Zehn:

546 65 19
                                    

[Kediaman Keluarga Dharendra, Jakarta]

"Gilang! Ayah pulang, nak." Albi menekan bel rumahnya, tak lama kemudian pintu terbuka dan seorang pemuda laki-laki menyembulkan kepala dari balik pintu.

"Ayah?"

Albi tersenyum, ia memeluk putranya, kemudian Savier di samping Albi hanya tersenyum hangat melihatnya. Sepertinya memang seindah ini memiliki seorang ayah, dan Savier bersyukur karena kini ia memilikinya.

"Ah iya, ini Savier Ragnala Dharendra, kakakmu yang sudah lama hilang." Albi memperkenalkan Savier pada Gilang dan menambahkan nama belakangnya. Gilang menatap sang kakak kagum, berkali-kali bergumam senang.

"Jadi kamu benar-benar putra ayah dengan mama Sora??"

"Ah—iya, kau Gilang?"

"Iya!"

Savier terkejut ketika tubuhnya hampir saja terhuyung karena pemuda yang lebih muda di depannya menubruk ke dalam pelukannya tanpa aba-aba. Ia merasa pemuda sepantaran Arsen itu menangis hingga air matanya membasahi kemeja bagian bahunya. Insting seorang kakak yang dimiliki Savier seolah mengarahkan jemarinya untuk menepuk punggung Gilang—memberikan ketenangan.

"Aku dan ayah sudah lama mencarimu, sangat lama, kak."

"M-maafkan aku," jawab Savier

Seokjin tersenyum hangat, "Kau terlalu banyak meminta maaf atas kesalahan yang tidak pernah kau lakukan sama sekali, Vier. Ah, bagaimana kalau kita masuk? ayah akan buatkan kalian makanan enak."

"Serius, ayah?"

"Asik! Ayuk masuk, kak!"

*

[Kediaman Keluarga Bramantya]

"Kau ini tega sekali! Aku terbangun tanpa ada seorang pun di rumah, ayah pergi, kau dan kak Mahija yang galak pergi! Jahat sekali!"

Arsenio terkejut melihat kehadiran adiknya di dapur ketika ia sedang membereskan plastik sisa dekorasi. Sagara melirik tangan sang kakak penuh curiga.

"Apaan itu?"

"Ini sampah, mau aku kasih makan sampah?" jawab Arsen santai.

Si bungsu mendengus kesal. Omong-omong soal makan, ia belum memasukkan satupun makanan ke dalam perutnya yang kini sudah berdemo minta diisi. Wajahnya berubah menjadi murung, kemudian anak itu berakting memegangi perutnya. "Aduh, kak. Ini sudah hampir tengah hari, aku belum makan apapun. Kalian tega sekali, kalian ingin aku cepat mati, ya?"

Arsenio tertawa kecil, merasa lucu dengan drama kelaparan yang dibuat sang adik. "Itu sih deritamu, lagian siapa suruh bangun siang? Aku dan kak Mahija mah sudah sarapan di cafe dekat komplek, yang menyediakan menu khusus sarapan pagi."

"Kau tega sekali! Aku juga mau!! Ish!"

"Hahahaha."

"Oh, Arsen, Sagara?" suara Yudi menghentikan tawa si tengah yang sebelumnya menggelegar. Ayah mereka berdiri di dekat meja makan dengan sebuah paper bag di salah satu tangannya. "Kalian sedang apa?"

"Itu apa di tangan ayah?" si bungsu balik bertanya.

Yudi melihat ke arah yang putra bungsunya tunjuk, kemudian ia tersenyum manis. "Ini kado untuk—"

"Ayah sudah pulang? Kok cepat sekali?" Mahija yang entah darimana muncul, berhasil menyelamatkan Yudi dari mulut penuh tanpa rem nya. Yudi menatap mata si sulung yang seolah memberikan telepati.

"Ah, ini—iya, ayah izin karena ayah merasa rindu kalian."

"Dih, tiba-tiba? Kinda sus," selidik Sagara.

Arsenio menghela napas pasrah, Apa memang keluargaku begini? Batinnya heran. Tanpa banyak berpikir, ia menarik tangan Sagara dari kecanggungan yang tidak jelas tersebut. "Kau ingin makan 'kan? Mari kita makan, kita ke taman belakang sekarang."

"Heh, Arsen! Ini tidak sesuai dengan yang kita rencanakan??"

"Kau terlalu lambat, kak Mahija. Aku juga sudah lapar."

Dan Yudi hanya bisa terdiam melihat keadaan yang ada di depan matanya kini. "B-baiklah, ayah ikut saja."

Sagara itu sebenarnya sudah mendengus kesal sedari tadi, ayah dan kakak sulung nya tetap saja payah dalam memberikan kejutan ulang tahun. Ia pikir, dengan adanya Arsenio yang kini menjadi keluarga mereka, kebodohan Mahija dan ayahnya bisa sedikit berkurang, ternyata malah membuat kakak tengahnya kesulitan.

"Happy Birthday Sagara Ravindra!" Arsenio berucap antusias, Mahija juga meniup terompet dan Yudi bertugas melepaskan pom-pom agar terlihat lebih meriah, tetapi Sagara hanya tertawa kencang.

"Kalian ini payah sekali, aku sedikit sedih."

Arsenio mengacak surai si bungsu gemas, "Aku sudah menebak hal itu. Kak Mahija dan ayah begitu payah bermain peran," Ujarnya tanpa peduli dengan Mahija yang kini menatapnya seperti ingin menerkam hidup-hidup. Yudi menggaruk tengkuknya yang tak gatal, ia memang mengakui kalau ia sangat buruk dalam bermain peran.

"Ya sudah, lo lapar 'kan? Kasihan banget belum makan sejak pagi," ujar Mahija seraya menepuk pundak sang adik lembut. Sagara mengangguk menggemaskan.

"Huum, perutku sangat lapar."

"Oke, mari kita makan!"

"Selamat makan!"

"Wah! Ada cheesee cake!"

"Khusus untukmu."

"Aahh terima kasih, Aku sayang kalian!!"

Dan mari kita tinggalkan dahulu keluarga bahagia itu.

*

"Aku tidak tahu kalau kak Savier juga pandai memasak seperti ini." Gilang berucap saat ia melihat kakaknya dengan gesit membantu sang ayah untuk memasak di dapur. Albi itu sebenarnya sudah melarang, ia ingin putranya beristirahat dahulu setelah pulang dari rumah sakit. Ya tapi kalian tahu sendiri bagaimana Savier? ia keras kepala, dan selalu mendahului orang lain dibanding dirinya.

"Nasi goreng kornet dan bola-bola udang ini sepertinya akan sangat enak, ayah merasa Savier lebih pandai memasak daripada ayah. Ah, ini sangat membuat ayah bangga, tetapi merasa tersaingi juga," kata Albi diakhiri dengan sebuah tawa. Savier tersipu.

"Ah, kalian terus memujiku. Silakan makan, jangan kebanyakan memujiku."

"Kita harus makan, benar! Ini harumnya enak sekali!" sahut Gilang.

Ketiganya menyantap nasi goreng di hadapan mereka dengan hikmat. Savier diam-diam tersenyum. Bayangan untuk bisa merasakan makan bersama di meja makan seperti ini sudah lama ia dambakan. Ia pikir, sepanjang hidupnya di dunia, ia tidak akan pernah merasakannya.

Ternyata ia salah, mulai saat ini, ia akan hidup lebih banyak bersyukur lagi, ia akan bahagia, meskipun tidak ada ibu dan Arsenio di sisinya. Ayah Albi dan Gilang bisa menjadi pelipur laranya sekarang. Dan Savier berharap, semoga ia bisa menikmati kehangatan seperti selama yang ia mampu.

~~~~~~~~~~~~~~

[REVISI: 24/03/2024]

Schutzflügel (Sedang Dalam Revisi) ✅️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang