Hiruk-pikuk serta musik club cukup membuatku tak nyaman. Bukannya ini pertama kalinya aku ke Club, tapi tetap saja tidak pernah membuatku nyaman. Apa karena mungkin ini kali pertama aku ke The Kingdom? Entahlah. Karena dulu satu-satunya Club yang pernah ku kunjungi sebanyak dua kali adalah Pentagon. Club yang tidak jauh beda dengan The Kingdom yang biasa dikunjungi oleh para artis, pengusaha, pejabat bahkan hingga para taipan.
"Lo udah kabarin Julian?" tanya Erika padaku.
"Udah, dia bilang dia bakal usahain ke Jakarta minggu depan."
"Btw, lo berdua liat cowok yang berdiri disana?" tunjuk Erika pada seorang Om-Om yang berdiri sembari membawa sloki yang tak jauh dari pintu private room.
"Yang liat kesini?" tanyaku.
"Ya. Gue pikir dia naksir sama Tiwul." aku menatap Tiwul yang langsung melihat ke arah yang ia pikir ditunjuk oleh Erika.
"Apaan? Orang dia ngeliatin Milan."
"Bukan yang rambutnya dikuncir bego! Yang sebelah kanan." Tiwul pun bergidik saat melihat laki-laki paruh baya dengan perut buncit yang tengah menatap genit ke arahnya.
"Anjir! Itu mah Om-om tolol!" aku dan Erika pun terbahak. Erika kemudian mengajak kami ke meja bar, mengabaikan Om-om genit dan cowok dengan rambut diikat yang menatapku.
"Kalian minum apa guys?"
"Mmm... Gue yang light aja." Ujarku.
"Gue juga." Tiwul ikut-ikutan. Lalu Erika memesankan kami berdua wishky cola dan apel martini untuknya sendiri. Setelah pesanan kami datang, Erika segera meneguk apel martininya dalam sekali teguk. Sedangkan aku dan Tiwul menyesapnya pelan. Erika memesan minuman lagi dan lagi-lagi habis dalam sekali teguk. Aku geleng-geleng antara takjub dan juga heran.
Erika lalu menarik tanganku dan tangan Tiwul untuk menuju dance floor. Aku dan Tiwul yang tak terbiasa dengan hal ini rasanya enggan karena tak nyaman.
Kami berdua tampak ogah-ogahan dan menahan kaki kami diatas lantai dimana kami berpijak.
"C'mon, Lan, Wul. I told you guys we're gonna have fun. Just trust me." Erika meyakinkan kami.
"Gue ngga bisa dance." Ujar Tiwul.
"It's not a big deal at all." Kata Erika. "Gue juga ngga jago sebenernya but I act like a pro." Tiwul menatapku seperti bertanya apakah aku juga akan kesana?
"Ayolah guys... PD aja lagi. Mau lo gaya begini kek atau begimane ngga ada yang peduli." Erika memperagakan gerakan-gerakan konyol. Aku pun mendengus tertawa. Sebenarnya aku suka menari. Itu bakat terpendam yang hanya diketahui olehku karena aku tak cukup percaya diri untuk menampakkannya di depan orang lain. Mungkin ini akan menjadi kali pertama aku menampilkan liukan tubuhku di depan orang-orang yang tidak kukenal yah walaupun mereka mungkin tidak akan memperhatikan. Atau mungkin... tidak?
"Nah gitu dong..." girang Erika saat aku dan Tiwul mengikutinya ke dance floor. Erika memang tampak sudah akrab sekali dengan tempat dan suasana seperti ini. Ia dengan percaya diri mulai menggerakkan badannya dengan konyol untuk menghiburku dan Tiwul. Ia masa bodoh dengan tatapan orang lain yang sebenarnya kebanyakan asyik sendiri dengan gerakan tubuhnya, temannya, pikirannya dan musiknya.
Aku pun mulai menggerakkan badanku. Berusaha santai dan tidak gugup. Aku bergerak tidak berlebihan tapi berusaha menikmati suasana dan musiknya. Hingga Erika senang melihatnya. Ia berkata bahwa aku keren dan tampak elegan. Sedangkan Tiwul, ia juga sudah terlihat santai. Bahkan sengaja membuat gerakan-gerakan yang lebih konyol dari Erika. Membuatku dan Erika tertawa terbahak-bahak.
Lagu pertama, kedua telah habis. Namun aku merasa kehausan. Jadi aku menuju meja bar disaat Erika dan Tiwul menari bersama. Aku duduk dan memesan air mineral. Disaat aku meneguknya seorang cowok mendekatiku. Cowok yang rambutnya diikat tadi.
"Hai," sapanya setelah aku selesai minum. Aku menatapnya sejenak. Cowok itu wangi dan cukup tampan. Dari jarak sedekat ini aku merasa seperti tidak asing dengan wajahnya.
"Hai," balasku. Entah mengapa aku mengerutkan kening. Ia tersenyum ramah.
"Apa kita pernah ketemu sebelumnya?" Tanyaku. Ia menggeleng dan masih tersenyum.
"Belum. Benji." Ia mengulurkan tangannya dan memperkenalkan diri.
"Milan." Balasku menyambut uluran tangannya.
"Kamu baru pertama kali kesini?"
"Ya. How do you know?" Apa tampang gue sepolos itu?
"Aku sering liat temen kamu tapi ngga pernah liat kamu kesini."
"Ah, I see. Aku memang belum pernah kesini." Jujurku. Lalu kami pun bercakap-cakap mengenai di daerah mana aku tinggal, jurusan apa yang kuambil dan lain sebagainya.
"Mau pesen minum? Aku yang traktir." Tawarnya kemudian.
"Water." Terdengar seseorang tengah memesan air kepada bartender.
Aku yang hendak menolak sontak berhenti dan menoleh ke sumber suara. Bukan hanya karena suara sosok tersebut melainkan aroma wangi yang beberapa kali menyita perhatianku. Wangi yang khas, wangi yang menyenangkan.
Ia yang merasa diperhatikan pun menoleh ke arahku. Kami saling tata.
"Milan," panggil Benji. Aku pun tersadar bahwa aku tengah bersama seorang cowok dan tidak tahu kenapa rasanya aku telah mengkhianati Reaksi.
What the fuck!! Perasaan apaan nih?!!
Dengan enggan, aku pun beralih dari Reaksi ke Benji. Entahlah, rasanya saat ini Benji mengganggu kami padahal kelihatannya sebaliknya. Maksudku kehadiran Reaksi.
"Ya?" Jawabku dengan sedikit kelimpungan. Ia menunggu jawabanku dengan isyarat wajahya.
"Mmm,,," aku kembali menoleh ke arah Reaksi yang ternyata sudah tidak ada dan baru saja pergi.
"I'm sorry, Ben. Maybe next time. I have to go." Aku pun segera mengejar Reaksi.
"Reaksi!" Panggilku saat ia keluar dari Club sembari membawa sebotol air mineral. Ia tak berhenti dan berjalan terburu-buru. Aku pun berlari untuk menyejajarkan diri dengannya tapi karena langkahnya yang besar jadi aku cukup kewalahan.
"Reaksi!" Panggilku lagi saat kami berada di basement. Ia pun berhenti.
"Apa?!" Nadanya dingin. Membuatku membeku sesaat. Bukan hanya nadanya, tapi juga tatapannya.
"You stalkin' me?!"
***
Halo guys... apa kabar? Lama tak bersuaaa...huhuhu
Jujur kangen bgt... udah lebih dari seahun berlalu dan baru ini ada keinginan buat nulis lagi karena sthun terakhir ini bener2 stuck bgt.
Semoga gue bisa lanjutin ini smp selesai yaa... anyway sebenernya cerita ini udah selesai cuman banyak yang perlu diprbaharui. Jadi, semoga aku bisa menyelesaikannya.
Gimana cerita ini menurut kalian? Penasaran ga sama kelanjutannya?
Jangan lupa vote dan komen ya...
KAMU SEDANG MEMBACA
Qué Será Será
Romance18+ Tak ada yang tahu bagaimana hidup berjalan. Apa yang akan ada pada masa depan selalu menjadi misteri. Dan, ini adalah perjalanan kisah cinta Enzy Milano Ananta. Start : 03 september 2021