Drei:

710 81 13
                                    

Pagi hari ketika matahari masih sedikit malu-malu untuk muncul dan menyapa makhluk di bumi, Arsenio sudah begitu semangat berlari kecil menuju halte bus. Savier yang mengikuti di belakangnya hanya bisa tersenyum karena melihat tingkah antusias sang adik.

Arsenio begitu bahagia karena hari ini adalah hari Jum'at. Hari di mana ia dan kakaknya akan pergi sepulang sekolah untuk membeli sebuah kamera.

"Kak, lebih cepat dikit. Kita harus dapat angkot," Ujar si bungsu sembari berjalan mundur. "Kau lupa? Sekarang masih pukul tujuh, bahkan kelas kita akan dimulai pukul delapan. Masih ada satu jam lagi, santai saja, Arsen," Jawab Savier.

Arsenio kembali menghadap ke arah depan. Ia menikmati udara pagi Kota Bogor yang sangat segar.

"Kak, bagaimana kalau kita bertemu Cozy dulu?"

"Cozy?" Savier mengerutkan keningnya.

"Iya, anak kucing berwarna putih di taman seberang sana. Kau pasti akan menyukainya," Jelas sang adik.

Savier tersenyum. "Baiklah, Aku juga ingin berkenalan dengannya."

*

[Yayasan SMP & SMA Swasta Albettara]

Mahija melepas sabuk pengamannya setelah mobil sang ayah berhenti di depan gerbang sekolahnya. Yudi tersenyum. "Pulang jam berapa nanti?"

"Ayah tidak usah menjemputku, aku akan pergi ke acara ulang tahun teman sekelasku lebih dulu," Jawab Mahija sopan.

Ayah Yudi menganggukkan kepalanya, "Temanmu ulang tahun? Kenapa tidak berkata pada ayah?" tanyanya.

"Untuk meminta uang kado darimu? Tidak, terima kasih, ayah. Kau sudah terlalu banyak keluar uang, bahkan untuk hal-hal yang kau sembunyikan dariku," Jawab Mahija sembari membuka pintu mobil. Yudi terdiam. Ia tidak bisa menyangkal ataupun menjawab pernyataan sang anak.

Sagara hanya memperhatikan ayahnya, lalu kakaknya secara bergantian. Mahija berjalan masuk ke dalam kawasan sekolah tanpa berpamitan dengan sang ayah dan tanpa menunggunya.

"Dia kenapa? Aneh sekali. Ayah kan bertanya baik-baik," Tanya Sagara penasaran. Yudi menggelengkan kepalanya, kemudian melemparkan senyum tipis kepada sang putra bungsu. "Tidak ada yang kenapa-kenapa. Kamu juga cepat turun, boy. Nanti terlambat," Jawabnya.

*

Waktu terus berjalan, dan di tempat lain, terdapat Arsenio yang terlihat sangat bahagia ketika bel pulang sekolah hari ini sudah berbunyi. Ia segera berlari menuju kelas kakaknya dan menunggu pemuda berhidung bangir itu keluar dari kelasnya.

"Halo adik kecil." Suara Galen membuat spontan menoleh pada asal suara di belakangnya.

"Astaga, Kak Galen, aku bukan adik kecil. Kau tidak lihat otot ku ini?"

Galen tertawa. "Ya ampun, iya deh. Kau kekar sekali, kak." Itu sebuah ledekan.

"Kau meledek?! Tapi terima kasih, aku anggap itu pujian. Bahkan aku berniat untuk menambah tattoo dan pierching setelah lulus nanti," Ujar Arsenio dengan nada seperti sedang memamerkan sesuatu.

"Kak Galen, Arsen, sudah lama?" Savier yang baru saja keluar dari ruang kelasnya terlihat terkejut ketika melihat sang adik dan Galen sudah berdiri di depan kelasnya dengan sebuah pertengkaran kecil.

Galen menggelengkan kepalanya. "Tidak, itu... gue cuma mau bilang, gue gak bisa nemenin lo sama Arsen pergi mencari kamera. Gue ada bimbel. Kelas akhir memang menyebalkan," Ujar Galen diakhiri dengan sebuah keluhan.

Savier tersenyum manis. "Tidak apa-apa, semangat ya, kak. Kau akan mendapatkan kampus terbaik, pastinya," Jawab Savier. Arsenio yang sedari tadi hanya memperhatikan, kini mulai menarik tangan sang kakak lembut.

Schutzflügel (Sedang Dalam Revisi) ✅️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang