10. Manggala

75 11 0
                                    

Kalau saja tadi malam Ibnu tidak bangun, mungkin pagi ini ia sudah bersusah payah membawa kasur cantiknya bertengger di halaman belakang rumah karena ulah Galuh.

Sejak semalam keponakannya mengigau. Pagi ini anak itu sudah siap dengan seragam sekolahnya.  Tinggal di kota yang cukup populer di manca negara, membuat Ibnu bertanya-bernyata.  Kapan terakhir kali ia mendaki dan berlibur.

Jika saja Fariz tidak sibuk, mungkin Ibnu sudah pergi setiap minggu. Tapi ekspetasi dan realitanya selalu berbanding terbalik. Ia akan berdiam diri di rumah setiap minggu  sambil mengurus keponakannya.

Sedekat apa pun Galuh pada Fariz, anak itu akan tetap mencari Ibnu jika ia tak ada. Sederhananya, Ibnu adalah teman yang baik meski statusnya adalah seorang Om, adik dari Fariz.

"Om, ke mana Bunda?" Sudah hampir lima kali  Galuh bertanya, padahal di sana ada Fariz yang jelas-jelas ayahnya.

"Bunda nggak tahu, Sayang. Cepat habiskan sarapannya. Nanti berangkat sama Papa, ya?"

Galuh mengangguk, tapi matanya masih menjelajah ke seluruh ruangan, ia belum melihat keberadaan Ibnu sejak bangun tidur. 

"Kamu cari siapa?"

"Om!"

Binar matanya menunjukkan kalau anak itu senang saat Ibnu datang dengan pakaian yang kotor. Cepat-cepat anak itu turun dari kursinya dan berlari ke arah Ibnu. Dipeluknya Ibnu begitu erat  sampai si pemilik kaki jenjang itu menunduk.

"Galuh, sarapannya di habisin dulu, Sayang."  Suara lembut Elga selalu menjadi pengacau jika dua orang di hadapannya sedang bersama. Ibnu pun berjongkok, kemudian mengusap wajah anak itu dengan lembut.

"Bunda udah manggil, sarapan dulu sana. Pulang sekolah nanti, Om yang jemput, gimana?" ucap Ibnu. Ibnu bisa melihat senyum Galuh yang begitu manis sampai matanya ikut menyipit. Setelahnya anak itu pun memeluk IIbnu lalu memegang pipinya dengan gemas.

"Beneran, ya, Om. Nanti, Om jemput aku." Tentu itu membuat Elga terkekeh. Putranya begitu berambisi bila Ibnu ada di rumah. Ibnu pun mengangguk, kemudian mengusap lembut rambut keponakannya.

Girang yang Galuh perlihatkan membuat Fariz terdiam sejenak. Ia mengamati setiap kali putranya sedang bersama Ibnu. Ada jejak yang lagi-lagi mengingatkan Fariz akan kenangannya bersama Galuh dan Ibnu.

Fariz ingat saat di mana Ibnu datang dan langsung menghadiahi adik bungsunya dengan peluk erat sampai anak itu meronta sebal.

Tapi siapa yang menduga, Galuhnya berbeda dengan adik kesayangannya. Anak itu tampak terlihat bahagia tak peduli Ibnu sudah mandi atau belum. Bahkan saat Ibnu  berkeringat saja, Galuh tak peduli. Ia akan tetap memeluk cowok itu sampai puas.

"Galuh, sini, sarapannya dihabiskan dulu, Papa mau berangkat lho,"

Dengan begitu semangat, sampai Ibnu terkejut. Anak itu menciumnya begitu senang  dan lari menghampiri Elga yang sejak tadi berdiri memintanya untuk menyelesaikan sarapan.

"Bang, anak Lo bucin parah sama gue." Tentu, siapa yang tidak tahu akan hal itu. Bukan hanya putranya, adiknya dulu juga sama. Terlalu mencintai Ibnu dan sangat sayang pada cowok itu.

💫💫

Udara di kota Jakarta saat ini belum begitu buruk, meski kendaraan sudah padat merayap dijalanan Ibukota. Sebelum Ibnu berangkat, Ibnu mendapat pesan singkat dari Genta untuk segera datang ke pabrik cokelat yang sudah lama berdiri, meski tidak terlalu besar, tapi di sana Ibnu yang bertanggung jawab jika ada sesuatu.

"Ada yang coba sabotase, makanya gue telepon Lo ke sini," Ibnu mencoba untuk tenang, tapi selalu gagal. Emosinya sudah memuncak saat tahu kalau yang dilihatnya tdi adalah Miko. Cowok itu keluar dengan sangat mencurigakan. Padahal hari ini ada jadwal latihan bersama yang lain untuk pendakian berikutnya dengan  para pendaki yang lain, dari luar daerah.

JEJAK ASA (Selesai)✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang