"Mmm... Karena kita tau ini nggak akan berhasil, gimana kalau kita kabulin itu? Gimana kalau pernikahan ini kita jalani sampai satu tahun? Sebagai formalitas."
"Maksud lo setelah itu kita cerai?" aku mengangguk saat ia memahami maksudku.
"Toh, kita nggak punya perasaan satu sama lain, kan? Jadi, buat apa?" aku menatap jari-jariku yang terpilin di pangkuanku. "Ini bukan pernikahan impian gue. Gue cuma pengen nikah sama orang yang tulus cinta sama gue."
Aku merasakan tatapannya yang tak terbaca.
"Oke," setujunya kemudian. Aku pun mengangkat wajah, kembali menatapnya yang masih menatapku. Mataku tiba-tiba beralih menatap lehernya yang bersih, membayangkan bagaimana rasanya jika leher itu... digigit.
Wanjeeer! Apa-apaan nih?! Ini pasti gegara gue nonton film vampire kemaren nih!
Sialan!
Aku menelan ludah dan buru-buru mengalihkan pandanganku.
Aku masih merasakan tatapannya. Dan segera membenci tatapannya. Tatapan yang membuatku merasa salah tingkah. Jujur saja.
Ahh, sial!
"Mmm, lo... lo juga bebas mau berhubungan sama siapapun yang lo mau kok. Gue nggak akan mempermasalahkan itu. Begitu pun sebaliknya." lanjutku setelahnya.
"Lo punya pacar?" tanyanya mengejutkan. Aku tidak punya pacar. Tapi satu-satunya yang terpikir di otakku saat ditanya mengenai hal itu adalah Bima. Mantan pacarku yang masih kuharapkan. Kami putus beberapa tahun lalu karena ldr. Ia berada di Jepang untuk mengejar S2 dan aku di Indonesia. Ia merasa tak sanggup menjalaninya. Lalu kami pun lost contact setelahnya.
Jika ditanya apa aku masih mempunyai perasaan untuknya, aku akan menjawab, "tentu saja." Ia pacar pertamaku, ciuman pertamaku dan yang pasti ia menyayangiku walau orang bilang status kami berbeda. Tapi, tak peduli bagaimana berbedanya status kami, aku berharap suatu saat kami akan dipertemukan dan disatukan kembali dengan versi terbaik kami.
Aku menggeleng. "Mungkin sekarang enggak ada. Tapi siapa tahu, kan?"
"Mmm... Re," panggilku. Entah kenapa rautnya berubah jadi aneh saat kupanggil "Re". Apa ia tidak suka kupanggil seperti itu? Tapi rasanya aneh jika kupanggil ia dengan nama panggilannya karena kami kan bukan teman.
"Apa lagi?" kerutan di dahinya tampak jelas dan entah kenapa aku merasa sudah membuatnya tidak nyaman. Seperti ia yang menginginkan ini cepat berakhir.
Aku menelan ludah sebelum mengatakannya. "Gue pikir,,, kita nggak perlu ngelakuin... itu." alis kanannya naik ke atas.
"Itu?" ulangnya.
"Maksud gue... have sex." lagi-lagi tatapanku turun dari wajah tampannya menuju leher indahnya. Dan aku langsung merasa telah mengkhianati diri.
Pleaselah, Lan. Itu cuman leher elaahhh...
Sepertinya aku agak sinting.
Ia menatap wajahku, lalu dadaku yang sontak kututupi dengan tasku. Seharusnya aku merasa ditelanjangi atau dilecehkan. Tapi sayang sekali tatapan sekilasnya itu tampak tanpa minat. Dan aku langsung merasa semakin jelek dan tidak menarik. Padahal teman-temanku cukup iri dengan milikku yang katanya lumayan itu.
Ia membuka mulutnya seperti ingin mengatakan sesuatu, yang kusangka adalah hinaan, tapi kemudian ia mengurungkannya. Dan beberapa saat kemudian ia hanya mengatakan "oke," untuk kesekian kalinya.
"Lo udah selesai?" tanyanya tampak tak sabar.
"Satu lagi, gue mau kita tidur terpisah."
"Oke," lagi-lagi ia menyetujuinya. "Sekarang peraturan dari gue." katanya yang tiba-tiba membuatku khawatir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Qué Será Será
Romance18+ Tak ada yang tahu bagaimana hidup berjalan. Apa yang akan ada pada masa depan selalu menjadi misteri. Dan, ini adalah perjalanan kisah cinta Enzy Milano Ananta. Start : 03 september 2021