16. 13+ (REV)

659 68 14
                                    

Setelah memarkir mobilnya di garasi, Pluem gak langsung masuk ke rumah. Badannya yang lelah ia sandarkan ke jok mobil. Temen- temennya pada gak sabar nanyain di mana dia mau internship.

Dia sendiri belum memutuskan. Berdasarkan peraturan internship harus dilakukan di rumah sakit desa terpencil. Sedangkan, saat itu tiba dia baru jadi pengantin baru.

Ini harus dibicarakan dengan calon suaminya. Mengingat tanggal pernikahan sebentar lagi. Kalo gak sekarang, dia bakal lebih sibuk nanti. Belum fitting baju, dan diskusi sama orangtuanya Chimon. Milih WO alias wedding organizer yang sesuai, tempat dan gak kalah penting cincin. Pilih-pilih tamu udangan.

Buset, hampir aja dia lupa. Pluem nepok jidatnya. Dia harus ngajak Chimon buat pilih cicin pernikahan. Sebodo amat kalo misal nanti batal nikah. Tapi persiapan, tetep perlu dilakukan. Jangan sampe pas mau tuker cincin malah belum siap.

Setelah sadar banyak banget yang perlu Pluem siapkan, dia kemudian keluar dari mobil lalu berjalan ke ruang keluarga. Tas ransel dari jaman dia SMA ada di tangan kirinya. Sambil bersiul-siul pelan, ia masuk ke rumahnya.

Kaget bukan main pas liat Chimon bersila di sofa sambil nonton TV. Tapi kemudian berganti senyum ramah, dan menghampiri calon suaminya yang gak noleh sekali pun ke arahnya.

Pluem tau kalo Chimon pura-pura gak liat, mungkin anaknya mati gaya. Dia lalu duduk di samping Chimon, dan menyandarkan kepalanya di bahu calon suaminya itu yang sibuk mengunyah keripik.

Dia menatap rahang Chimon yang terus bergerak-gerak dari dekat. Mirip hamster yang mau hibernasi. Pipinya penuh sama makanan. Sementara tangan kiri Chimon megang toples, dan tangan kanannya masuk ke dalam toples.

"Stop ngeliatin gue." Ujar Chimon yang kemudian mendorong dahinya untuk menjauh. "Mandi sono, lu bau tai," omongannya yang setengah jutek tak kuasa menahan Pluem untuk mencubit pipi Chimon.

"Duh, keknya gua pindah rumah aja deh. Kaga kuat jadi saksi PDA kalian berdua." Kata Nanon yang ternyata duduk gak jauh dari Chimon.

"Jiwa jomblo lu meronta-ronta, ya?" Chimon balik ngeledek adeknya. Yang dibalas dengan cibiran keras dari Nanon, "Gue kan gak jamet kek elu." Merasa gak terima, Chimon berniat nyamperin Nanon.

Pluem yang takut ada keributan gak jelas, ambil kendali.

Wuss....

Ia tarik pinggang Chimon dan mendudukkan bocah itu di pangkuannya. Chimon masih berontak dan terus mengumpat, mau gak mau dia harus menahannya dengan melingkarkan lengannya di perut Chimon. "Mon, ini Abang udah tahan-tahan ya. Jangan sampe lanjut ke ranjang." Katanya berbisik di telingan Chimon, seolah berisi ancaman.

Padahal emang Pluem berusaha keras menahan napsu. Mana goyang- goyang ada ritmenya lagi.

"Jiahh...mampus lu," ujar Nanon yang ngeliat Chimon dengan mudahnya berganti posisi.

"Yah, Bang. Gue belum nyerang si babi," reaksi Chimon yang malu- malu membuatnya mencubit perutnya. "Telinganya merah, berasa ya?" tanyanya menggoda. "Keras, Bang." Jawaban polos yang keluar dari bibir calon suaminya itu membuatnya terkekeh.

"Dih, Najis Gua! Chimon Tai Anjing!!! Ya Tuhan tolong, mata gue ternodai!" teriak Nanon yang kabur ke kamarnya. Yang sontak membuat Pluem dan Chimon ketawa keras.

Dengan terpaksa Pluem bersemedi di kamar mandi untuk menuntaskan bisnisnnya gara-gara goyangan Chimon. Sementara Chimon sekarang menunggu di kamarnya.

Selesai mandi dan berganti baju, Pluem menghampiri Chimon yang tengkurep di atas kasur. Dia tertawa kecil ketika melihat tingkahnya Chimon.

Untuk memastikan calon suaminya itu masih melek apa udah tepar ia bertanya, "Chimon, udah tidur?" karena topik pembicaraan kali ini sangat berat menurutnya, maka dibutuhkan kesadaran Chimon seratus persen.

OffGun's Son In Law (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang