02

4.7K 844 16
                                    

Mobil Renjun berhenti di depan rumah yang terbuat dari papan kayu serderhana namun tampak berkelas seperti rumah pondok yang ada di dalam cerita fantasi. Renjun mengeluarkan koper lalu menariknya masuk ke area rumah sang nenek.

Knock, knock, knock

Renjun mengetuk pintu tiga kali. Tepat saat itu juga, Renjun mendengar suara pintu dibuka dari dalam. Sosok wanita tua muncul sembari tersenyum lebar. Jangan lupa kacamata yang bertengger manis sebagai salah satu alat bantu untuk wanita tua itu kenakan agar bisa digunakannya untuk melihat.

"Astaga cucuku, kau tidak mau memeluk nenekmu huh?"

Renjun terkekeh kemudian memeluk erat tubuh rapuh sang nenek. Jujur, Renjun memang merindukan neneknya. Dulu setiap Renjun berkunjung, neneknya suka sekali menceritakan sebuah kisah legenda yang membuat Renjun betah berlama-lama di tempatnya.

"Bagaimana keadaanmu saat di kota?"

"Baik nek."

Wanita tua itu mempersilakan Renjun masuk. Rumah neneknya sama sekali tidak pernah berubah. Renjun selalu suka dekorasi batik yang terukir di dinding kayu dekat ruang tamu.

Nenek Renjun pun mengantarkannya sampai di depan pintu bercat cokelat. "Kau bisa tinggal di sini, nenek tahu kau sangat terpukul kehilangan kedua orang tuamu, sama halnya denganku sebagai Ibu dari Ayahmu. Istirahat dulu hmm, biar barang-barangmu paman Minseok yang mengangkatnya."

Renjun mengangguk, ia masuk ke dalam kamar. Neneknya pergi ke dapur berniat membuatkan cucunya segelas minuman. Renjun memandang bingkai foto berukuran besar terpajang di dinding kayu. Itu adalah foto saat dirinya masih berusia tujuh tahun. Sekeluarga berfoto di dekat sungai sebagai kenangan manis sebelum dirinya kembali ke kota saat itu.

Renjun membuka kopernya, memasukkan seluruh pakaian ke dalam lemari besar. Setelah semuanya selesai, neneknya datang membawa segelas es teh untuk di nikmati cucunya. Renjun tersenyum simpul, tak lupa mengucapkan terima kasih kepada nenek kesayangannya karena telah repot-repot membuatkan minuman untuknya.

•••

Mata Renjun memicing saat sinar matahari menusuk penglihatannya. Saat ini Renjun tengah berada di belakang rumah neneknya. Rumah pohon yang pernah ayahnya buat masih berdiri kokoh ditengah-tengah batang pohon ek. Tempat itu menjadi tempat favorit Renjun saat bersama orang tuanya dulu.

Renjun berada di ujung pohon ek, ia melihat belakang rumah neneknya yang menghadapkan langsung ke sebuah hutan di penuhi oleh pohon pinus. Sayangnya ada tembok besar menutup pekarangan belakang rumah neneknya sehingga Renjun tak tahu bagaimana keadaan hutan yang cukup menarik perhatiannya itu.

Dulu Renjun pernah mencoba membuka pintu yang menghubungkan antara belakang rumah neneknya dan hutan, tapi tiba-tiba neneknya muncul dan melarang keras agar ia tidak mencoba membuka pintu itu.

Renjun turun dari rumah pohon, ia mendekati pintu besi berkarat tak jauh dari rumah pohonnya berada. Setahu Renjun, tembok itu sudah ada sejak dirinya belum lahir, atau mungkin lebih?

Tangan Renjun menyentuh badan pintu, ia merundukkan badan lalu mengintip sedikit dari lubang kunci.

Wush!

Renjun memundurkan langkahnya. Ia terkejut sampai terjatuh ke tanah saat sebuah benda asing melintas cepat tepat di hadapannya. Pergerakannya sangat cepat bak angin berlalu. Tidak mungkin jika ada seseorang di balik pintu besi ini. Samar-samar Renjun mencium aroma darah hewan menyeruak indra penciumannya.

Saat Renjun hendak memeriksanya lagi, tiba-tiba seseorang menyentuh pundaknya.

"Aaaaaah!" jerit Renjun terkejut.

"Ini aku sepupumu."

Renjun membalikkan badan, ia menyentuh dadanya sambil membuang napas lega. Sepupunya selalu datang disaat yang tidak tepat.

"Maaf membuatmu terkejut, nenek memanggilmu."

"Oh benarkah, baiklah aku kesana."

Renjun berlari meninggalkan sepupunya yang menatap kepergiannya tanpa ekspresi. Dia menoleh ke arah pintu dengan tatapan sulit diartikan, kemudian ikut pergi dari sana.

•••

Malam telah tiba dan kini keluarga kecil neneknya berkumpul di meja makan. Ada kedua paman dan bibi beserta kedua sepupu Renjun. Lama tak berjumpa membuat Renjun agak canggung berbicara kepada mereka semua termasuk neneknya juga.

Rumah paman dan bibinya kebetulan berada tak jauh dari rumah neneknya. Saat kematian orang tua Renjun, mereka tidak sempat berkunjung, jadi mereka memutuskan menjenguk Renjun yang ada di rumah nenek.

"Besok kau bisa melamar pekerjaan di klinik terdekat. Hendery akan mengantarmu."

Wanita setengah baya yang merupakan Ibu Hendery itu berbicara lembut kepada Renjun. Yang di ajak berbicara hanya tersenyum tipis sambil memasukkan nasi ke dalam mulut.

"Ouch ... kau tetap baby foxie yang menggemaskan."

Bibinya yang lain menarik gemas pipi Renjun. Ia memekik kesal mencoba menjauhkan tangan sang bibi darinya, membuat yang lain tertawa terbahak melihat ekspresi tertekan Renjun kecuali kedua sepupu Renjun yang hanya memerhatikan dalam diam.

Yeux BleusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang