9.

168 27 1
                                    

💚💚💚💚💚💚💚💚💚
Warning!
Typo bertebaran, mengandung kata kasar dan konten dewasa. Bijaklah saat membaca, cerita ini hanya fiksi belaka dan tidak mungkin terjadi dikehidupan nyata. Hanya untuk konsumsi pribadi.
Selamat membaca.
.
.
.
.













💚💚💚💚💚💚💚💚💚

Jaemin mendudukkan dirinya dengan susah payah, tubuhnya terasa sangat berat dan pegal. Tentu saja itu terjadi, karena semalaman penuh dirinya berada dalam dekapan tubuh Lee Jeno. Oh, sungguh malam yang panjang bagi Jaemin.

Jaemin berdiam diri sebentar, matanya menangkap jam dinding yang menunjukkan pukul 05.30 pagi. Lalu mengalihkan pandangannya kepada sosok pria berambut blonde di sampingnya, Jeno masih terlelap dengan posisi menyamping. Jaemin perhatikan wajah itu lamat-lamat, betapa tampan sosok Lee Jeno yang berhasil membuatnya terpesona. Tanpa sadar, senyum Jaemin terkembang.

Jaemin terbayang kejadian kemarin, bagaimana Jeno yang menyelamatkannya, menenangkannya dan bagaimana pemuda tampan itu berhasil menarik masa lalu yang sudah susah payah Jaemin kubur dalam-dalam. Jaemin juga mengingat dengan jelas adegan ciuman dirinya dan Jeno.

"Omo, apa yang kau pikirkan Jaemin."- Batin Jaemin.

Jaemin sedikit memukul kepalanya dengan pelan. Dengan pergerakan yang sangat hati-hati, Jaemin menuruni ranjang dan segera keluar dari kamar Jeno. Pemuda cantik itu membawa tubuhnya ke dapur, mencoba mencari sesuatu untuk sarapan mereka pagi itu.
.
.
.
.













"Kau sedang apa?"

Suara berat Jeno berhasil mengejutkan Jaemin. Jaemin berbalik badan, menatap sejenak ke arah Jeno, lalu menundukkan kepalanya. Persis seperti anak kecil yang ketahuan mengacak-acak dapur milik Ibunya.

"Maaf, sudah lancang masuk ke dapurmu. Aku hanya, mencoba membuat sarapan."

Jaemin meletakkan dua piring yang berisikan roti tawar yang dipanggang, di atasnya terdapat telur mata sapi setengah matang dan lelehan madu, di atas meja makan.

"Kau bangun sangat pagi hanya untuk menyiapkan sarapan?"
Jeno melangkah mendekat ke arah Jaemin. Ia pandangi Jaemin yang masih saja menunduk.

"Ini seperti kebiasaanku, yang bangun sangat pagi."
"Ah benar juga, kau punya pekerjaan di pagi hari."

Jaemin sontak mendongakkan kepalanya, dan sedikit terkejut saat melihat posisi Jeno yang sangat dekat dengannya. Jeno yang sedikit merendahkan tubuhnya, mensejajarkan wajahnya dengan wajah Jaemin. Membuat pandangan mereka terkunci.

Cup...

Secepat mungkin, Jeno mencuri satu kecupan di bibir Jaemin. Segera Jeno berlalu pergi, meninggalkan Jaemin yang masih mematung di posisinya.
.
.
.
.















"Huhhh, 15 menit lagi bel masuk akan berbunyi. Mau sampai kapan kau di sini?"

Jeno menghela napas, matanya sekali-kali menatap Jaemin yang duduk dengan gelisah di kursi penumpang, dan kembali memfokuskan matanya ke ponsel yang sejak tadi ia mainkan.

Jeno dan Jaemin sudah berada di sekolah sejak 30 menit yang lalu, tapi Jaemin masih saja betah berada di dalam mobil. Mata Jaemin selalu menatap keluar jendela, memperhatikan banyak siswa dan siswi yang berlalu-lalang.

"Seharusnya aku pergi sendiri saja tadi."

Jaemin bergumam pelan, tetapi masih di dengar oleh Jeno. Pemuda cantik itu mengacak-acak surai hitamnya, frustrasi. Ia sudah memikirkan bagaimana caranya agar ia tidak menjadi pusat perhatian hari ini, sejak kejadian kemarin tentu saja semua orang yang ada di sekolah akan mencaritahu tentang Na Jaemin.

"Kalau kau masih tidak mau turun, mari habiskan waktu ini untuk berciuman..."
Jeno memasukkan ponsel ke dalam saku celananya, melepaskan sabuk pengamannya, mencondongkan badannya ke arah Jaemin, dan...

"Jeno."
Suara Jaemin menghentikan pergerakan Jeno. Mereka saling menatap dengan jarak yang sangat dekat. Tangan Jeno terangkat, mengelus pipi Jaemin dengan lembut.

"Aku takut, bagaimana jika terjadi sesuatu yang lebih parah dari sebelumnya kepadaku? Apa yang harus aku lakukan?"

Jaemin menatap mata Jeno dengan serius, menyalurkan segala perasaan takut dan kekhawatirannya. Jeno tersenyum, memperlihatkan senyuman bulan sabitnya yang menenangkan.

"Apa yang kau takutkan? Tidak ada lagi yang berani menyentuhmu, karena kau milikku. Ada aku di sampingmu, jadi tidak perlu takut."
Senyuman itu tak luntur dari Jeno, membuat Jaemin dengan suka rela menganggukkan kepalanya. Entah mengapa, ada rasa nyaman, tenang dan aman yang dirasakan Jaemin di hatinya saat mendengar penuturan Jeno.

"Jadi, apa kau masih ingin di sini? Aku akan menci...-"

Belum selesai perkataan Jeno, Jaemin dengan pergerakan yang cepat membuka pintu mobil, keluar dan menutup kembali pintu itu dengan sedikit lebih kuat. Membuat Jeno tertawa kecil, saat menyaksikan pergerakan Jaemin.

Jeno melangkahkan kakinya keluar dari mobil, berjalan di belakang Jaemin dengan memberi jarak dengan pemuda itu. Jeno tahu, jika Jaemin tidak merasa nyaman jika harus berjalan beriiringan dan menjadi pusat perhatian orang banyak.
.
.
.
.




















"Apa?"

Jeno menghampiri seorang pemuda yang tengah menunggunya di taman belakang sekolah. Tadi, disaat ia baru saja masuk ke kelasnya, pemuda Huang memanggilnya untuk bertemu di taman belakang.

Setelah memastikan Jaemin duduk dengan aman di bangkunya, Jeno berjalan dengan was-was menuju Renjun. Ada sesuatu yang selalu ingin ia tanyakan kepada ketua kelasnya itu.

"Berikan ponselmu."
Renjun menyodorkan tangan kanannya untuk meminta ponsel Jeno. Jeno memandang Renjun bingung.

"Apa yang sebenarnya kau inginkan?"
"Aku memasang alat pelacak di ponsel Jaemin..."

Pernyataan Renjun membuat Jeno kaget. Tentu saja. Untuk apa Renjun melacak Jaemin? Sebenarnya ada hubungan apa Renjun dan Jaemin? Mengapa Renjun selalu menjadi orang yang melindungi Jaemin?

.
.
.
.
.
















TBC.

Hello FutureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang