Galuh selalu berkata pada Fariz atau Elga tentang Ibnu. Om yang selalu menjadi panutan katanya. Entah berawal dari mana, setidaknya Elga tidak terlalu khawatir siapa yang putranya jadikan contoh. Walaupun sesekali ada rasa kesal yang terkadang sulit untuk diatur.
Kali ini Elga yang mengalah bukan karena ia lelah berbicara panjang lebar dengan Ibnu. Hanya saja, ia sadar orang yang bersama Ibnu akan ngambek jika Ibnu pergi tanpa pamit. Elga hampir saja melupakan satu fakta yang sampai detik ini masih membuatnya heran.
Bahkan saat Elga bertanya pada putranya, anak itu berkata dengan begitu lantang kalau dirinya mengidolakan Ibnu. Sungguh jawaban yang labil. Padahal sebelum itu Galuh berkata kalau papanya sangat keren dan dia begitu mengidolakannya.
"Ibnu nggak jadi ke sini?" Pertanyaan yang sama sebelum Fariz benar-benar memasuki ruang operasi.
Elga hanya menggeleng, kemudian mengusap lembut tangan suaminya. Setelahnya ia pun menggenggam tangan Fariz lalu mencium punggung tangannya sambil memejam sejenak. Tak lama ia pun kembali membuka matanya, meski perasaannya sangat tak karuan, tapi ia harus menyemangati Fariz. Setidaknya ia bisa menyelesaikan satu tugas lain yang belakangan sangat mengganggu pikirannya."Nanti dia ke sini, kamu harus bisa lewati semuanya. Soal Ibnu, kamu nggak perlu pikirin. Nanti, biar aku yang bicara sama dia. Aku tunggu kamu di sini, bertahan sampai akhir, ya, kamu pasti kuat."
Fariz tersenyum, benar-benar langka menurut Elga bisa melihat senyum seorang Fariz. Perlahan genggam tangannya terlepas bersamaan dengan brankar yang kini telah menghilang di balik pintu ruang operasi.
"Kak El!" Elga menoleh, di sana ada Irgi dan Reka. Dua orang yang tengah berjalan ke arahnya dengan raut wajah yang terlihat khawatir.
"Kalian ke sini? Kerjaan kalian gimana? Kalau Fariz tahu, dia bisa marah nanti. Kamu juga, Reka, katanya kemarin udah balik buat lanjut kuliah, sekarang apa? Kalian mending pulang." Lirih suara Elga membuat keduanya menggeleng bersamaan. Ada kerut halus yang Elga perlihatkan, hanya saja di detik berikutnya Elga justru memalingkan wajahnya dari Irgi dan Reka. Ia tak ingin mereka tahu lewat sorot mata yang saat ini benar-benar sedang khawatir.
"Aku udah izin, lagian aku menunda ke-pulanganku karena alasan lain." kata Reka dengan penuh percaya diri. Meski alasan sebenarnya ingin lebih lama bersama Galuh, walau anak itu sangat kesal dengannya karena kejadian di pemancingan beberapa waktu lalu.
"Bukan alasan lain, tapi kamu memang belum berniat kembali karena Manggala, kan?"
"Kak, tolong sekali ini aja. Biar kita bantu Kakak jaga Gala bareng-bareng. Apalagi sekarang Bang Fariz nggak baik-baik aja. Mana bisa tahan Gala lihat Papanya sakit. Yang ada dia over protektif nanti, sekali aja, ya?"
Irgi memang keras kepala, bahkan cowok itulah yang jauh lebih banyak bicara daripada Reka. Walaupun mereka sahabat dekat, tetap saja, Reka akan kalah dengan Irgi yang statusnya teman baik dari Galuh almarhum adik iparnya jauh sebelum Reka hadir.
"Gi, Kak El bukan nggak mau terima bantuan kalian, tapi Kakak nggak mau kalian mengenyampingkan urusan kalian untuk keluarga Kakak. Kak El bisa urus ini sendiri. Lagi pula, ini nggak berat, kok."
Lagi-lagi Irgi menggeleng, kemudian memegang bahu Elga seraya meyakinkan wanita yang saat ini masih berdiri di hadapannya.
"Nggak ada namanya orang asing di saat kita sudah saling percaya untuk menjaga satu sama lain. Galuh nggak pernah ngajarin aku tentang perbedaan walau sebatas kawan, bahkan mamaku nggak pernah membedakan antara aku sama Galuh ketika dia masih ada. Kerabat dekat bukan cuma sedarah atau yang terikat karena persaudaraan antar keluarga, kan? Bang Fariz juga Abangku. Om Brian, Tante Desti, Juniar, Om Regi Tante Kamila, dan yang lain, mereka juga keluargaku. Termasuk Kak El dan Gala. Kalian bukan orang lain, jadi tolong biarin aku, Reka sama yang lain bantu kalian." Elga tertegun mendengar ucapan Irgi yang selalu bisa membuatnya menunduk. Meski tahu Irgi jauh lebih muda darinya. Tetap saja, pemikiran Irgi jauh lebih dewasa karena sosok yang selalu membuatnya mengerti tentang kasih sayang.
KAMU SEDANG MEMBACA
JEJAK ASA (Selesai)✅
RomansaSetiap insan pernah berbuat kesalahan, pernah menyelem sampai ke dasar hanya untuk mengukir kenangan lama, lalu mengakhirinya dengan senyum bahagia. Dulu memang terluka, cerita lama telah usai, begitu katanya. Namun, badai baru datang kembali menyi...