h

383 65 20
                                    

NEE-SAN (Baji Keisuke)

Chapter 4

~*~

SUARA gunting perlahan menggema diruangan sepi itu. Kini hanya menyisakan seorang gadis kecil dengan wajah sembab tengah memotong surainya dengan perlahan. Tak memperdulikan jadi apa penampilannya nanti. Namun kata mitos, jika ingin melupakan masa lalu maka mulailah dari rambut. Setelah dirasa mencapai pundak, gadis kecil itu terdiam. Kedua manik cokelatnya masih terus berlinang air mata.

Kenangan sekitar tiga jam yang lalu masih membekas dikepalanya, membuat gadis itu frustasi dan hampir memilih menusuk gunting itu kearah dadanya daripada digunakan untuk memotong rambut. Pertengkaran orang dewasa. Dia benci itu. Hal yang selalu membuat ibunya menangis, terduduk dengan lesu, terjun dalam kesedihannya hingga lupa akan putri sendiri. Hari-harinya yang hanya diisi oleh doktrin dari ibunya yang seakan merusak dirinya semakin hari. Semakin membuat ia tak sama sekali percaya akan dunia luar yang begitu indah, namun juga mengerikan.

" Jangan mengharapkan apapun."

"Jangan jadi seperti ayahmu."

"Aku mohon, bencilah dunia jika ia memang tak menginginkanmu."

"Temui ibu saat kamu sudah merasa putus asa,  putriku."

Gadis kecil yang malang. Hidup dalam lingkup dunia yang kejam sejak dini, lahir tanpa mendapat perhatian seorang ayah. Dan saat dewasa, ia dihadapkan oleh kenyataan yang membuat gadis itu seolah memiliki banyak rupa. Yang selalu berganti, karena banyaknya sandiwara yang ia lakukan. Ia merasa wajahnya kaku, tak ingat kapan terakhir kali mengulas sebuah senyuman tulus.

Suara tangis bayi, membuat ia terbangun dari lamunan. Menoleh dengan gerakan perlahan pada sosok yang tengah menggeliat lucu diatas ranjang. Perlahan, ia menghampiri ranjang. Berusaha menguatkan hati melihat penampakan bayi tak berdosa itu, tengah menatap langsung kearah dirinya dengan manik cokelat yang sama.

Berhasil membuat sang gadis kembali tenggelam dalam tangisan, sembari dengan tangan yang perlahan digenggam oleh tangan kecil si bayi. Gadis itu menundukan tubuh, memeluk si kecil dengan erat. Tak lupa masih dengan air mata yang mengalir deras, ia berkata dengan patah-patah. Sedikit senyum terulas ketika ia mulai mengusap surai hitam legam itu.

"Maafkan aku, Keisuke."

***

Sehari setelahnya, kondisi [Name] mulai perlahan membaik. Hanya saja suaranya masih berat, serta sesekali kadang terbatung ringan. Keisuke juga sangat ketat dalam menjaga ibunya itu. Hanya ia atau Akane yang biasa memasakan makanan untuk [Name]. Meski Keisuke hanya memasak bubur, ia biasa membeli makanan instant selama [Name] sakit. Hal itu sudah menjadi kebiasaannya sejak awal menjadi kelas tujuh, Baji tak ingin merepotkan [Name] dengan segala keperluannya.

[Name] hari ini berencana pergi kebengkel Shinichiro. Ia sengaja mengambil libur dari pekerjaan karena masih merasa letih. Sekaligus jika ia merasa bosan, setidaknya teman masa kecilnya itu bisa menemani [Name] sama seperti sedia kala.

Ia satu tahun lebih tua dari Shinichiro, kadang [Name] suka menggoda pria itu untuk memanggilnya dengan cara 'Nee-san'. Omong-omong mereka sering berkomunikasi sejak kelas tujuh. Dimana Shinichiro masih senang sekali bolos latihan dojo. Sehingga kalah saing fisik dengan adiknya sendiri-- Manjirou.

Senyuman tipis mengembang dibibir [Name], wanita itu tertawa karena mengingat masa lalu dimana ia masih mengasuh Keisuke kecil. Benar-benar merepotkan, tapi saat kecil, Keisuke jauh lebih lucu dan penurut. Lelaki itu bahkan sangat menjunjung tinggi ikar tali persahabatan, [Name] senang melihatnya. Disaat itu pula, [Name] dan Shinichiro mulai dekat. Meski kadang Shin hanya suka mendengarkan keluh kesah [Name] karena kelelahan mengurus Keisuke kecil. Dimata Shinichiro, wanita seusianya itu tak nampak seperti seorang ibu. Tak jelas pasti apakah [Name] memang hamil muda, lantas melahirkan Keisuke. Yang pasti, Shin tetap menutup mulut untuk selama ini. Guna perasaan [Name] tidak terluka, karena mengurus bocah itu tak semudah yang ia sering bayangkan.

Ia juga sempat mewakili Mikey dan Emma saat pengambilan rapot. Shin melihat sendiri [Name] menjadi bahan perbincangan akibat usianya yang terlalu muda untuk dipanggil dengan sebutan 'mama'.

[Name] menarik nafas pelan, menatap pantulan dirinya dari depan cermin. Lantas tangan lentiknya bergerak untuk mendorong pintu, hingga bel diatasnya berbunyi. Mengagetkan Inui serta laki-laki bersurai hitam yang tengah memodivikasi motor itu.

Semburan merah tipis menghias pipi [Name], ia merasa gugup karena sudah cukup lama tak bertemu dengan Shinichiro. "Pagi, Shin." Sapanya dengan kaku. Kehabisan kata-kata manakala melihat perubahan pada diri Shin setelah lama tak berjumpa.

Shinichiro bangkit, sebelah pipinya dihiasi oleh bercak hitam oli akibat menguspanya menggunakan tangan. "[Name]!? Kamu??" Tanya Shinichiro dengan nada kaget. Ia hampir memeluk [Name] dengan erat jika tak ingat dirinya masih berlumuran oli sana sini.

"Bisa-bisanya kamu lupain aku, Shin!"

"Kamu makin cantik, gimana aku ga lupa!?"

"Heh— apa maksud kamu tadi??"

"Permisi.." Suara Inui membuat pertengkaran kecil dua orang dewasa itu berhenti. Mengalihkan atensinya pada Inui yang mengusap pipinya canggung. "Kenapa Inupi-kun?" Tanya [Name].

"Aku izin keluar biar gak ganggu acara reuni kalian,"

"Eh gausah. Boncel ini emang sus rusuh kalo debat, maaf ya Inupi." Kata Shinichiro yang berakhir diberi pukulan pelan dilengan kanannya.

"Shin!"

Setelahnya, Inui pergi keluar setelah berpamitan. Ia merasa tidak enak dengan dua orang yang nampak tengah kasmaran itu, layaknya sepasang kekasih pula.

Sebelum pandangan Inui berhasil menangkap sesuatu, tangannya keburu ditarik oleh seseorang kebelakang tembok toko Shinichiro.

"Sorry tiba-tiba kesini, Shin." Ujar [Name].

"Santai,"

"Aku, bukan. Maksudnya, ini tentang Keisuke. " [Name] memainkan jari jemarinya. Merasa cukup canggung untuk mengungkapkan hal ini pada Shinichiro.

"Keisuke? Dia berulah lagi?"

"Enggak juga sih."

"Perlu kuberi pelajaran?"

"Gausah, nanti kamu yang babak belur"

"Astaga, kam ngejek ceritanya?"

"Aduh, bisa kembali ke topik awal?"

"Jadi in.. tentang pertanyaan kamu dulu." Jawab [Name]

Shinichiro menaikan sebelah alisnya, "Pertanyaan? Yang mana?"

"Apa aku beneran ibunya Kei." Kata [Name]

"Oh, yang itu?" tanya Shinichiro ragu, pasalnya takut kembali menyinggung perasaan wanita itu.

"Ya, aku pengen jawabnya sekarang." [Name] mengulas senyum tipis.

"Aku, bukan ibunya Kei."

Shinichiro membelakkan matanya, tak percaya kalimat itu akhirnya keluar dari bibir [Name] sendiri.

"Kamu serius, [Name]?"

"Ya, kamu gak salah denger. Dia adik tiri aku". Balas [Name] dengan pelan, lebih tepatnya berbisik.

"Terus kenapa kamu suruh dia manggil kamu mamah? Kenapa— bukan kakak?"

"Masalahnya disitu. Kalau dia panggil aku kakak, hubungan kami pasti ga sedeket ini." Jawab [Name].

"Jadi sebenarnya, Kei itu anak dari siapa?"

"Dia anak—"

Brak!

"Heh! Siapa disana!?" Suara gebrakan cukup keras mengagetkan [Name] dan Shinichiro. Membuat mereka langsung berlarian keluar toko.

Tidak ada siapapun.

Shinichiro menyerit heran, lantas menyuruh [Name] untuk kembali masuk. Tak menyadari keberadaan dua pemuda bersurai pirang yang tengah ngos-ngosan dibelakang tembok.

***

"Lo yakin kita aman?"

"Ya tenang aja."

 ꪶ᭥𖣘࿆- - - - - - - - - - - - ଽˆּ๋᳝ٞׄ📃ֻּּֽۣ֬ꦿ

Note : gue capek mw sklh ptm wahyu
Adegan ngew ny udh deket

↬𝐍𝐄𝐄-𝐒𝐀𝐍! 〃 baji✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang