Seorang pria paruh baya tengah berada di dalam ruangan yang gelap, dengan keadaan yang terbilang cukup buruk luka dimana-mana kedua tangan dan kaki terikat kuat dengan rantai. Ia mengerjabkan mata perlahan, merasakan pening yang sangat pada kepalanya mengingat apa yang sebelumnya terjadi.
Bunyi ketukan jari seseorang membuatnya mengalihkan pandangan pada sosok yang berada di sampingnya. Hingga ia membelalakkan kedua bola matanya saat menyadari siapa pemuda yang tengah mengetuk-ngetuk jarinya pada meja tersebut.
"Masih ingat saya tuan?" Tanyanya menyeringai lalu mulai turun dari meja tempat ia duduki dengan perlahan.
Pria paruh baya tersebut bersusah payah untuk mundur ketika pemuda tersebut terus saja berjalan mendekat kearahnya. "Lepaskan saya sialan, tidak guna kamu memperlakukan saya seperti ini. Lihatlah apa yang kamu lakukan akan sia-sia nanti, kamu hanya anak yang tak berguna, anak buangan ____,"
Belum selesai pria tersebut berbicara, sebuah pisau menancap tepat pada bahu kirinya hingga membuat ia terlonjak kaget. Bukannya meringis ia justru tertawa terbahak-bahak.
"Belajarlah mengendalikan emosi, semua yang kamu rencanakan akan hangus jika rencanamu di jalani dengan emosi. Gunakanlah kepala dingin bersikaplah dengan tenang, jangan gegabah,"
Karena merasa di remehkan pemuda tersebut dengan kuat menendang kepala pria paruh baya tersebut, membuat darah seketika mengalir dari kepalanya.
"Saya nggak butuh omong kosong anda, yang saya butuhkan itu kematian anda!!" Seru pemuda tersebut dengan nafas tersenggal-senggal pertanda bahwa ia tengah menahan emosi
*****
Langkah kaki seorang gadis cantik terlihat tergesa-gesa di tengah derasnya air hujan, ia menggunakan kedua tangannya untuk melindungi kepalanya. Karena kecerobohannya beberapa kali ia hampir saja terjatuh, karena tersandung.
Menghela nafas panjang bersyukur ia menemukan tempat berteduh di bawah pohon besar yang cukup dapat melindungi tubuhnya dari derasnya air hujan. Lama menunggu hujan yang tak kunjung reda, ia mencoba memberikan kehangatan pada badannya, dengan menggosok-gosokkan kedua telapak tangannya.
"Akhhhhhh,"
Teriakan panjang tersebut berhasil membuat gadis cantik tersebut mengalihkan pandangan, mencari dimana sosok yang tengah berteriak. Dengan sedikit gemetar ia memutar tubuhnya mencari sosok yang berteriak tadi. Disana ia melihat seorang pemuda tengah menundukkan kepalanya, duduk di pinggir jalan, membiarkan air hujan membasahi dirinya.
Berjalan menghampiri pemuda tersebut, menepuk pelan bahunya dan betapa kagetnya ia melihat banyak luka lebam pada wajah pemuda tersebut.
"Lo manusia kan?"
"Ekhm, eh maaf maksud gue, lo kenapa? Itu sakit nggak? M-mau gue bantu obatin?" Tanya gadis cantik tersebut disertai ringisan. "Lo bego atau gimana si, ya itu sakit lah nataaaa," lanjutnya di dalam hati.
Ya gadis cantik tersebut adalah Nata, lebih tepatnya Annata Ghania. Gadis cantik berwajah agak bule itu sekarang tengah membantu pemuda tersebut untuk berdiri agar dapat berteduh di bawah pohon tadi.
"A-aku nggak papa kok, aku bisa sendiri," Tolak halus pemuda tersebut berusaha menyingkirkan tangan Nata yang tengah merangkul bahunya.
Mendengar ucapan pemuda tersebut membuat Nata mendengus kesal. "Lo nggak usah sombong deh. Masih mending gue bantu,"
"Tapi a-aku nggak nyuruh kamu buat bantu aku," Cicit pemuda tersebut.
"Y-ya emang si tapikan apa salahnya gue bantu lo, udah deh nggak usah banyak bacot. Sekarang kita neduh dulu, gue bisa sakit kalau lama-lama di bawah air hujan,"
KAMU SEDANG MEMBACA
DEANNATA
Teen FictionTentang dia yang ingin mendapatkan apa haknya. Tentang dia yang tak kunjung menemukan bahagia. Tentang dia yang abu-abu. Tentang dia yang ingin menemukan cahayanya. Saat dia telah mendapatkan semuanya, akankah dia bisa mempertahankan apa yang selam...