30. Berubah tapi Telat (ENDING)

66 3 1
                                    

Chimon berdiri mematung. Kata-kata yang mau dimuntahkan pun tersangkut di ujung lidahnya. Amarahnya muncul seketika saat Pluem yang ada di hadapannya memandang Chimon dengan dingin.

Dia merasa seperti Pluem menjadi orang asing yang tak pernah dikenalnya. Beda jauh. Pandanganya tidak ramah. Bahkan, ketika ini adalah pertemuan terakhir pun, Chimon gak merasa seperti ketemu calon suami yang kemarin masih bisa haha-hihi.

"Lu gak bilang mau berangkat." Ia sangat kecewa. 

"Chimon..." 

Keraguan si Abang, ia bisa liat dengan jelas, "Gua tanya, KENAPA-ELU-GAK-BILANG, HAH?! Gua se tolol apa sampe elu gak jelasin apa-apa?!"

"Goblok banget ya sampe gak ngerti bahasa elu yang seorang dokter? Susah ya, tinggal ngomong aja?"

Pada akhirnya dia sendiri gak bisa menahan emosi. Bukan. Bukan karena biaya yang sudah dikeluarin, bukan juga undangan yang udah disebar. Itu gak ada apa-apanya dibanding dengan hatinya yang sakit dan kecewa.

Chimon udah milih hidup sama Abang, tapi ketika sudah yakin, malah disia-siain.

Cih, kalo Nanon gak ngasih tau, Pluem juga bakal diem-diem pergi gitu aja.

Dia berharap si Abang batalin penerbangannya dan kembali ke pelukannya. Bilang kalau ini cuma prank. Tapi, gak sesederhana itu. Buktinya Abang Pluem gak berani bertatapan langsung.

"Chimon... gua minta maaf karena kita gak berjodoh. Maaf karena gua gak mau dengerin penjelasan lu. Kalau gak jodoh emang ada aja jalannya buat pisah." Pluem tersenyum ketika mengatakan ini semua. Membuat hati Chimon makin teriris. Tidakkah Abang mau berusaha untuk tetap memperjuangkan hubungan mereka?

"Gua...berangkat ya Mon, jaga diri lu baik-baik" lanjutnya. 

"Shit... baru sekarang lu bilang gak jodoh. Selama elu jadi calon suami gua, mana pernah lu ngomong gitu. Duh, tau gitu dulu gua gak terima elu. Rugi gua ninggalin Ohm demi elu!"

Chimon gelap mata. Lupa semua kesalahan asalnya dari dirinya. Ia butuh pelampiasan, ia butuh seseorang untuk menjadi pelaku. Agar hatinya tak tambah sakit. 

Parahnya si Abang mendengarkan itu semua seolah menerima semua tuduhan yang semua adalah ulah dirinya. "Oh... Gua..." Chimon menunggu Pluem melanjutkan kata-katanya. Apa saja, asal hatinya puas. Agar dia bisa leluasa menyerangnya, dan membuatnya lega. 

"Stop... gua gak mau denger penjelasan elu!" sela Chimon. Padahal dia sendiri yang hutang penjelasan kepada si Abang. Bahkan seharusnya kata yang terucap pertama kali ketika mereka bertemu adalah 'maaf'. Tapi Chimon memilih cara lain.

Setelah puas menumpahkan amarah, Chimon bergegas pergi dan menyetop taksi untuk pulang. Boda amat sama Abang yang masih berdiri disana. 

Sebenarnya tadi dia cuma mau pelukan terakhir dari Abang. Tapi mulutnya gak bisa direm dan membabi buta. Padahal dia tau betul siapa yang salah. Tapi dia egois, memaki-maki seseorang yang sudah tulus mencintainya.

Ya, dia baru sadar kalau hubungan mereka baru saja selesai tanpa hepi ending. Sekarang yang dia rasakan cuma kecewa. Bukan karena acara pernikahan mereka yang gagal, tapi karena Pluem menolak bertahan dihubungan mereka. Dia udah usaha kok jelasin, tapi Pluem gak kasih kesempatan. Bahkan beberapa hari mengindarinya, dasar pengecut.

Apa rasanya kalau tiba-tiba orang yang biasanya perhatian hilang gitu aja. Pamit di detik terakhir yang dia saja belum memberi jawaban rela apa nggak ditinggal pergi.

"Tunggu gua, Pluem. Gua hajar lu, mampus." Bisiknya pelan. Dia membuat janji ke dirinya sendiri, akan mengejar cintanya yang belum selesai.


--THE END--



OffGun's Son In Law (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang