30. Relakan Berpisah

85 4 0
                                    

Benar-benar mustahil untuk mengatakan kalau wajahnya sangat mirip, tidak ada cacat sedikit pun jika dilihat dengan saksama. Baru pertama kali Desga menemukan sosok yang begitu nyata di hadapannya. Apalagi ketika ia berbicara dengan Restu saat diperjalanan. Desga pikir Restu berbohong, ia belum percaya kalau yang dikatakan Restu benar-benar ada.

"Bang Res nggak lagi ngeprank, kan? Apalagi buat ngeprank Bang Fariz sama Ibnu?" Pertanyaan yang sama kembali terdengar setelah hening hampir membuat keduanya bosan.

"Gue nggak akan bohong, gue sama Glan lagi di taman, ini kali kedua gue lihat orang itu."

"Gila, mana ada mayat bisa reinkarnasi, vampir kali."

"Mirip bukan berarti sama. Gue cuma penasaran, dia siapa dan ada urusan apa sampai datang ke sini."

Lagi dan lagi, Desga kembali dalam pikirannya. Diam dan mengabaikan semua kemungkinan yang akan terjadi. Terlebih jika Ibnu atau Fariz tahu. Keduanya akan kembali membuka luka mereka yang mungkin saat ini sudah mulai mengering.

Sementara di rumah sakit, kedatangan Genta dan Luki justru hampir membuat keributan. Di saat tenang, Luki tak sengaja membicarakan perihal ucapan Restu yang kabarnya bertemu dengan sosok yang sama. Kebetulan Ibnu keluar setelah membujuk keponakannya untuk makan. Mereka yang ada di sana seketika terdiam.

"Siapa yang kalian maksud?"

"Lo nggak dengar?" Ibnu menggeleng, tentu saja dia tidak mendengarnya dengan jelas, karena suara Galuh yang menjerit berhasil mengalihkan pandangannya.

"Itu, Iwan katanya mau nikah."

"Kalau itu gue udah tahu, kan, dia ke rumah gue hampir tiap hari," balas Ibnu. Luki dan Genta benar-benar bingung. Tentu saja Ibnu tahu, toh, setiap kali Iwan diabaikan oleh kekasihnya, cowok itu akan datang ke rumah Ibnu untuk bertemu Galuh. Anak kecil yang kini sedang menjadi tahanan rumah sakit.

"Om Nu," panggil bocah yang kini sudah berdiri di sebelahnya. Tak lepas dari pengawasan, Ibnu melirik ke sebelah keponakannya. Nirmala yang diminta untuk tetap di dalam membuat Ibnu sedikit lega sebenarnya. Ia bersyukur karena Nirmala mampu membunuh rasa bosan Galuh, setidaknya untuk mengalihkan semua pikiran buruk tentang malam itu.

Ibnu memilih berjongkok meyejajarkan tingginya dengan anak kecil yang masih mendongak sebelum pandang mereka bertemu. Sebuah peluk hangat menyapa, tak lupa kecup manis yang selalu Galuh sisikan untuk Ibnu ketika cowok itu sedang merindukan adiknya.

"Kata Bunda, aku boleh jalan-jalan sama Om sama Bu guru Tante," ujarnya semangat. Namun, mata sayu itu tak bisa berbohong, walau anak itu menolak untuk berkata jujur.

"Kepalanya masih pusing, nggak?" tanya Ibnu memastikan kalau kerut di dahi anak itu bukanlah pertanda yang selalu ia khawatirkan.

"Enggak, Om. Pusingnya udah ilang," katanya. Melihat Ibnu dengan sikap lembut, terkadang membuat Genta bertanya-tanya, apakah ilusi itu masih ada? Atau-yang sebenarnya memang tidak pernah pergi ke mana pun? Genta segera menggeleng, melepas semua peluh yang selalu terlihat samar itu lolos dari pelupuk matanya.

"Jadi, mau digendong atau jalan sendiri?" Galuh tampak menimang tawaran yang dilontarkan Ibnu, setelahnya Galuh pun merentangkan kedua tangannya yang disambut baik oleh Ibnu. Tawa mereka terdengar sampai ke dalam ruangan, membuat Fariz dan Elga ikut serta bergabung sampai tak memberi ruang pada celah pintu masuk.

Meski sedikit ragu untuk membawa keponakannya jalan-jalan sore, Ibnu tetap melangkahkan kakinya meninggalkan orang-orang yang kini saling memandang satu sama lain. Terlebih Fariz, sorot matanya tak pernah berhenti menatap punggung tegap Ibnu yang mulai menghilang dari pandangnya.

JEJAK ASA (Selesai)✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang