Surat Maina untuk Sarala

8 6 5
                                    

   Lorong Rumah Sakit Sentosa riuh manusia bumi yang ingin sembuh mencari secercah asa, bahwa masih ada harapan di balik tiap ruang bercat warna-warni penuh gambar lucu yang menarik bagi anak-anak di ruang Deluxe B ataupun oleh mereka yang sekedar hilir mudik dengan tujuan yang mereka pegang sendiri. Tapi, ramai suara lalu lalang orang di luar lorong tak membuat suara-suara dari ruang Deluxe B yang dihuni oleh lima anak dan para wali terdengar sayup-sayup. Ada kesenangan yang harus direlakan, begitu pula sebuah angan-angan yang mau tak mau, siap tidak siap mesti diikhlaskan. Siapa sangka sebuah perayaan atas hal-hal baik tak selamanya tetap jadi hak milik.

“Kak Mai ... Kak Maina .... Kak Maina, tidak pergi kemana-mana ‘kan, Bu? Dia cuma sedang tidur ‘kan? Ya, ‘kan?” tanya Sarala masih berharap Kak Maina masih tertidur pulas di atas keranjang tidur yang terletak di pojok ruangan dengan pemandangan langit luar yang mendung pembawa hujan lebat tampak jelas di jendela.

“Sarala ....” Bunda Inu memeluk Sarala, air mata yang ia bendung di pelopak mata menetes perlahan menjawab pertanyaan putri semata wayangnya.

Ia pun masih syok dan buncah, semua amatlah tiba-tiba baginya. Tak terkecuali, bagi gadis kecil yang dalam pelukan Inu berpakaian dengan gaya vintage motif polkadot merah, hadiah Maina satu tahun lalu yang Maina berikan kepada si gadis kecil yang terus memasang wajah masygul menatap kosong tubuh sepupunya. Eyang yang selama seminggu menjaga Maina di ruangan Deluxe B, tak berhenti memeluk tubuh cucu yang ia rawat sejak bayi. Kepedihan yang ia rasakan lengkap menyesakkan relung sukmanya. Tepat dua hari lalu ia yang menabur bunga di atas tanah pekuburan Ayah Maina. Kepergian Ayah Maina yang tersapu air laut setinggi 7 m di Kabupaten Mentawai 11 tahun silam. Padahal, kala itu Ibu Maina tengah mengandung, lantas membuat ibunya depresi hingga tak mungkin merawat Maina yang lahir prematur dua hari setelah peristiwa mengerikan itu terjadi. Tapi, eyang walau sudah berusia kepala enam tetaplah perkasa, tak mengeluh harus menjaga dan merawat cucunya atas keadaan yang sudah digariskan.

Dua puluh menit ruangan tak senyap. Para wali dan anak-anak yang menjalani rawat inap di satu ruangan yang sama turut merasa kehilangan gadis yang hobi mengajak orang-orang di ruangan itu mengobrol dan membagikan buah ataupun makanan apa saja yang bibinya bawakan. Senyumannya yang selalu terukir meneduhkan kala bercerita atau membagikan apa pun yang bisa ia bagi tak kan menyapa hari mereka lagi. Sungguh ... kenapa sangat cepat? Baru saja ia kemarin dibuatkan tumpeng nasi kuning favoritnya sebagai ucapan syukur untuk prestasi Maina bisa mendapat ranking sembilan dirapor kenaikan kelas lima. Rangking sembilan bagi eyang sangat membanggakan, Maina yang sering dianggap tidak bisa mengikuti pelajaran dan selalu menempati rangking dua maupun satu dari belakang, ternyata tak sebodoh yang mereka kira. Walaupun, nilai seni budaya dan olahraga selalu unggul dari teman-temannya.

Bersambung ....

Jumlah kata: 461 kata

#30HSMK #SeiraAsa #EventSeiraAsa # Menulis Kebaikan #Belajar&Bertumbuh

Anak-anak ManusiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang