Keyakinan Rendra

2 2 0
                                    

Malang yang menghampiri tanpa memberi sedikit iba. Semua memudarkan keyakinan Rendra, bahwa apapun yang kita usahakan pasti akan berbuah selagi melangkah pada hal-hal baik untuk melukiskan kenyataan hidup yang baik pula. Sayang seribu sayang, alam kini harus melihat Rendra duduk melamun menunggu ibunya menyapanya dan memasakan sambal tahu kesukaannya tinggal asa yang tak berbalas.

“Kak Rendra ... Ibu mau makan ayam goreng juga tidak, ya? Donatnya tinggal dua, satu untuk Ibu ... satu lagi untuk Kakak kalau mau,” ucap adik bungsu Rendra dengan ringan, tulus hanya ingin berbagi.

“Ibu masih tidur. Kak Rendra juga tidak lapar, ayam gorengnya buat kamu dan Kak Rindi, ya ....” Rendra menahan tangis, ia tak tahu harus bagaimana dengan nasib yang tergambar jelas di depan matanya.
Kak Citra dan Marah yang rutin berkunjung tiap 2 hari sekali bahkan hampir setiap hari dengan membawa beberapa keperluan yang mungkin Rendra dan keluarganya perlukan. Khususnya bahan makanan, mulai dari beras sampai lauk yang paling mewah bagi Rendra dan adik-adiknya. Mereka yang rela mengantarkan dari beberapa teman dan orang-orang terminal yang peduli keadaan Rendra, tak bisa menyulap Rendra menjadi periang seperti sebelumnya.

“Maaf ya, Bu .... Maafkan, Rendra. Seharusnya Rendra bisa menang lomba vlog memasak supaya bisa membawa ibu ke rumah sakit. Rendra juga tidak bisa bantu ibu menyekolahkan adik-adik. Mereka cuma belajar di Rumah Karsa dibimbing Kak Citra. Mereka bisa belajar di sana diantar Marah. Seharusnya Rendra bisa punya uang banyak. Tapi ... tapi kalau Rendra kerja semir sepatu dari pagi sampai malam dan berhenti belajar di Rumah Karsa, tidak ada yang jaga ibu.” Rendra yang tak lain tetap seorang kanak-kanak semakin pilu, tak ada lagi belajar dan bertemu teman-teman di Rumah Karsa.

Berminggu-minggu ia di rumah menjada ibu dan adiknya. Ia pula yang memasak, mencuci baju, dan melakukan semua kegiatan yang ibunya biasa lakukan. Kawan Marah satu ini, tak pernah memperlihatkan wajah sedih di depan Kak Citra atau teman-teman yang berkunjung. Tetangga yang malah mengucilkannya dengan kondisi ibunya yang dianggap terkena kutukan dengan kaki dan tangan sebelah kiri yang terus mengecil. Tapi, mirip mati suri dengan detak jantung yang berdegup normal. Berminggu-minggu itu juga, Rendra yang terjaga begitu setia merawat ibunya mulai kehilangan harapan tentang mimpi suatu hari nanti, ia bisa menyenangkan hati ibunya.

“Rendra ... Rendra,” ucapan lirih tiba-tiba terdengar, menyadarkan Rendra.

Jumlah kata: 376 kata

#30HSMK #SeiraAsa #EventSeiraAsa # Menulis Kebaikan #Belajar&Bertumbuh

Anak-anak ManusiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang