7. Hati Chimon Sekeras Batu Kali (REV)

758 85 7
                                    

Note :
Jangan lupa vote dan komen kalo ada ganjelan di hati para readers. Segala typo dan loh kok gini? mohon dimaafkan...

***

Kalo calonnya aja kek gini, besok kawin pun gue mau...

Katanya membatin, ketika dia melihat Chimon yang dirangkul Ayahnya berjalan ke arahnya. Dari pertama Pluem liat wajah calon suaminya, dia langsung terpesona. Anaknya manis, apalagi senyumnya. Kalo kata orang 'luwes'. Bukan luwes gemulai ya, tapi luwes yang dipandang lama gak bikin bosen.

Pluem hampir dibuat tertawa ketika mata Chimon melirik bentar saat Ayahnya memperkenalkan dirinya. Atau tatapan selidiknya dari atas sampai bawah, Pluem berasa lagi dikupas tuntas sama calon suaminya itu. Tingkah konyolnya membuat Pluem hanya bisa berkata 'Hai.' Takutnya kalo dia menyapa panjang lebar, suara gelak tawa yang keluar dari bibirnya.

Tapi ada hal yang membuat Pluem sedikit kecewa. Sejak kedatangannya, Chimon hanya melirik sekali dua kali kepadanya. Setelah itu, justru adiknya yang diajak bercanda.

Gua kaga dianggap...

Gak apa, biar dia puas melukis wajah Chimon di pikirannya selagi anak itu sibuk. Gak cuma punya wajah manis, ternyata Chimon punya keahlian lain, pandai ngelawak.

Kok bisa ada makhluk se lucu ini?

Lagi-lagi Pluem dibuat tersenyum dengan kelakuan calon suaminya yang absurd. Masih muda, seusia dengan adiknya yang duduk di sebelahnya. Chimon keliatan masih kecil, didukung sama perawakannya yang mungil. Kalo dipeluk pas banget.

Ayah, makasih loh ya, calonnya se manis ini.

Dari tingkah Chimon, Pluem bisa memprediksi bakal seperti apa rumahtangganya nanti. Pasti banyak bumbu-bumbu asam, pedas, manisnya. Ini cuma andai-andai, karena Pluem merasa ada yang gak wajar sama sikapnya.

Pluem menunggu dengan sabar sebuah kesempatan untuk bicara berdua dengan calonnya. Gak apa, jadinya dia bisa menatap lekat-lekat Chimon yang lagi cerita seru-serunya.

Yang muda ngumpul sama yang muda, sementara orangtuanya dan calon mertua berdiskusi di ruangan lain. Yang dibatasi dengan sekat berupa dinding tanpa pintu. Gelak tawa Papahnya terdengar sampai telinganya.

Karena gak selesai-selesai, dan batas sabar Pluem sudah di ujung, akhirnya dia berdehem cukup keras. Membuat Chimon dan Nanon diam seketika, tak berapa lama adeknya pamit balik ke kamar.

Sekarang suasananya malah berubah jadi canggung. Padahal Pluem tadi berharap selesai bercanda dengan Nanon, Chimon akan lebih rileks dan nyaman. Pluem dibuat mikir keras mau ngajak ngobrol topik apaan untuk mencairkan keadaan.

Usia mereka yang terpaut jauh, membuat Pluem kesulitan untuk memilih alur pembicaraan. Apalagi Chimon usianya sama dengan adeknya yang baru berusia sembilan belas tahun. Usia segitu biasanya ngobrol apaan ya? masa ia mau bahas politik kerajaan?

Gimana kalo masalah perjodohan mereka?

Hemm...takutnya malah Chimon kabur karena ngerasa ditodong.

Pluem memandang gemas Chimon yang sama-sama bingung mencari bahasan untuk dijadiin pembuka suasana. Bola matanya bergerak- gerak, mungkin lagi cari inspirasi.

Karena pusat perhatian Pluem yang gak berubah sejak tadi, membuatnya gak bisa mengabaikan ekspresi-ekspresi yang ditunjukkan Chimon. Dari mulai mengerutkan alis, melipat ujung bibirnya hingga membuang muka. Hingga pipinya yang kembang kempis.

OffGun's Son In Law (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang