01

22 2 0
                                    


Selamat pagi dunia, selamat menyambut hari baru. Pastikan bahwa hari ini akan menyenangkan.

Faizah Lusyiana—biasa dipanggil Fai. Gadis berumur 16 tahun itu kini tengah mengenyam pendidikan di bangku kelas 11 SMA semester akhir. Fai terbiasa hidup sederhana sejak kecil bersama kedua orangtuanya dan adik lelakinya yang baru berumur 7 tahun.  

Jam dinding menunjukkan pukul 07.15. Fai tergesa-gesa berlari keluar rumah. Jangankan untuk sarapan, bercermin saja ia hampir tidak sempat. Entah bagaimana nasib jilbab sekolahnya saat ini. Fai berdiri di tepi jalan menunggu bus yang lewat. Hatinya sangat tidak tenang, bagaimana jika ia terlambat ke sekolah? Oohh haruskah paginya ia habiskan untuk memungut sampah. Harusnya ia semalam tidak tidur larut malam karena membaca novel.

5 menit berlalu, Fai masih belum melihat ada bus yang lewat. Hatinya semakin tak karuan. Tiba-tiba sebuah sepeda motor berhenti tepat di depannya. Fai menelan salivanya. Siapa dia?

Seorang pria turun dari sepeda motor itu dan menghampiri Fai. "Nungguin siap, Kak?" tanyanya.
Fai masih terdiam sambil menatap pria dengan helm yang masih terpasang di kepalanya itu. Sepertinya pria itu menyadari kebingungan Fai. Ia kemudian melepaskan helmnya.

"Hehe, lupa lepas helm," ucapnya terkekeh. Fai mengehela nafas lega saat mengetahui bahwa pria itu adalah adik kelasnya—Rafa. Keduanya saling mengenal karena mereka sering bertemu dalam kegiatan rohis.

"Belum dijawab, nungguin siapa?" tanyanya lagi.

"Bus," jawab Fai. Rafa menengok ke arah jalan. "Sepi, gak ada bus."

"Ikut Rafa aja gimana?" tawar Rafa.
Fai menggeleng pelan.

"Gapapa tenang. Gak kebut-kebut koq, hehe." Awalnya Fai tetap ingin menolak, tapi Fai rasa ia takkan menemukan bus lagi. Bisa-bisa ia terlambat ke sekolah nantinya. Akhirnya Fai menyetujui ajakan Rafa.

Alhamdulillah
Fai bernafas lega. Beruntung Bell berbunyi tepat saat dia sampai di sekolah. Jika ia masih menunggu bus tadi, mungkin Fai akan benar-benar terlambat. Fai bergegas menuju kelasnya.

Sesampainya di kelas Fai sudah disambut kedua sahabatnya dengan berbagai pertanyaan.

“Kamu dari mana aja, Fai. Kita nungguin kamu tau," ujar Viona.

“Iya nih, nggak biasanya kamu telat, Fai," sahut Chaira.

Fai tersenyum. “Aku tadi bangun agak kesiangan, trus gak dapet bus juga. Jadi ya gini."

"Pantesan jilbab kamu menyot-menyot," kata Chaira sambil terkekeh.

"Terus kamu berangkatnya gimana?" tanya Viona bingung.

“Tadi bareng Rafa, kebetulan ketemu di jalan."

Chaira menopang pipinya. "Hemm, Rafa siapa?”

"Ya ampun, adik kelas kita Ra?"

“Yang mana, Fai? Hihi Chaira lupa."

"Pake motor apa? Biasanya aku tau kalo motornya." Chaira memukul dahinya pelan. "Bisa-bisanya kamu hafal motornya, Vi.”

Fai terkekeh melihat kelakuan dua sahabatnya itu. Ia memutar otaknya mengingat motor Rafa. "Hem, motor apa ya? Aku gak tau. Vixion warna putih kayaknya. Namanya Vixion bukan sih?”

Fai menggaruk kepalanya. Jujur saja Fai tidak banyak mengetahui soal nama dan jenis-jenis motor. Yang Fai tau hanyalah; motor matic, motor besar, motor ninja, motor bebek, dan motor trondol alias motor ecek-ecek yang sering dipakai tetangganya saat ke kebun. Dan sepeda motor Rafa masuk dalam kategori motor besar.

Viona dan Chaira mengangguk paham. "Ooh, Rafa yang itu," kata Chaira dan Viona kompak.

"Betul!"

"Emm ... yang mana ya, Vi?"
Viona mendatarkan raut wajahnya. "Kirain dah inget, Ra."

"Hehe," Chaira terkekeh pelan.


“Pelan-pelan, Vi," peringat Fai saat melihat Viona melahap baksonya dengan cepat.

“Laper, Fai." Fai hanya menggelengkan kepalanya, lalu kembali melahap bakso miliknya.

Brak ...

Seseorang melemparkan buku ke atas meja Fai dan Viona. “Bantuin gue dong!"
Fai dan Viona menoleh ke arah sumber suara. Seorang pria berdiri tegap di samping mereka.

"Dih, cara lo minta tolong aja gitu. Ogah!" tolak Viona. Begitulah Viona, ia selalu mengondisikan cara bicaranya sesuai dengan lawan bicara.

Fathir— pria yang melemparkan buku tadi ikut duduk bersama mereka. “Pelit banget lo, Vi!"

"Yee biarin. Thir, lo mendingan jangan satu meja sama kita deh."

"Lo ngusir gue?"

"Bukannya ngusir, tapi nooh!" Viona menunjuk ke arah sekelompok gadis yang menatap mereka tajam.

"Lo yang nyamperin kita, tapi yang di julidin sama mereka itu kitanya."
Fathir tak terlalu menghiraukan ucapan Viona.

Tak berselang lama, Chaira datang menghampiri mereka.
"Assalamualaikum everybody!"

"Wa'alaikumussalam," jawab semuanya kompak.

"Kamu dari mana, Ra?" tanya Fai.

"Sholat dhuha, Fai."

"Masya Allah, tularin aku dong Ra," kata Viona sambil terkekeh.

"Kalian kenapa gak sholat? Hayooo!"
Fathir dan Viona hanya meringis menunjukkan barisan giginya.

“Kamu, Fai. Biasanya ikut sholat dhuha?"

"Hehe aku lagi dapet, Ra." Chaira mengangguk paham. Ia lalu pergi membeli makanan. Hanya butuh waktu beberapa menit, Chaira sudah bergabung kembali dengan teman-temannya.

Suara bising terdengar tak jauh dari mereka berada. Fai melihat sekelompok murid yang tengah berjalan memasuki kantin. Mereka adalah kakak kelas Fai.

Mata Fai tertuju pada sesosok pria yang berjalan paling depan. Ia yang paling banyak mencuri perhatian dibanding yang lainnya. Pria itu—senyumnya sangat manis dan menawan.

“Fai!” panggil Chaira. Fai refleks terkejut. Ternyata Chaira sudah memanggilnya sejak tadi, namun Fai justru fokus menatap kakak kelasnya itu.

"Kamu kenapa?"

"Hehe gapapa."

"Kapan-kapan belajar bareng yuk! Bentar lagi kan ulangan akhir semester. Kita butuh persiapan mateng nih," ajak Chaira.

"Ayook!" jawab Fai dan Viona kompak.

"Fathir mau ikut?" tawar Chaira.

"Gak deh," jawab Fathir sambil menatap layar ponselnya.

"Iyaa iyaa yang udah pinter. Tapi pinter doang, tugas aja minta bantuin," ledek Viona.

Fathir menarik sudut bibirnya ke samping. Ia mengambil buku yang dilemparkannya tadi. "Gue bisa ngerjain sendiri, tapi lagi males aja." Fathir bangkit lalu pergi meninggalkan mereka.

"Dasarr!"

•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•
Haloo!
Assalamualaikum!
Welcome to my story

Jangan lupa
Vote+comment!

Happy reading:)

Gelas KacaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang