Surat Maina untuk Sarala

4 3 0
                                    

Sebuah lukisan sosok perempuan yang menggandeng tangan anaknya berdiri menatap lautan biru nyaris terbakar habis di tong sampah yang terbuat dari drum minyak bekas. Sarala mendengar suara makian dan benda-benda yang di lempar ke tembok, disusul dengan suara pecahan vas. Bunda Inu tak langsung mengajak Sarala masuk, ia tahu benar apa yang tengah dilakukan perempuan yang terpaut tiga tahun lebih muda darinya. Ia tak mau Sarala ikut jadi sasaran oleh perempuan yang siluetnya tampak dari kaca pintu masuk sebuah rumah bercat putih dengan hiasan bebatuan alam.
“Bunda ... Kak Maina,” ucap Sarala dengan nada seolah bertanya bagaimana kondisi Maina dalam rumah tanpa perlindungan eyang yang sedang berangkat haji untuk menggantikan Ayah Maina.
“Sarala ... tunggu ya, Nak. Sarala sembunyi di rumah pohon dahulu ya ... biar Ibu yang masuk.” Inu tak habis pikir sampai kapan Maina akan mengalami mimpi buruk ini, tapi tidak mungkin mengajak Sarala masuk rumah eyangnya.
Kondisi Mirna seminggu ini tak terkendali, kembali pada fase depresi dengan kekambuhan yang terlampau parah tidak seperti fase sebelumnya. Tanpa banyak bertanya, Sarala yang penurut segera berlari menuju rumah pohon tempat ia dan Maina menyimpan rahasia. Ia menaiki tangga dengan tangkas. Sesampainya di rumah pohon yang penuh dengan hiasan benda-benda langit, pandangannya menelusuri dapur, kamar Maina dan ruang tengah yang terlihat dari atas rumah pohon dengan harapan bisa melihat kakak sepupunya baik-baik saja. Namun, apa yang ia harapkan tak berbuah apapun. Seluruh ruangan kosong, ia tidak tahu di mana Maina berada atau mungkin kakak sepupunya sedang bersembunyi?
Inu yang tergopoh-gopoh masuk ke rumah bergaya vintage mengelilingi hampir setiap ruangan hanya melihat bunga tulip dan air yang membasahi tiga ubin keramik bermotif kayu, potongan kertas yang penuh dengan gambar kartun yang biasa Maina buat, dan pecahan kaca yang berserakan. Langkahnya pun ia percepat, khawatir sesuatu terjadi pada Maina. Perasaan bersalah dan sesal pun semakin menelusuk hati Inu mengapa ia membawa Maina diam-diam tanpa sepengetahuan Mirna selama eyang tak ada di rumah. Pesan ibunya melalui ponsel kemarin malam terngiang dalam kepalanya, saat menemukan Maina tak berdaya. Sesak napas karena kepalanya terus-menerus di masukkan ke dalam bak mandi.
“Nu ... tolong jaga Maina ya, kalau bisa kamu bawa ke rumahmu. Tolong bawa Maina ... Ibu selalu mimpi buruk. Maina .... Tolong jaga Maina ya, Nu! Ibu takut fase depresi Mirna lebih parah, kata dokter Post Partum Psychosis Depression Mirna sudah nda mungkin lagi bisa sembuh.” Eyang selalu mendapatkan sinyal apapun yang akan terjadi pada keluarganya, apa lagi Maina yang tak pernah ia tinggalkan sendirian sebelumnya.

Berambung ....

Jumlah kata: 411 kata

#30HSMK #SeiraAsa #EventSeiraAsa # Menulis Kebaikan #Belajar&Bertumbuh

Anak-anak ManusiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang