Donghyuck melangkahkan kakinya ke kelasnya dengan menenteng sepatunya. Pagi itu, hujan turun membasahi wilayah itu. Dingin menjalar pada tubuhnya karena seragamnya yang sedikit basah.
Bagi Donghyuck, hujan itu menyebalkan. Ia tidak menyukai hujan. Ia akan mengumpat jika hujan turun. Hujan merepotkan, jika Donghyuck dirumah, ia harus berlari untuk mengambil jemurannya, jika ia akan pergi dia harus menggunakan mantel neon pemberian sang mama yang jujur saja ia malu menggunakannya karena akan menjadi pusat perhatian, dan baik tubuh atau luka dalam hatinya akan ikut basah. Baginya juga, mendung sudah cukup untuk membasahi lukanya kembali dan membuatnya mengumpat.
—Donghyuck memakai sepatunya yang ia tenteng tadi saat berada di kelas dan Mengeluarkan tas yang tadi ia bungkus kresek besar agar tidak basah.
"Pagi yang buruk, Hyuck?" tanya teman sebangkunya yang baru saja datang.
"Kayak yang lo liat ae dah," jawab Donghyuck yang masih sibuk bersiap siap. "Upacara di aula cukup emangnya?" celetuk Donghyuck dengan tangannya yang kini membuka bungkus roti.
Jeno—teman sebangkunya—menaikkan bahunya acuh. "Umpek-umpek an paling nanti," jawabnya.
Donghyuck menghela nafas pelan. "Males banget gue. Pengen cabut tapi hujan," gumam Donghyuck yang masih di dengar oleh Jeno.
"Gue laporin Mak lo nanti," ujar Jeno.
Donghyuck melirik malas pada Jeno. "Cepu, alay," ejeknya.
"Kek lo kagak ae."
"Emang kagak."
"Halah."
Donghyuck tertawa kecil, "Canda, bos. Gue duluan ke aula, mau ngepick tempat."
"Ikut."
"Serah lo."
=====
"Jen, gue bakal ketemu Jaemin lagi kagak ye?"
Kini Donghyuck dan Jeno berada dipojokkan kantin dengan bakso dan mie ayam serta teh sisri rasa gula batu yang berharga Rp. 1000-, an menemani mereka.
"Jaemin di korea sono kan?" tanya Jeno yang dibalas gelengan kepala pertanda tidak tau dari Donghyuck.
"Clueless."
Jeno stress jika temannya ini mulai menanyakan hal yang tidak pernah ia ketahui. "Percaya ae sama Mak Bapak lo, Hyuck. Buat Jaemin," ucap Jeno lalu kembali memakan mie ayamnya.
"Gue kangen."
"Baru 6 tahun." celetuk Jeno acuh.
"6 tahun lo kata baru?"
Jeno menganggukkan kepalanya. Ia meminum teh sisri nya. "Disana dia berobat bukan sengaja dijauhi dari elo. Udah 6 tahun, pikiran lo gitu gitu mulu. Gue bosen dengernya," jawab Jeno.
"Coba orang lain yang dengerin lo yang hampir setiap hari topik pembahasannya tentang adik lo itu. Gue yakin lo udah dijauhi sama mereka."
Apa yang dikatakan Jeno benar. Selama 6 tahun semenjak Jaemin harus pergi meninggalkannya, pembahasannya hanya tentang adik satu satunya itu. Tapi mau bagaimana lagi? Ia terlanjur rindu berat pada adiknya.
"Kapan mak lo balik?" tanya Jeno.
Donghyuck menggelengkan kepalanya tidak tau. "Gue males nanya. Mama balik ya udah sih, toh ga ada apa apa yang gue sembunyiin," jawab Donghyuck.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Abang ✓
Fanfiction"Abang, kenapa bumi bulat?" tanyanya kala itu pada Donghyuck yang berusia 12 tahun. Keduanya kini sedang berbaring di atas rerumputan, menikmati indahnya bulan yang ditemani dengan bintang di sekelilingnya. "Karena itu takdir Tuhan." jawab Donghyuck...