Gigi 3-Tentang Rahasia

2.3K 273 9
                                    

"Ini." Abah memberikan sebuah map kuning pucat kepada Dwiki yang menunggu di dapur sambil memakan singkong bakar bikinan Ambu.

Buru-buru Dwiki mengelap tangannya yang kotor ke celana dan menerima map tersebut. "Hatur nuhun, Bah."

Abah mengangguk seadanya, lantas duduk di bangku panjang yang terbuat dari bambu di samping Dwiki. "Untuk apa sertipikat tanah itu, Dan?"

"Sudah dibalik nama sesuai permintaan Danu, kan, Bah?" Dwiki membuka map di tangannya kemudian tersenyum lega. "Tanahnya terancam diambil lagi, tapi syukur dari awal menerima tanah sawah itu kita punya inisiatif untuk segera membalik nama sertifikatnya."

Ambu yang baru masuk dari pintu belakang mendekat dengan bingung karena melihat Dwiki memegang map tempat akta tanah persawahan di tangannya. "Buat apa atuh itu sertipikat, Dan?"

Dwiki mendongak lantas nyengir. "Mau lihat gimana bentuk dari sertipikat tanah, Ambu. Ada tugas bikin sertipikat tanah dari sekolah."

Ambu kemudian mengangguk, sementara abah justru menggeleng melihat kebohongan Dwiki.

"Hehee." Cengiran itu Dwiki tujukan pada abahnya. Demi kebaikan Ambu juga, kasihan Ambu jika juga harus memikirkan masalah ini. "Kongsi, ya, Bah."

***

Hendra memukul keras-keras pantat Dwiki. Sedari tadi anak itu tak henti menggodanya di hadapan Siska.

"Ka." Dwiki menjauh dari Hendra dengan masih tetap terkikik geli. "Serius ini mah! Hendra beneran suka sama kamu!"

"Dwik! Sempakmu kurobek, ya, kalau masih tidak mau berhenti!" gertak Hendra lagi. "Bohong, tuh, si petani, Sis! Jangan percaya!"

"Eh," Dwiki cepat-cepat menyela, "petani nggak pernah berbohong, ya! Apalagi nipu dan memakan uang rakyat kayak pejabat-pejabat berdasi di sana. Yeee!"

"Petani mulu yang dibanggain. Huuu," ejek Hendra, melempar penghapus ke arah Dwiki. "Sana macul di sawah bantuin abahmu, nggak usah sekolah!"

Dwiki membalas tepat sasaran, "Ntar kalau kamu lapar waktu kehabisan uang seperti tempo hari, siapa yang bakalan kasih kamu makan kalau aku nggak sekolah wlee."

"Dasar!"

Di bangku Siska, Dwiki dan pemilik bangku tertawa bersama melihat wajah super kesal milik Hendra.

"Heh, yang belakang!" Ardi si ketua kelas berdiri dari bangkunya dan menghampiri mereka bertiga. "Sudah selesai mengerjakan tugas Pak Bagus? Sini mana kumpulkan!"

Siska buru-buru melanjutkan kegiatan menulisnya, sedangkan Hendra sudah pura-pura tuli dan memilih bersiul kesana-kemari, tinggal Dwiki yang nyengir kaku pada Ardi.

"Mana sini tugas kamu!" Tangan Ardi menengadah pada Dwiki.

Dwiki kembali ke bangkunya bersama Hendra, sempat mendorong pelan lengan sahabatnya karena kesal. Lalu dia mengeluarkan buku dari tas dan mulai mengerjakan tugas. "Ini baru mau dikerjakan, Mas Ketua Kelas. Hehee."

Ardi mencibir. "Awas kalau ramai lagi! Aku panggilkan guru piket biar sekalian kelas nggak kosong."

"Eh jangaaaaan~" pekik Dwiki keras, dia buru-buru menulis di bukunya. "Nih lihat, aku mengerjakan. Tidak akan ramai lagi deh, janji."

Setelah itu kelas benar-benar sunyi meski tak ada guru yang mengajar. Pak Bagus guru fisika yang seharusnya mengajar, berhalangan hadir karena sakit, untuk itu beliau menitip tugas ke guru piket untuk disampaikan pada ketua kelas.

Waktu cepat bergulir, bel istirahat berbunyi. Semua siswa langsung kalang kabut keluar kelas untuk kabur dari suasana tegang kelas, begitu pun Dwiki, lelaki itu lari keluar kelas membawa kantung plastik hitam.

Si Idiot ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang