25. Nambah? (18+)

370 17 2
                                    

Tubuh Chimon direbahkan pelan-pelan ke atas tempat tidur. Gairah yang tadi mati, sekarang tambah berapi-api. Satu per satu pakaiannya dilucuti. Hanya menyisakan boxer miliknya yang diabaikan si Abang.

Kedua kaki Chimon ditekuk untuk memberi ruang Pluem yang sekarang menatapnya dalam-dalam. "Abang akan hati-hati, pelan-pelan, dan memastikan kamu bakal menikmati. Malam ini adalah untuk memanjakan kamu."

Chimon mengangguk pelan. Dia yang ngajak duluan, dia juga yang malu. Tangannya ingin meraih bantal buat menutupi wajahnya yang merah, tapi kedua tangannya ditahan di atas kepala oleh si Abang.

Posisinya sekarang tak berdaya. Menerima konsekuesinya ketika si Abang memulai sesi pemanasan mereka.

Pluem menurunkan kepalanya, tepat pada dadanya. Mengeluarkan lidahnya, lalu menghisap putingnya. Dilumat lalu disesap hingga memerah.

"Ahh...Abang," desahnya. Baru dadanya yang dimainkan, tapi Chimon hendak menghindar. Puting satunya mendapat perlakuan yang sama, membuat Chimon butuh pegangan. Sebelah kanan dipilin-pilin hingga tegang, dan sebelah kiri dihisap kuat. Pedas-pedas nikmat.

"Hemm? Tahan ya," Pluem kemudian menarik tubuhnya untuk kembali ke posisi semula sekaligus menghentak pinggulnya sekali.

"Ahh...hah..." Chimon menutup mulutnya karena desahannya terlalu keras.

Pluem berhenti sejenak, memberi kesempatan untuknya mengatur napas. "Gue kira pentil ini tombol kiamat, ternyata tombol nikmat." Candanya setelah istirahat semenit.

"Hahaha...kalo gak ada pentil jadinya punggung," sempat-sempatnya mereka bercanda ditengah ombak nafsu. Tapi itu untuk membuat Chimon rileks. Karena kalo tertekan, ngewenya gak enak.

Pluem kemudian beralih ke boxsernya yang sekarang membesar ukurannya. Memulai menjilati penisnya yang tertutup kain. Chimon melonjak kaget. Sensasinya beda, sentuhannya lebih terasa. Apalagi ketika Pluem menghisap bagian kepalanya kuat-kuat, Chimon hampir menjerit.

"Emmp...hah...ahh...hah," Chimon tak kuasa menahan lenguhannya ketika Pluem tak berhenti dengan simulasinya. Chimon memegang kepala Pluem, berniat menghentikannya karena dia gak tahan.

Tapi justru Pluem tambah liar, boxser miliknya dilepas dan dilempar asal. Miliknya dikulum hingga scrotum. Hangatnya rongga mulut Pluem, membuat lubang uretra semakin deras mengeluarkan pre-cum.

"Ahh...Abang..." jeritnya ketika ujung kepala penisnya bergesekan dengan dinding tenggorokan. Dikulum, dihisap lalu digerakkan keluar masuk membuat Chimon lupa diri.

"Ahh...Chimon...mau...Ab..." tak selesai mengadu nikmatnya orgasme menyambutnya.

"Hah...hah..." napasnya tersengal. Jantungnya berdetak tak karuan. Efeknya belum hilang. Pluem kemudian melepasnya, beranjak dari tempat tidur. Tak lama, dia kembali lagi. Meletakkan gel, kondom dan vibrator di sampingnya. Chimon deg-degan. Antara takut bikin malu diri sendiri, sama takut sakit.

"Rileks, sayang. Jangan panik, Abang janji kamu akan menikmatinya." Tandas Pluem sembari melepas handuk yang sejak tadi rapi melilit pinggangnya. Menjauhkannya dari imajinasi Chimon.

Kondisinya sudah tegang, lubang uretranya mengeluarkan cairan putih yang membasahi bagian kepala.

Chimon menghela napas lega. Gak terlalu besar, juga gak kecil. Sedang, pas dan cocok.

Sok tau.

Pluem kemudian mengatur posisi mereka. kedua paha Chimon berada di atas paha Pluem yang setengah duduk.

Chimon mencoba membuat tubuhnya tenang nan damai. Membuang rasa takut dan tidak nyaman. Tapi ketika jari tengah si Abang yang sudah dilumuri dengan gel mulai mengorek dengan perlahan, rasa dingin saat menyentuh kulitnya membuatnya sedikit tegang. Alisnya mengkerut dan kedua ujung bibirnya tersungging,

Si Abang mungkin merasa jarinya sedikit tersendat karena Chimon mengeratkan tegangan otot karena belum terbiasa. Untuk membantunya rileks, si Abang kemudian menyalakan vibrator.

Antara mengatisipasi sama takut terlalu exited, dia terus memperhatikan hingga si Abang menempelkan vibrator pada bagian kepala. Chimon tersengal merasakan getaran yang tiba-tiba. Ketika bergesekkan, seluruh tubuhnya terasa melayang merasakan nikmat.

"Ahhhh...Aha...Bang...u..dah...Chimon,"

Tubuhnya terkulai lemas, bulir-bulir keringat membasahi tubuhnya.

Slosh! Slosh! Slosh!

Bunyi basah ketika pinggul mereka saling bertemu. Chimon dibuat bergerak tak aturan dari setiap hentakan yang menusuk-nusuk prostatnya berkali-kali.

Kadang Abang memperlambat ritmenya, membuatnya gak sabar, "

Tapi jari Bang Pluem menutupi lubangnya dan satu lagi memegang pangkal batang, menghalanginya untuk orgasme. Membuatnya terisak karena frustasi, "Huuu...huu...le..pas...gue gak kuat,"

Tapi Pluem gak peduli, dia menaikkan frekuensi

Tidak tau ingin melampiaskan kemana selain menggigit pundak si Abang, untuk menahannya berteriak panjang.

"HAH! HAH!" Chimon mengatur napasnya, kedua pahanya terbuka lebar. Badannya lemas, detak jantungnya tak karuan.

Kemudian dahinya dicium, begitu juga dengan puncak kepalanya. Kontras sama kondisi Abang yang masih segar bugar.

"Sekali lagi?" tawar si Abang. Chimon mengangguk lalu menjawabnya,

"Tunggu, njir. Gue masih lemes, istirahan tiga menit, ya." "Siap, bos!"

Dan ternyata bukan cuma nambah sekali, tapi sampe dua kali. Chimon sampe gak bisa ngerasain bagian pinggul sampe kaki. Gak terhitung dia orgasme berapa kali, tau-tau klimaks tapi gak keluar spermanya. Mungkin kehabisan stok karena dimainin terus sama si Abang.


OffGun's Son In Law (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang