmu," ucapnya dengan suara rendah, iris birunya menatap wanita itu tajam dan menusuk. "Dan aku yang akan mengenyahkan mimpi buruk itu." "Sebelum kau mengenyahk...