"Aku penasaran, sebesar apa dia membenciku hingga memberi hukuman seberat ini."
"Dia tidak pernah membencimu."
Elodie terkekeh. Mengejek dirinya sendiri atas kalimat Kelvin yang lebih terdengar seperti omong kosong untuknya. "Kau bahkan tidak pernah tau bagaimana rasanya tidak bisa mendengar deru napasmu sendiri."
Kelvin terdiam, membiarkan dua lengan kemejanya di remat kuat oleh tangan itu. Lidahnya mendadak kelu, merasa tidak bisa melihat perempuan ini lebih hancur lagi.
Perempuan yang selalu terlihat anggun kini menangis pilu di dadanya, gaun hitam polos yang masih melekat di tubuhnya terlihat sangat berantakan. Mirisnya lagi, tidak peduli seberapa banyak cairan bening itu jatuh, suara yang keluar dari sana terasa begitu dingin.
Seolah air mata itu jatuh dengan perasaan yang kosong.
"Ini sungguh sakit, Kelvin. Demi tuhan, aku takut," ujarnya lirih.
Kelvin merengkuhnya lebih erat, seolah kalau ia melepaskannya sedikit saja, perempuan ini akan berubah menjadi abu.
Elodie melepas pelukannya kasar. Ia bisa merasakan lehernya yang seolah dicekik oleh sesuatu berasamaan dengan tubuhnya yang luruh ke lantai. Tangannya menutup telinga erat seolah berharap segala berisik yang bersemayam di sana menghilang begitu saja.
"Sakit..."
"Kelvin..."
"Tolong aku..."
Kelvin kembali merengkuh saudarinya ketika ia mulai berteriak kesakitan.
Itu bukan tangisan, lebih terdengar seperti raungan binatang buas yang dipaksa masuk sangkar oleh api. Kukunya mencakar apapun yang dapat dia raih dari jas saudaranya.
Malam itu.
Semesta menjadi saksi dimulainya kutukan yang diberikan tuhan pada Elodie.Kutukan yang akan membuatnya terbelenggu dalam zona abu-abu. Hingga buih hangat dirinya akan beterbangan bak bunga dandelion yang diterpa angin begitu saja.
Hangat.
Indah.
Lalu hilang tanpa jejak.
KAMU SEDANG MEMBACA
PSYCHE
Teen Fiction"Helena, jika cinta adalah tentang kebahagiaan dan kesedihan. Lalu kenapa kita selalu memainkan bagian sedihnya?" Helena tersenyum samar mendengar pertanyaan adiknya itu, dia mencium aroma bunga peony putih di depannya lantas menjawab. "Karena untuk...