9. The Sunset

92 9 1
                                    

"Keajaiban akan turunnya hujan.
Kesediaaan untuk bersamamu."

Di sudut ruangan dengan puluhan karya seni yang tengah dipamerkan, Elodie berkali-kali membaca sederet kalimat dibawah lukisan yang tengah menarik perhatiannya. Ekor matanya beberapa kali berpindah dari lukisan dan kembali pada makna yang ditulis oleh sang perupa. Mencoba memahami apa yang sedang dirasakan sang pelukis saat ia membuat karya ini.

Manusia dan hujan ya?

Lukisan yang menunjukkan dua orang saling berpapasan di tengah padang pasir dan hujan yang mengguyur tubuh mereka membuat Elodie memikirkan beberapa makna yang tersirat di dalamnya.

Perpisahan.

Perbedaan.

Air mata.

Lalu...

Dua orang yang saling meninggalkan.

Elodie mendengus samar. Kalau dilihat lagi, ada dua jalur berbeda yang dilewati oleh si pasangan. Dibuat cukup kabur karena tetesan air hujan untuk menunjukkan bahwa  jarak tersebut menjadi alasan mereka berpisah yang sudah banyak dijatuhi air mata.

Setidaknya, itu tebakan yang Elodie lakukan sekarang.

Perempuan itu menarik dua sudut bibirnya lebih banyak. Di belahan dunia manapun, manusia tidak akan terlalu jauh dengan perpisahan.

Begitu juga dengannya.

Beberapa lama diam mematung di sana, Elodie baru memperhatikan sekitar ketika sadar seseorang baru saja menghentikan langkah di sebelahnya. Saat ia menoleh, Elodie dibuat kaget oleh seseorang yang paling tidak ia duga kehadirannya.

Orang ini lagi.

Perempuan itu tersenyum, menyapa. "Hai."

Beberapa detik tanpa jawaban, Gara belum juga menolehkan kepalanya dan menatap Elodie.

"Kamu suka lukisan?" Dia bertanya.

Elodie kembali menatap lukisan di depannya. "Iya," jawabnya.

"Kenapa?"

Perasaan sedikit tidak nyaman menghampiri Elodie ketika memikirkan alasan kenapa ia mengaku bahwa dirinya menyukai lukisan.

Karena dia memiliki seseorang yang sangat akrab dengan satu bidang seni ini.

Elodie bergumam sebentar. "Karena aku suka seni?" Jawabnya lalu terkekeh pelan. Merasa geli dengan apa yang baru saja ia katakan. "Kamu?"

"Aku juga suka."

"Alasannya?"

"Karena lukisan itu objek paling ajaib yang pernah ada," jawabnya.

"Kenapa?" Elodie tertarik.

"Karena lukisan itu sifatnya terbuka. Dalam satu lukisan, nggak mungkin semua orang mengartikannya dengan cara yang sama. Dalam lukisan juga," Gara menjeda sejenak. "Kita mungkin bisa tau sudut pandang seseorang."

Elodie mengangguk kecil beberapa kali.
Kalau diingat lagi, ini kali pertama ia mendengar Gara berbicara lebih dari dua kalimat. Dia tidak menyangka, orang yang selalu bertingkah kurang jelas di hadapannya menyukai sesuatu seperti lukisan.

"Kamu bisa lukis?" Dia bertanya penasaran.

"Cuma buat sketsa, sekedar hobi."

Elodie mengangguk lagi.

Tepat saat keduanya tidak lagi tau apa yang harus mereka bicarakan, seorang pembawa acara menarik perhatian pengunjung dengan beberapa kalimat pembuka. Tidak berselang lama, mic diambil alih oleh seseorang yang menurut Elodie, adalah seorang pemeran utama pada pameran hari ini.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 23, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

PSYCHETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang