Kangen sih, tapi yaudahlah keaadaan dah gak kayak dulu lagi.
-katakukiki-
...
SURABAYA, Juli 2021
"Kringg.."
"Kringg.. Kringg.."
Suara nyaring alarm mungil menggema diseluruh sudut ruangan, dengan jarumnya yang menunjukan pukul enam pagi. Terlihat seorang remaja tampan berkaos oblong dengan rambut hitam berantakan tidur dengan ditemani buku-buku sastra yang berantakan disampingnya.
Matanya terbuka perlahan menyesuaikan netranya dengan cahaya mentari yang hangat menyiraminya. Saat matanya benar-benar terbuka, ia terduduk dengan mata sedikit berair dengan sesekali menguap. Di luar sana, burung-burung berkicau mengucapkan selamat pagi dan berpesan padanya untuk memulai hari dengan sebaik-baiknya.
Tak lama berselang, remaja itu bangun dari tempat peristirahatan nyamannya dan mulai menggeliat kecil juga meregangkan tangannya lebar-lebar sembari mematikan bisingnya alarm yang sedari tadi besuara membangunkan pemiliknya.
"Bos muda! Dah bangun apa belum? Kalau sudah buruan turun!" sahut keras seorang wanita dari lantai bawah. Suaranya serupa kapas yang lembut, namun juga kuat serupa ombak secara bersamaan. Vokal itu telah menjadi hal pelengkap pagi indahnya.
"Astaga tante. Udah aku bilang, panggil aja aku Aksara!" balas teriak remaja itu dengan raut sedikit kesal dengan tatapan mata sinis dan bibir tertekuk manyun bak mulut bebek.
"Hahaha. Iyadeh Aksara gantengnya tante."
Dengan raut wajah tidak karuan, remaja berantakan dengan jiwa yang masih berceceran di mana-mana itupun melangkah menuju lantai bawah. Tungkainya melangkah gontai seolah mudah saja rubuh saat ditubruk angin. Tak tahu saja, tenaganya memang belum pulang ke raganya.
Remaja itu bernama Aksara Bagas Dewangga. Nama yang cukup kuno jika dibandingkan nama teman seumurannya sekarang. Bagaimana tidak, walaupun Aksara lahir di kota besar dengan modernisasi luar biasa, tapi ayah Aksara tetap memberikan nama klasik untuk anak semata wayangnya ketimbang nama berbahasa luar yang terkadang sulit diucapkan oleh para penghuni pribumi disini.
Aksara lahir di Jakarta pada 26 Mei, 18 tahun silam. Aksara terlahir dari kisah cinta antara Bapak Irwan Suryata Dewangga dan Ibu Anjani Ayuningtyas. Ayahanda Aksara sebenarnya merupakan pengusaha kaya pemilik salah satu perusahaan terbesar di Indonesia.
Lalu, Ibunda Aksara adalah seorang wanita sederhana dengan kecantikan, kelembutan serta kereligiusan luar biasa yang selalu senantiasa mengingatkan Aksara untuk selalu beribadah dan tak lupa Tuhan.
Beberapa minggu sebelum Aksara pindah. Aksara sempat bertengkar hebat dengan sang Ayah karena perbedaan pendapat tentang masa depannya. Ayahnya ingin Aksara belajar bisnis agar bisa melanjutkan kiprah sang Ayah.
Tapi Aksara sendiri sama seperti namanya, lebih menyukai huruh-huruf sastra dan dunia foto. Tentu saja, keinginan Aksara itupun membuat sang Ayah murka. Maka terjadilah pertengkaran hebat yang tentu didengar langsung oleh sang Ibunda.
Tangis sedu Ibunda Aksara ketika mendengar dua orang yang beliau sayangi bertengkar dan beradu mulut. Karena tak ingin melihat sang Ibu makin menangis, Aksara mengalah dengan sang Ayah. Tanpa pamit, Aksara pergi keluar untuk menenangkan pikirannya yang sedang kacau dan bimbang.
Setelah memikirkan dengan penuh persiapan dan pertimbangan tentang dia dan masa depannya. Aksara akhirnya memutuskan untuk pindah dan menetap di Surabaya bersama Nenek Suryani serta sang paman Ridwan Aji Dewangga juga istrinya Angraini Salsabilla dan putri semata wayangnya yaitu Anggi Putri Dewi yang masih duduk dibangku SMP.
Alasan Aksara pindah sebenarnya cukup klise, katanya Aksara ingin menjadi sedikit lebih dewasa dengan menentukan masa depannya sendiri, dan juga lelah karena hampir setiap hari bertengkar mulut dengan sang ayah karena harus mengikuti kemauannya.
Aksara sebenarnya adalah salah satu anak beruntung yang bisa merasakan bergelut dengan kemewahan. Tapi menurutnya semua itu buat apa jika tidak ada rasa kebahagiaan didalamnya, itu jawabnya.
Hari-hari sang Ayah hanya disibukkan dengan layar gadget, pekerjaan, dan rapat. Aksara merasa tak mendapat rasa kasih sayang sesosok Ayah seperti yang ia bayangkan dan sering Aksara lihat. Walaupun sebenarnya Aksara adalah murid yang cukup pandai dikelasnya, tetapi sang Ayah seolah tak pernah sekalipun menunjukkan rasa bangga atas kemampuan dan prestasi sang anak.
Sewaktu Aksara hendak pergi, hanya air mata sang Ibunda yang memberatkan langkah kakinya untuk melangkah. Setelah mengecup kening sang Ibu dan berusaha meyakinkannya untuk tidak khawatir dan meminta doa yang terbaik untuk dirinya dan kehidupan masa depannya.
Ditambah, Neneknya sekarang sudah mulai menua dan sakit, itulah yang menguatkan alasan bagi Aksara untuk pergi.
Sebelum Aksara beranjak pergi, sang Ibu sekali lagi meminta Aksara untuk tidak pergi demi Ibunya dengan diiringi derasnya air mata. Aksara yang melihat dan mendengar orang yang dicintainya itu menangis, merasa sangat bersalah dan merasa gagal sebagai seorang anak. Tapi apa boleh buat? Alhasil, dengan tekat yang kuat Aksara tetap pergi dengan membawa rasa bersalah dalam hatinya.
"Satu,"
"Dua,"
"Tiga,"
"Mah, maafin Aksara," batinnya sambil menahan tangis dan melangkahkan kakinya untuk melangkah. Karena pada dasarnya, Aksara membenci orang yang cengeng.
Dari jendela lantai atas, terlihat sang Ayah tengah menyaksikan putra kesayangnya pergi. Beliau mencoba terlihat tegar dan keras. Padahal di lubuk hati terdalamnya beliau ingin berteriak keras dan menarik raganya agar sang anak semata wayangnya tidak pergi dan melangkah jauh.
Tapi apa boleh buat? Ini juga demi sang anak agar Aksara paham sikap kedewasaan. Memang diluar terlihat sangat tegar, tapi jauh dihatinya yang terdalam sangatlah ambyar.
Semakin jauh Aksara melangkah, semakin dekat juga Aksara akan menjalani kehidupan barunya yang penuh kebangsatan dan ke tidak jelasan.
...
Bersambung >>>
Sehat selalu ya bagi yang baca! Sampai ketemu di chapter 2. ^-^
KAMU SEDANG MEMBACA
Aksara Sukma
RomancePertemuan yang singkat dan kenangan yang begitu melekat. Di bumi ini faktanya masih banyak manusia yang rela tersakiti dan dibuat hancur tapi tetap mampu bertahan. Membunuh kebahagiaan sendiri hanya untuk membuat kebahagiaan orang. Mampu mendengar...