three

456 56 5
                                    

Aku memutar bola mata mendengar ocehan Erika tentang kencannya semalam. Bukan aku iri, hanya saja Erika sudah seringkali berkencan dan tidak pernah bertahan lama. Seingatku, hubungan terawetnya hanya bertahan 7 bulan saja. Hebat, bukan?

Oke, oke, tentu saja tidak.

"Gue ngga tau kenapa, tapi gue pikir dia jodoh gue. Mana gitu dia enak banget lagi mainnya. Ughh..." Katanya sembari membayangkan. Aku bergidik mendengarnya sedangkan Tiwul, alias Tiwi memutar bola mata.

"Kemarin-kemarin pas sama Moses juga lo bilangnya gitu." Ungkitku sembari menyedot minuman bobaku. Tiwul mengangguk membenarkan.

"Emang iya?" Ia tiba-tiba lupa ingatan yang kuyakin hanya aksi pura-pura. "Whatever. Pokoknya kali ini gue yakin banget sama Kafka." ia menyedot minumannya sembari menggoyang-goyangkan kepala ke kiri dan ke kanan. Aku dan Tiwul saling pandang.

"Asal jangan nangis-nangis ke kita aja kalo kalian putus." Ujar Tiwul kejam.

"Sumpah lo jahat banget, Wul! Doa lo jelek banget!" Erika nampak kesal.

"Lho, gue kan cuman meringatin lo. Jangan sampe kejadian sama si brengsek Andre terulang lagi." Tiwul mengingatkan tentang kejadian dimana Andre menghilang begitu saja setelah meninggalkan Erika sendiri di sebuah kamar hotel. Aku ingat Erika menelpon kami sembari menangis tersedu-sedu dan harus kami jemput.

Erika sontak terdiam. "Tapi gue yakin Kafka orang baik kok. Kalian pokoknya harus ketemu dia biar percaya." Katanya kemudian. Aku dan Tiwul serempak mendengus. Hingga tiba-tiba Erika berseru.

"Reaksi." Seru Erika. "Itu Reaksi kan, Lan?" Tunjuknya. Aku dan Tiwul pun sontak melihat ke arah yang ditunjuk Erika.

Seorang pria yang luar biasa tampan tampak tengah menelpon. Aku tak tahu sedang apa ia disini sendirian. Dan ia terlihat tak memesan apapun.

"Gila, makin ganteng dan hot aje dia!" Erika geleng-geleng kepala takjub.

"Makin untouchable ngga sih?" Tiwul turut takjub. Mereka berdua mengetahui Reaksi karena pernah bertemu pria itu saat resepsi pernikahan Kak Arsen. Keduanya menatapnya tak berkedip dan melongo sampai aku mengira mereka akan meneteskan air liur. Aku mendengus kesal karena yang mereka katakan memang benar adanya.

"Si Babi." Gerutuku yang membuat mereka menoleh ke arahku. "Sebulan lalu dia kerumah gue dan lebih berengsek kayak Babi."

"Anjing?" Erika berniat mengoreksi. Karena cowok berengsek sering disamakan dengan anjing.

"Babi." Aku bersikeras.

"Emang dia ngapain?" Tanya Tiwul.

"Dia ngatain gue babi."

"Bukannya dia ngga pernah ngomong sama lo?" Ungkit Erika.

"Iya, ini gegara si bego Virgo. Gitulah." Aku sudah malas membahasnya.

"Ternyata udah ada pawangnya." Celetuk Tiwul kemudian. Kami pun menatap ke arah Reaksi yang saat ini tengah bersama cewek cantik bertubuh tinggi bak model.

"Mana cakep banget lagi." Tambah Erika tampak kecewa. Atau... iri? Entahlah.

"Emang setelah jatuh cinta sama Kafka lo masih bisa naksir juga sama Reaksi?" Tanyaku aneh.

"Hufft, lo tau ngga sih perbedaan dari mengagumi ciptaan Tuhan sama jatuh cinta?" Jelas Erika tak butuh jawaban. "Kalo seorang Enzy Milano Ananta yang anak sultan dan secantik bidadari aja ngga dilirik sama Reaksi apalagi gue yang cuma remahan peyek?! Gue cukup sadar diri, btw."

"Lebay lo!" Sungutku. Lagipula siapa pula yang ingin dilirik Reaksi?

Tiwul terbahak mendengar Erika merendahkan dirinya.

"Puas amat tawa lo, Wul." Erika menatapnya malas.

"Sumpah puas banget." Akunya. Lalu, sebuah suara menghentikan aktivitas kami.

"Adiknya Arsen," aku menoleh ke sumber suara dibelakangku. Si babi! Barusan dia manggil apa? Adiknya Arsen? Memangnya aku ngga punya nama? Memangnya ia tak tahu namaku?

"Apa?!" Tanyaku kasar dan tajam hingga membuat kedua sahabatku berjengit. Sedangkan Reaksi, keningnya bertaut. Aku semakin kesal, bagaimana mungkin, pria babi dihadapanku ini bisa tetap tampan dalam ekspresinya saat ini? Benar-benar tidak adil!

Ia menatap kedua sahabatku sekilas, yang saat ini menatapnya seolah rahang mereka hendak lepas. Kemudian, tanpa kuduga ia menarik tanganku agar aku berdiri.

What the fuck? Apa-apaan dia?!

Aku menatap pergelangan tanganku yang dipegang olehnya dan wajah yang sialan tampan itu bergantian.

"Ap—" belum juga selesai melengkapi kataku, aku sudah berdiri karena tarikannya. Dan ia membawaku menjauh dari kedua sahabatku. Menggandengku.

Jantungku berdebar tak karuan.

Astaga, ia menggandengku! Tidak, tidak. Ia tidak menggandengku, ia memyeretku!

"Aduh! Apa-apaan, sih!" Aku melepaskan tanganku darinya dan menghentikan langkah. Begitu juga dengannya.

"Lo itu kenapa?!" Tanyanya tak merasa bersalah. Dan jelas ada rasa jengkel pada rautnya dan suaranya. Seolah aku tidak berhak bersikap kasar. Tapi jika dipikir lagi, memang sikapku cukup berlebihan. Aku akui.

Aku tidak tahu mengapa. Mungkinkah karena rasa bersalahku?

"'Lo itu kenapa' lo bilang? Emangnya lo ngga tau nama gue? Pake manggil 'adiknya Arsen' lagi!" Aku menirukan caranya memanggilku tadi. Ia menatapku berkebalikan dari penuh minat.

"Apa lo memang selalu mendramatisir segala hal? Memangnya lo bukan adik Arsen? Lagipula gue ngga biasa nginget nama orang yang ngga penting." Balasnya kejam. Aku menatapnya kesal setengah mati. Aku juga tidak berharap jadi bagian terpenting dalam hidupnya. Cih!

Tapi, sebentar, apa maksud omongannya tadi? Apa dia pikir aku seorang drama queen?

"Asal lo tau! Gue bukan drama queen. Gue cuman ngga suka aja sama lo!" Wow, aku semakin berani. Darimana aku mendapatkannya?

Ia menatapku sembari geleng-geleng kepala. Seperti tak habis pikir.

"Udah gue duga ini ngga akan berhasil." Katanya yang lebih terhadap diri sendiri. Tapi aku mendengarnya. Ia mendengus tapi tidak seperti yang lalu-lalu. Tidak membuatku seolah merasa seperti babi.

"Apanya yang ngga berhasil?"  Tanyaku ingin tahu sembari menyilangkan tangan di dada. Tatapannya yang dingin menyapu seluruh tubuhku.

"Gue sama lo." Jawabnya tak berekspresi. "Kita ngga akan berhasil." Katanya yang kemudian meninggalkanku terbengong-bengong begitu saja.

*****

Hai guys... jadi ini mungkin ceritanya agak klise ya... tapi ini cerita yang pertama kali kupublish di akun wpku yang dulu. Dan sudah selesai. Tapi aku unpublish disana dan mencoba republish disini.

Semoga kalian suka yaa😘

Dan jgn lupa selalu tinggalkan vote dan komen. Oke?


Qué Será SeráTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang