chapter twelve

81 23 3
                                    

Lima bulan berlalu sejak untuk pertama kalinya Winna menginjakkan kakinya di kantor kak Putri dan sekarang dirinya tengah memeluk wanita yang berjasa besar dalam hidupnya itu untuk berpamitan karena masa konselingnya sudah selesai. Sudah tak ada lagi yang bisa dilakukan oleh kak Putri dan Winna sudah bisa menerima fakta bahwa dirinya harus hidup berdampingan bersama masa lalunya.

Winna sudah berdamai dengan monsternya. Monster di dalam hidupnya. Monster yang hidup di dalam kepalanya.

"Jangan kembali ke sini ya, Winna. Kalo mau ketemu, nanti kita bisa bikin janji ketemu di tempat lain dan ngobrolin soal kehidupan kita berdua. Terima kasih karena udah mau mengikutin konselingnya dengan baik." Ucap kak Putri balik kepada Winna ketika perempuan itu mengucapkan kalimat terima kasihnya.

Winna menganggukkan kepalanya. "Pasti, kak. Kalo aku ke Bandung lagi, aku pasti hubungin kak Putri. Sukses terus, kak! Sehat selalu, ya!"

Lima bulan telah berlalu dan kini Winna siap menghadapi hidupnya sebagai pribadi yang baru. Seorang pribadi yang tak lagi terkungkung di dalam batas yang dibuatnya di kepalanya sebagai bentuk pertahanan dirinya dari masa lalunya yang kelam. Beyond boundaries. Winna siap mencoba hal-hal baru yang dulu tak pernah dilakukannya karena batasan yang dibuatnya.

Winna menghirup napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan.

Dirinya merasa jauh lebih lega, lebih ringan, dan lebih bebas.

"Udah pamitannya?" tanya Anggara yang sejak tadi menemaninya menuju kantor kak Putri dan menungguinya di luar.

Winna menerima topi yang diberikan oleh Anggara kepadanya. "Udah. Kenapa nunggu di luar, sih? Tadi kak Putri nanyain lo di dalem." Tanya Winna sembari memakai topi yang dihadiahkan oleh Anggara ketika dirinya pertama kali datang ke Bandung untuk mengikuti konselingnya.

Laki-laki itu menggeleng. "Nggak papa, pingin aja. Ayo pulang."

Winna menyadari gelagat Anggara yang terlihat seperti menghindari pertanyaan lebih jauh soal laki-laki itu dan kak Putri. Winna memutuskan untuk diam, tidak bertanya lagi, meskipun di dalam hati dirinya ingin membantu laki-laki itu juga jika yang selama ini diduganya adalah benar. Dugaannya bahwa Anggara pernah mendatangi kak Putri dan melakukan konseling, seperti dirinya. Namun, tak seperti Winna, Anggara sepertinya masih belum bisa sepenuhnya keluar dari jeratan batas yang dimiliki laki-laki itu.

Kejadian di rooftop kala itu kembali menyeruak muncul.

Winna menghela napas. Mungkin, mungkin jika diperlukan dan kesempatan untuknya muncul, Winna akan membujuk Anggara untuk menyelesaikan proses penyembuhannya dan mendukungnya penuh, seperti yang selalu dilakukan Anggara untuknya sampai saat ini.

Mereka berdua berjalan berdampingan menuju ke penginapan milik Hasbi yang hanya berjarak beberapa meter dari kantor kak Putri.

"Angga?"

Laki-laki itu tak menatap ke arah Winna ketika bergumam menyahuti panggilan Winna. "Hmm?"

Selalu seperti ini. Anggara akan bertingkah tak seperti biasanya setelah dirinya menemani Winna pergi ke kak Putri. Laki-laki itu akan kembali distant dan terlihat cuek. Anggara akan tak banyak bicara dan selalu diam. Persis seperti ketika mereka pertama kali bertemu di reuni.

"Lo tau kan, kalo gue bakal ada di sini terus buat lo? Kalo gue bakal bantu semua masalah lo? Kalo gue bakal sepenuhnya dukung lo?" tanya Winna, berlari kecil dan menarik lengan hoodie yang dikenakan oleh Anggara. Laki-laki itu berjalan terlalu cepat.

Anggara menyadari kalau Winna tertinggal selangkah di belakangnya. Dia berhenti sejenak, menunggu Winna, dan melemparkan senyumnya. Senyum yang tak mencapai matanya. "Iya." Balasnya singkat dan kembali melangkahkan kakinya begitu Winna sudah berada tepat di sampingnya.

Beyond BoundariesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang