32. Déjà Vu [ bonus part ]

431 50 1
                                    

Lelaki itu berdiam sembari menatap sendu nisan di depannya. Tidak ada isakan, tidak ada tangisan, yang ia lakukan hanya diam dengan kedua tangan yang menggantung sembari menggenggam satu tangkai bunga tulip putih.

"Teh, Haechan minggu depan wisuda, loh," Ucapannya tergantung. Masih tetap memperhatikan nisan dihadapannya.

"Haechan keren ya bisa lulus tepat waktu," Matanya mulai memanas, dadanya sedikit sesak. Bahunya mulai bergetar ketika bulir-bulir mulai terjun bebas di pipinya. Terdengar isakan kecil, siapapun yang mendengarnya bisa ikut merasakan bagaimana sakitnya.

"Mampir ke mimpi Haechan ya, kasih Haechan selamat." Suaranya tersendat-sendat seiring dadanya yang makin sesak. Lelaki itu berjongkok, meletakkan setangkai bunga tulip putih itu di samping nisan bertuliskan Hanni.

"Haechan kangen sama Teteh, Abah sama Ambu juga kangen," Lelaki itu masih sibuk menetralisir tangisnya yang mulai mengeras.

Lelaki itu menarik nafas panjang, ia panjatkan doa untuk Tetehnya, yang lalu beranjak pergi dan berjalan menuju mobil yang terparkir di depan lingkungan makam. Ia tidak kuat jika harus berlama-lama menatap nisan Tetehnya. Ia selalu saja terbayang-bayang bagaimana Tetehnya ketika masih hidup. Caranya tertawa, caranya tersenyum, caranya marah, caranya menasehati ketika dirinya salah.

Haechan mampu mengingat dengan jelas setiap detail dari setiap visual nya. Lekukan bibir yang indah ketika tersenyum, alis yang mengerut ketika bingung, bibir yang terkulum ketika sedang sendu.

Haechan selalu sayang Teteh
.

.

.

.

.
genuinely end

FOOLS || LEE HAECHAN ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang