Aku berjalan mondar-mandir di dalam kamar. Menunggu seseorang pergi dari rumahku. Maksudku rumah kakekku yang selama ini kutinggali.
"Lan," tiba-tiba seseorang membuka pintu kamarku. Aku terperanjat kaget.
"Setan! Ketuk pintu dulu kek lu!" omelku pada Virgo, kakakku yang paling tolol.
"Dekem mulu di kamar lo! Dipanggil Mama tu! Ada tamu juga lu! Nggak sopan, hih!" sungutnya. Aku heran, kenapa dia jadi ikutan ngomel?
"Mmm, berarti masih ada Reaksi?" tanyaku berusaha menutupi perasaan malu-maluku. Reaksi, salah satu orang di dunia ini yang paling kuhindari, tapi juga ingin kutemui. Kalau kalian bertanya pasti ada cerita dibalik itu, tentu saja ada. Cerita yang sangat memalukan. Terutama baginya, hingga sampai sekarang ia masih membenciku padahal kejadiannya sudah bertahun-tahun lalu.
Saat itu aku masih berumur sepuluh tahun. Kakek sedang mengadakan acara lelang amal kalau aku tidak salah ingat. Yang mana, dihadiri oleh kawan-kawan serta koleganya. Tapi acara ini tidak terlalu formal karena banyak sekali anak-anak disana.
Aku ingat aku sedang duduk sendirian sembari menatap para remaja yang tengah mengobrol dengan asyik mengenai cowok-cowok dan mengabaikanku. Mereka hanya mau berbicara padaku jika sedang mencari perhatian Kak Arsen, kakak pertamaku atau Virgo, kakak keduaku. Kecuali Kak Angel. Cewek itu selalu baik padaku diantara mereka.
Aku menoleh ke arah lain, melihat anak-anak seumuranku berlari-lari kesana kemari. Aku yang saat itu pemalu jelas tidak menghampiri mereka. Jadi aku tetap duduk sendiri saja. Sampai seseorang cewek mengajakku bermain petak umpet dengan anak-anak yang berlarian itu. Cukup lama berpikir, aku pun akhirnya menyanggupinya.
Kami pun berpencar. Aku bingung memilih tempat untuk bersembunyi. Saat melihat kamar mandi di ruang tengah, aku pun segera berlari kesana. Karena sepi, aku pikir tidak ada orang didalamnya. Jadi aku segera membukanya dan terkejut saat melihat seorang cowok tengah memegangi bagian depan celananya.
"Aaaaaaaa...." aku pun berteriak sembari menutup mata.
"Anjing!" umpatnya sembari membanting pintu. Aku berjengit dengan ketakutan. Kemudian cowok itu, Reaksi, yang mana adalah anak bungsu dari sahabat kakekku membuka pintu kamar mandi dan aku sempat melihat tatapannya yang seperti hendak membunuhku. Aku buru-buru menunduk. Aku ingin minta maaf tapi aku terlalu takut dan gemetar.
Ia mendengus kasar lalu meninggalkanku yang gemetaran. Kemudian aku merasakan tangan seseorang dibahuku.
"Kenapa, Lan?" tanya Kak Celine yang kebetulan lewat dan melihatku ketakutan.
"Milan kena!" teman bermainku tadi yang kulupa namanya datang hendak menyergapku.
"Ssst." tegur Kak Celine.
"Kamu kenapa?" ulang Kak Celine yang kembali menatapku. Aku pun menangis dan dengan polos serta terbata-bata menceritakan kejadian itu padanya. Ia tertawa terbahak-bahak lalu menarik tanganku dan membawaku pada teman-temannya. Ia menceritakan ulang pada teman-temannya dan mereka pun tertawa. Seolah-olah itu adalah hal paling lucu padahal aku tengah ketakutan.
"Astaga, hahaha. Gue ngga ngebayangin gimana muka Aksi." ujar salah seorang diantara mereka.
"Kalau itu gue udah gue ceng-cengin dia biar tampang esnya meleleh." sahut yang lainnya.
"Jadi, kamu liat, Lan?" tanya mereka.
"Bego lu nanyanya!" Kak Angel menoyor kepala temannya itu.
"Ih, biarin sih. Besar apa kecil?" tanyanya lagi.
"Astaga," Kak Angel tak habis pikir. Sedang yang lain menunggu jawabanku. Bitches!
"Apanya?" tanyaku polos.
"Tititnyalah!" seru seseorang di antara mereka tak sabar. Aku pun memerah dan kembali ketakutan saat mengingatnya.
Para cewek-cewek tolol ini tertawa, tapi aku melihat mereka masih menunggu jawabanku. Dan di saat itu pula mataku menangkap dirinya berjalan beriringan bersama Kak Arsen dan Virgo dibelakang kakak-kakak yang mengerubungiku itu. Matanya menyidikku dan menatapku tajam. Aku menelan ludah dan entah karena saking ketakutan atau apa, tiba-tiba aku menjawab kecil padahal aku tak pernah melihatnya.
Aku tak pernah melihatnya!
Mereka terbahak lagi, Reaksi menghentikan langkahnya dan aku langsung berlari menaiki tangga menuju kamarku.
Karena kebodohanku itu, mereka membicarakan dan membuat lelucon tentang Reaksi dan adik kecilnya yang legend itu.
Dan sebab itulah kupikir Reaksi membenciku. Ia selalu membuang muka dan mendengus setiap melihatku seolah aku Babi. Ia tak pernah bicara padaku. Hingga saat ini. Lalu, bagaimana aku hendak meminta maaf jika sikapnya selalu seperti itu?
Untungnya, kami jarang sekali bertemu kecuali saat Kakek, Papa dan Mama tengah berada di Jakarta seperti saat ini. Karena mereka bertiga tinggal di Batam sejak aku kelas 6. Jadi, selama ini aku tinggal dengan Kak Arsen dan Virgo di rumah kakek ini. Tapi setelah Kak Arsen menikah, yang tersisa hanya aku dan Virgo serta para Asisten rumah tangga kepercayaan keluarga kami.
"Masihlah. Nungguin lu noh!" goda Virgo yang jelas tau kejadian itu. "Si! Dicari Milan nih!" dan tanpa kuduga mulut kurang ajarnya berteriak memanggil Aksi sembari melongokkan kepala ke luar kamar.
"Emang anjing lo ya!" aku berkacak pinggang. Ia membuat tampang tolol untuk mencibirku. Membuat aku tidak yakin apa kakakku ini memang berusia 23 tahun mengingat tingkahnya yang kadang seperti bocah berusia lima tahun.
Aku mendengar suar sayup-sayup, begitu juga dengan Virgo karena ia kembali melongok ke luar pintu.
"Anjir, dia beneran kesini dong."
"What the fuck!"
****
Tabur tabur Bintang dan komen yaa...
KAMU SEDANG MEMBACA
Qué Será Será
Romance18+ Tak ada yang tahu bagaimana hidup berjalan. Apa yang akan ada pada masa depan selalu menjadi misteri. Dan, ini adalah perjalanan kisah cinta Enzy Milano Ananta. Start : 03 september 2021