02

34 2 3
                                    

Matahari bersinar sangat terik. Fai mengelap keringat yang bercucuran di pelipis hingga pipinya. Sepulang sekolah tadi Fai dimintai tolong ibunya menghantarkan sesuatu.  Fai baru saja selesai menghantarkan pesanan pelanggan ibunya. Ibu Fai memang membuka bisnis katering makanan ringan. Biasanya jika ada acara-acara seperti pengajian dan lainnya orang-orang akan memesan pada ibu Fai.

Mata Fai berbinar melihat penjual gulali di depannya. Sudah lama sekali ia tidak memakan gulali. Selain murah, gulali juga sangat enak. Rasa manisnya benar-benar nemplok deh di lidah Fai.

Fai duduk dibangku tepi jalan sambil menikmati gulalinya. Seseorang melemparkan kertas ke dalam tong sampah tak jauh dari Fai berada. Fai mengedipkan matanya lalu menoleh ke arah pelempar kertas.

Fathir? Ooh jadi dia yang sedari tadi di sana, ku kira siapa.

Fai beranjak dari tempat duduknya menghampiri Fathir. "Fathir!" panggil Fai.

Fathir sedikit terkejut melihat kehadiran Fai yang tiba-tiba. Pasalnya ia sama sekali tak tau ada Fai di sekitarnya.

"Kamu buang apa tadi?" tanya Fai penasaran.

"Buang sampahlah, Fai."

"Beneran? Koq wajah kamu kecut banget sih?"

"Kecut? Emang kamu pernah ngerasain wajah aku?"

Fai terdiam sejenak. Ia memukul dahinya pelan. Astaghfirullah, kenapa pikiran aku tiba-tiba ngelantur.

"Hehe, enggak gitu." Fai berjalan mendekati tong sampah tadi. Dilihatnya gulungan kertas yang dilempar Fathir. Fai mengambil dan membuka gulungan itu.

"Surat panggilan orangtua!" ucap Fai terkejut, "kamu ngelakuin apa Fathir?"

"Mana aku tahu!" jawab Fathir singkat.

"Pasti kamu nakal!"

"Enggak!"

"Trus ini!" Fai mengajukan surat itu.

"Nggak tau, Fai. Perkara belum bayar buku aja pake panggil orangtua."

Mata Fai membola mendengar ucapan Fathir. "Belum bayar buku? Koq bisa belum! Fathir belum ada uang ya?" Fathir tak menjawab.

"Fathir koq diem aja!"

"Fathiiiiir!" panggil Fai geram.

Fathir berdecak. "Udah, uangnya udah ada. Tapi gak aku gunain buat bayar buku."

"Terus buat apa?" Fathir kembali terdiam.

"Buat apa?" tanya Fai lagi. Fathir bangkit lalu berjalan menuju sepeda motornya tanpa menjawab pertanyaan dari Fai.

"Lohh, Fathir mau ke mana? Uangnya buat apa?"

"Fathir!" geram Fai.

"BUAT BELI SABU!" sahut Fathir bergurau. Mata dan mulut Fai seketika membulat lebar.

"Hah sabu!" ucapnya tak percaya.
Fathir terkekeh melihat ekspresi wajah Fai. Tanpa berkata lagi, ia langsung menarik pedal gasnya meninggalkan Fai.

Sabu? Fathir? Aku gak nyangka.

•   •   •

Jofisa

Chaira
Assalamualaikum
Semuanya!

Viona
Wa'alaikumussalam
Sendirinya 🤣

Gelas KacaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang