Fai tak menyangka, pertemuan dengan seorang kakak kelas akan menjadi awal dari kisah bersejarah di hidupnya. Seseorang yang mampu memberi warna baru di setiap hari-harinya. Meskipun Fai sendiri tak tau, kisahnya akan berakhir dengan warna pelangi at...
Ku memang masih lugu, hanya tau kamu ... Dan tak berfikir tuk dekat yang lain ... Kini ku tau kamu ku tau asli mu ... Sorry sorry ku sudah lupakan kamu
Fai bersenandung dengan riang. Ia suka lagu itu. Mungkin karena lagu itu sering dinyanyikan teman-temannya.
"Dan akhirnya ku move on darimuuu wooooo ...."
Fai meletakkan buku yang di pegangnya di atas meja. Ia baru saja selesai merapikan buku-buku sekolahnya. Dengan senyum merekah, Fai langsung melompat ke atas kasur. Matanya menerawang langit-langit kamarnya.
Aish!
Menyebalkan sekali. Mengapa setiap ia menatap ke atas sana selalu saja terlihat reptil kecil yang licik itu. Licik? Ya, Fai pernah mendengar kisah cicak meniup-meniup api yang sedang membakar nabi Ibrahim. Sungguh reptil kecil yang menyebalkan. Ditambah lagi kotorannya yang suka nemplok di buku Fai. Arggg!
Fai mengubah posisinya menjadi tengkurap. Ia ambil sebuah bantal untuk menyangga kepalanya. Kakak cowo yang tadi?
Tiba-tiba saja Fai memikirkannya. Fai tak menyangka akan bertemu seseorang yang selalu mencuri perhatiannya di sekolah itu.
Tadi itu adalah yang pertama kalinya bagi Fai berbicara dengannya, setelah 2 tahun berada di sekolah yang sama tentunya. Fai sering melihatnya saat di kantin dan di lapangan sekolah. Orang bilang dia itu populer, banyak yang naksir dan mantan kapten basket sekolah.
Fai tak habis pikir, kenapa kapten basket di sekolahnya selalu adalah pria tampan, bahkan yang sekarang pun juga tampan. Mungkin kah sekolahnya menjadikan syarat ketampanan untuk bisa menjadi kapten basket.
Fai kembali membalikkan badannya. Untung saja cicak tadi sudah pergi. Kalau tidak, Fai menjepret cicak itu dengan karet gelang. Fai menarik dan memeluk bantal guling di sampingnya. Pikirannya kembali melayang. Seseorang dipikirannya berhasil membuat senyumnya muncul begitu saja.
"Nama kakak itu Rey, ya?" Bahkan Fai tak yakin dengan namanya. Dulu, Viona juga pernah menyebutkan nama pria itu tapi Fai lupa.
"Dia itu kelas 12 IPS 1 apa 12 IPA 2, ya?" monolog Fai. Haduh, kepalanya jadi terasa pusing. Yang Fai tau dia kelas 12 IPS 1, tapi Fai juga pernah mendengar dari beberapa siswi bahwa dia kelas 12 IPA 2. Entahlahh!
Fai mengambil ponselnya. Mungkin mengobrol dengan sahabat-sahabat dapat sedikit menjernihkan pikirannya. Fai tersenyum karena bersama ia membuka WhatsApp, Chaira juga update story. Fai selalu penasaran dengan postingan sahabat-sahabatnya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ini bukan pertama kalinya, sering kali Fai tertampar dan terjungkal oleh postingan sahabatnya yang satu ini. Tapi tidak apa, kata orang justru kalau kita tidak tersindir dengan kalimat/nasihat kebaikan berarti hati kita keras.
"Tapi kan hati bukan panca indra?" Fai memukul kepalanya sendiri. Itu kan menurut pelajaran biologi-nya. Mungkin yang dimaksud di sini berbeda.