"NATAAAAA,"
"AYANGGGG, YUHUUU WAKTUNYA KITA MENUNTUT ILMU,"
"AYANG NATA AYANG NATA AYANG NATA,"
"AYANG NATA YANG CANTIK BAHENOL AYO SEKOLAH,"
Lihatlah betapa beruntungnya Nata memiliki teman seperti Adam. Perhatian banget sampe sampe rela teriak-teriak hanya untuk membangunkan seorang Nata. Kasiahan Adam, dia bahkan belum sarapan ia rela lelah hanya untuk Nata. Tapi memang niatnya ia kesini untuk makan gratis.
Suara pintu terbuka membuat senyuman indah terpatri di wajah Adam.
"Ck, ngapain si lo, pagi-pagi ganggu gue aja. Lagian ini masih jam berapa? Jam enam aja belum ada," mendorong bahu Adam dengan agak kasar, Nata mencak-mencak membuat gerakan tangan seperti ingin mencakar wajah pemuda di hadapannya sekarang.
"Gue kan sebagai teman sekaligus tetangga yang baik, ingin mengajak lo untuk menuntut ilmu. Biar lo bisa menemukan kembali otak lo yang udah lama hilang,"
"Berisik banget lo ikan buntal. Gue gorok juga tu bibir,"
Meringis sambil memegangi bibirnya,"Ya Allah Nat, sadis amat. Ngga mau di gorok maunya di cium," ucapnya dengan memaju-majukan bibirnya ke arah Nata.
Naas yang terkena ciuman dari bibir Adam bukan Nata, melainkan pintu yang di tutup keras oleh Nata.
"Makan tuh ciuman, enak kan? Hahaha," Adam hanya bisa mendengus, mendengar Nata sedang tertawa terbahak-bahak di dalam sana melihat kesengsaraan dirinya.
"Ayang gue jahat banget, dia emang belum pantes jadi istri yang baik. Tapi ngapapa gue bertekad bahwa gue akan mendidik dia sebaik-baiknya," tekadnya dengan penuh semangat serta tangan kanan yang terkepal di depan dada, tanda bahwa ia sunguh-sunguh.
Lama menunggu karena memang ia masih mengantuk Adampun tertidur di halaman depan rumah Nata. Jika orang normal mungkin akan memilih tidur di kursi, tapi ini Adam. Jadi ia lebih memilih untuk tidur di teras tepat di depan pintu masuk.
Nata telah siap dengan seragamnya, ia tak sarapan karena memang ia jarang sarapaan. Bahkan tak menyukainya. Nata berpikir bahwa Adam sudah meninggalkannya, biasanya ia akan terus mengoceh jika tak di bukakan pintu oleh Nata, tapi lihatlah tadi setelah ia menutup pintu. Ia tak mendengar rengekan dari Adam.
Setelah membuka pintu rumahnya Nata di kagetkan dengan sesosok manusia menjengkelkan, ya Adam masih tidur di teras. Karena kesal Nata pun mulai menendang-nendang kecil tubuh Adam, berniat untuk membangunkannya.
"Bangun lo, tadi katanya mau ngajak gue sekolah. Ayo berangkat, jangan sampe gue ninggalin lo demi berangkat bareng cowo laen ya,"
Merasa tak ada pergerakan dari Adam ia mulai meraba tangan milik Adam memeriksa apakah denyut nadinya masih ada atau tidak. Karena sejujurnya ia memang bodoh jadi ia tak merasakan apapun pada tangan Adam.
"Ini gue yang bodoh atau si buntal emang ngga punya urat nadi. Apa ini ciri-ciri sakratul maut? Tapi masa iya ngga ada sama sekali,"
Ia tak kehilangan akal mencoba dengan kedua tangannya, menekan-nekan perut Adam dengan kedua tangannya syukurlah ia masih merasakan perut Adam bergerak naik turun. Di satu sisi ia juga kesal, kenapa dia tidak mati saja si. Merepotkan.
"Halo Dam, lo mati? Jangan disini ntar gue yang dikira ngabisin lo. Bangun ntar lo matinya lanjutin aja dah di rumah,"
Nata menjentikkan jarinya, ia telah menemukan ide yang sangat cemerlang."OM ARYOOOO ANAKNYA MATII KENA AZAB NI,"
Mendengar nama ayahnya di sebut akhirnya Adam langsung menegakkan badannya, dengan badan yang sempoyongan. Persis seperti orang mabuk.
"Bokap gue kan udah di dalem tanah Nat. Ngapain lu manggil-manggil dia," ucap Adam santai menggaruk-garuk matanya yang tengah memerah, akibat kaget.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEANNATA
Teen FictionTentang dia yang ingin mendapatkan apa haknya. Tentang dia yang tak kunjung menemukan bahagia. Tentang dia yang abu-abu. Tentang dia yang ingin menemukan cahayanya. Saat dia telah mendapatkan semuanya, akankah dia bisa mempertahankan apa yang selam...