12. Sepotong Cokelat Kenangan

72 8 4
                                    

Malam itu udara tidak begitu dingin, tapi hati Ibnu terasa beku ketika dua orang polisi datang ke rumah, ditambah dengan Galuh yang berlari ke arahnya memaksa untuk dibuatkan susu. Belum lama polisi pergi usai mengabarinya, Genta, Irgi dan Restu datang. Hal yang paling Ibnu takutkan sejak sore benar-benar terjadi.

Sebelumnya, Ibnu mendapat telepon dari Elga. Wanita itu menangis di sebrang sana. Detak jantungnya bekerja dengan cepat saat Elga mengatakan kalau Fariz kecelakaan saat akan menyebrang. Entah bagaimana ceritanya, mendengar semua yang Elga katakan seolah tak percaya. Tapi bukti telah berada di depan matanya. Dompet milik Fariz yang sempat diberikan oleh polisi.

"Ibnu, mending Lo pulang, ajak Galuh sama Elga juga. Biar gue sama Irgi di sini," ucap Restu. Lelaki yang sampai detik ini masih setia berdiri disamping Fariz meski mereka sudah memiliki kehidupan masing-masing.

"Anaknya nangis kalau gue ajak pulang, di rumah pasti minta ke sini terus nanti. Bisa-bisa besok dia nggak mau sekolah. Buat malam ini aja, biarin gue yang jagain mereka. Makasih, Lo udah mau datang, tapi mending Lo pulang aja, Bang. Kasian istri sama anak Lo di rumah, mereka juga pasti khawatir." Kali ini Restu tidak menahan atau mengatakan hal yang nantinya membuat Ibnu patah hati karena ucapannya.

"Fine, kalau ada apa-apa nanti, kabarin gue. Lo juga harus jaga diri, kalau sempat gue ke sini besok." Ucap Restu sebelum lelaki itu pergi membiarkan Ibnu kembali berdiri sendiri dengan lukanya.

"Masih ada kita, kalau Lo lupa, gue ingetin. Lo nggak pernah sendiri buat jadi orang yang paling sayang sama Abang Lo."Ibnu menoleh, ia selalu menunduk jika Genta sudah berkata bahkan cowok itu akan menguatkannya di saat semua orang menjauh.

Ibnu terlalu berisik untuk Fariz, bahkan lelaki itu akan membatasi ruang gerak adiknya sendiri dan itu bukan tanpa alasan.

Banyak kisah yang terpisah dari lembarannya, banyak kata yang tidak semua ada makna sebenarnya. Tapi Ibnu selalu percaya pada kenyataan yang sebenarnya tentang kisah, jejak dan ingatan  dalam sebuah rasa.

Dulu pernah terluka, walau luka itu akan kembali lagi nantinya. Setidaknya Ibnu perna belajar untuk menembus luka itu, agar tidak  terlalu sakit. Kali ini Ibnu harus kembali tersadar tentang kata di balik puisi dengan kalimat yang cukup minim untuk dibaca. Puisi yang pernah ditulis dalam sebuah cerita masa lalu.

Seseorang pernah bahagia, pernah terluka, pernah kecewa, dan pernah sakit dalam waktu bersamaan.  Tapi  seseorang itu juga punya obat dari semua yang dialaminya, mungkin setiap obatnya akan berbeda, begitu juga dengan Ibnu dan Fariz.

Terlebih, saat ini obat yang mereka punya telah hadir dalam ruang hati yang telah disiapkan sebelumnya. 

"Kak, mending Kakak pulang dulu, Irgi antar gimana? Kasian Gala," kata Irgi. Suaranya telah mendominasi di saat semua orang terlelap di rumah masing-maisng, mereka justru berdiri di depan ruang rawat Fariz. 

"Iya, Kak. Pulang aja, Bang Fariz biar aku sama Ibnu yang jaga, kasian Gala udah tidur begitu, pasti dia capek banget."

Elga sama sekali tidak menjawab apa pun. Wanita itu justru memalingkan pandangannya pada Ibnu yang kini kembali duduk dengan kepala tertunduk.  

"Lihat Kakak, Nu," katanya. Irgi tidak tahu apa yang akan Elga lakukan, tapi dengan cepat Irgi mengambil alih Galuh yang terlelap dalam gendongan Bundanya.  Meski anak itu menggeliat karena tidurnya terusik, namun setelahnya Galuh kembali terlelap dengan damai.

"Kakak harap kamu nggak tuli, lihat Kakak Nu." Elga tidak ingin Ibnu kembali dalam trauma masa lalunya karena hal ini, ia juga tak pernah menginginkan kejadian hari ini terjadi di kemudian hari. Elga pun memilih bersimpuh di hadapan Ibnu, sambil menggenggam kedua tangannya yang terasa bergetar. Genta melihatnya, ia tidak menyadari kalau sejak tadi sahabatnya sedang menahan rasa takut agar terlihat biasa saja.

JEJAK ASA (Selesai)✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang