31. Tattoo

8.3K 670 40
                                    

"Please, don't die!" ucap Alexa dengan histeris.

Alexa merobek bagian bawah gaun yang ia kenakan dan melilitkannya pada tubuh Axel. Ia melakukan itu agar darah bekas luka tembak itu tidak banyak ke luar. Axel masih dapat tertolong jika Alexa bergerak cepat.

Setelah itu, Alexa langsung menancap gas dan melajukan mobil itu dengan kencang menuju rumah sakit terdekat. Ia mengemudi sambil menangis sedih. Axel yang masih setengah sadar pun mengangkat tangannya susah payah dan meletakkannya di paha wanita itu.

"Jangan ... menangis," ucap Axel dengan tersendat-sendat. Ia tidak tega melihat wanita itu menangis dengan sedihnya.

"Bagaimana aku tidak menangis melihatmu hampir sekarat seperti ini?!" ucap Alexa yang tidak bisa menghentikan tangisannya.

"Jangan mati, kita harus menikah dan hidup bahagia. Aku akan mencekikmu jika kau mati sekarang," ucap Alexa sambil menangis sesenggukkan.

Axel tersenyum. Bahkan di saat seperti ini wanita itu masih sempat mengancamnya. Namun ia tahu maksud Alexa baik. Wanita itu memang benar-benar berbeda. Oleh karena itu Axel tidak ingin kehilangan wanita itu, lebih baik dirinya saja yang tertembak. Ia tidak ingin kehilangan orang yang ia cintai lagi, kali ini ia tidak akan membiarkan itu terjadi.

"I love you," ucap Axel sebelum memejamkan mata.

"Hei! Jangan aku mohon! Buka matamu," ucap Alexa yang semakin panik.

"Aku ingin ... tidur," ucap Axel.

"Sialan kau mengagetkanku!" oceh Alexa yang masih berurai air mata.

Mereka pun tiba di rumah sakit. Alexa memberhentikan mobil itu tepat di depan pintu masuk rumah sakit. Ia segera ke luar dari mobil.

"Tolong! Cepat! Ada yang tertembak," teriak Alexa.

Dua orang perawat pun datang membawa ranjang rumah sakit. Dua perawat lagi membantu Alexa merebahkan Axel di ranjang itu. Mereka pun segera memasuki ruangan dengan tergesa-gesa.

"Aku ... mencintaimu," ucap Axel sambil menatap Alexa dengan tatapan yang sulit diartikan. Entah berapa kali pria itu sudah mengatakan hal itu hari ini.

Alexa mengusap lembut rambut pria itu dan tersenyum, meskipun air mata tidak berhenti ke luar dari pelupuk matanya.

"Aku juga mencintaimu, oleh karena itu bertahanlah," ucap Alexa sebelum para perawat itu membawa Axel memasuki ruangan.

Alexa menunggu di luar ruangan itu dengan cemas.

"Brengsek! Jangan menangis c'mon!" gumam Alexa yang berusaha menguatkan dirinya sendiri. Ia menghapus air matanya dengan kasar.

Tidak lama seorang dokter ke luar dari ruangan itu. Alexa pun berdiri dan mendekati dokter itu.

"Bagaimana Dok?" tanya Alexa.

"Syukurnya tuan tidak kehilangan banyak darah sehingga kondisinya tidak sangat parah, namun perlu dilakukan operasi untuk pengangkatan peluru agar peluru tersebut tidak merusak organ-organ di dalamnya." Ucap dokter itu.

"Baiklah, silahkan lakukan apapun yang dapat membuatnya sembuh." Ucap Alexa dengan raut khawatir.

"Kami akan usahakan yang terbaik. Sebaiknya kau juga mengobati lukamu." Ucap Dokter itu.

Dokter itu mengangkat tangannya ke arah seorang perawat yang sedang berjalan, perawat itu pun menghampiri mereka.

"Tolong obati luka wanita ini," ucap Dokter itu.

"Baik Dok,"

"Terima kasih," ucap Alexa.

"Baik, aku permisi," Dokter itu beranjak pergi sambil tersenyum sopan.

Falling In Love With A KillerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang