Vier:

621 77 25
                                    

[Juni, 2024]

Waktu tak pernah berhenti berputar, begitu pula kehidupan setiap manusia. Ketika bahagia datang, maka Tuhan sudah menyiapkan sedikit ujian yang menciptkan sedikit kesedihan, dan sebaliknya.

Meskipun hidup dalam kesederhanaan, Savier selalu bersyukur kepada Tuhan karena ia masih memiliki Arsenio di dalam kehidupannya yang begitu sepi. Ia juga bersyukur karena Arsenio tidak banyak meminta kepadanya, sang adik justru banyak sekali membantu dirinya.

Tetapi, sore ini semua nampak berbeda. Hari ini Arsenio pulang ke rumah dengan keadaan wajah yang begitu kusut. Savier berpikir, mungkin ini sebab ujian kenaikan kelas yang memang cukup sulit untuk anak-anak sekolah menengah atas.

"Kak, aku berhenti kerja di minimarket," Ujar Arsenio dingin. Ia sama sekali tidak menatap wajah kakaknya yang kini sedang bertanya-tanya apa yang terjadi pada adik semata wayangnya.

"Ah, begitu. Tidak apa, kamu fokus saja pada sekolah. Biar kakak yang menambah jam kerja di cafe," Jawab Savier berusaha untuk tetap memamerkan senyuman, meskipun Arsenio tak sedikitpun melihat ke arahnya.

Arsenio tak lagi menjawab, ia segera masuk ke dalam kamarnya. Savier terdiam, entah mengapa dadanya terasa sangat sesak. Pemuda itu menghela napas, ketika ia melihat jika makan malam sederhana yang ia sediakan tak disentuh oleh adiknya.

"Semoga, Kau baik-baik saja, dek."

*

[Kediaman Keluarga Bramantya]

"Ayah, Jujur padaku, lau lakukan apa di luar sana dengan uangmu? Apa kau benar-benar memiliki keluarga lain di luar sana? Kau—jangan bilang lau sudah menikah sejak lama?" Pagi-pagi buta Mahija sudah memburu sang ayah dengan banyak pertanyaan yang lebih menyerupai tuduhan kecurigaan.

"Hei, ini masih sangat pagi, apa kau tidak mau mandi dulu? Setidaknya kamu harus tetap tampan meskipun kamu sudah tidak ada kegiatan di SMA," Kata Yudi—mengabaikan pertanyaan putra sulungnya.

Mahija mendengus kesal, ia cukup bersabar menahan amarahnya ketika mengetahui sang ayah sering sekali mengirim uang dengan jumlah besar ke rekening seseorang.

"Aku bertanya, ayah. Jangan alihkan pertanyaanku," Ujar Mahija tegas.

Yudi menghela napas. "Ayah akan membahasnya ketika ayah sudah siap untuk membahasnya, Boy. Kau—Kau tidak ingin melihat ayahmu membuka luka lama yang belum bisa ayahmu terima, bukan?" Jawab Yudi sendu.

"Aku tidak mengerti apa yang ayah bicarakan."

"Sabar, Boy. Kau akan tahu segalanya. Kau pasti akan tahu, aku janji akan memberitahumu."

Dan setelahnya Mahija hanya bisa berdiam diri, dan menatap wajah sang ayah penuh tanya.

*

[Honey Bee Cafe]

Tanpa sepengetahuan sang adik, sepulang sekolah Savier segera menuju cafe tempat ia bekerja. Beberapa karyawan lain termasuk Harin menatap Savier heran.

"Kak Vier? Bukannya kau sedang ujian?" Tanya Harin heran, ketika Savier memasuki ruang staff. Pemuda itu tersenyum. "Aku butuh uang, Rin. Lagi pula ini kan hari terakhir," Jawabnya ramah.

Harin tak merespon setelahnya, ia hanya menatap Savier dengan tatapan yang tidak dapat terbaca. Akhir-akhir ini Savier merasakan bahwa ia terlalu memporsir dirinya, tetapi memang dasarnya ia adalah orang yang tidak terlalu peduli pada dirinya, Savier tetap memaksakan tubuhnya.

Bahkan sejak tadi ia masih melaksanakan ujian hari terakhir, ia sudah sedikit merasakan sakit perut di sebelah kanan.

"Lo oke, kak?" Andra bertanya ketika melihat Savier sedikit meremas perut sebelah kanannya. Dengan senyuman dan anggukan kecil, Savier merespon pertanyaan Andra.

Schutzflügel (Sedang Dalam Revisi) ✅️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang