Zaujati//06

10K 718 16
                                    

Bismillahirrahmanirrahim


🍂

Sedari tadi Haina misuh-misuh karena kedua orang tuanya membicarakan soal perjodohan lagi untuk kesekian kalinya.

“Abi ... masa mau dijodohin lagi? Abi enggak bosan selaku dapat jawaban 'enggak' dari Nana? Serius Bi, Mi, Nana enggak mau dijodohin.”

“Usia kamu udah pantas menikah, Na. Lebih baik kalo ada yang segera menikahi kamu, biar ada yang jaga. Bukannya kami sebagai orang tua udah enggak mau rawat kamu, tapi udah saatnya kamu berkeluarga, Sayang. Kami enggak bisa terus-terusan menahan kamu di rumah ini. Ada saatnya kamu menjadi seorang istri dan ibu.” Tutur Adam dengan lembut.

Nisa mengusap lembut surai putrinya, “Iya Nak ... benar kata Abi kamu. Dan juga, kami ini udah tua, kepengen nimang cucu loh. Umi sama Abi pengin liat kamu dan keluarga kecil kamu bahagia ... sebelum kami meninggal. Setidaknya kami bisa tenang, karena sudah ada yang menggantikan Umi dan Abi untuk menjaga putri kesayangan kami ini.”

Haina hanya bergeming—mencermati ucapan kedua orang tuanya yang memang betul nyatanya. Kita tidak tahu kapan kematian menjemput. Kekhawatiran untuk seseorang yang tersayang.

“Tapi ... Nana belum siap.”

“Bukan belum siap, kamu emang menolak siap. Belum juga liat calonnya, udah ditolak mentah-mentah aja. Ini udah ke-tiga kali loh, Na.” Gerundel Nisa.

“Gini deh sayangnya Abi. Kita lihat dulu calonnya, ya? Kalo Nana enggak suka, Nana berhak nolak kok. Gimana?” tawar Adam—mendapati keheningan dari sang putri.

“Umi harap sih kamu enggak nolak ya, Na.” Cetus Nisa.

Haina mendongak, “Kenapa emang?”

Nisa tersenyum lebar, “Umi suka soalnya.”

“Kalo Umi suka, kenapa enggak Umi aja yang nikah?” Haina hanya bergurau.

“Hah! Sembarangan kamu.” Damprat Adam—yang ditatap hanya cengengesan. Haina dan Nisa tertawa melihat kecemburuan lelaki kesayangan itu.

“Yaudah ya, Nana mau ke kamar. Satu episode lagi tamat soalnya.” Ia menggunakan kesempatan untuk kabur.

Baru beranjak, Adam langsung menegurnya. “Lebih penting drama dari pada Abi sama Umi?”

“Enggak Abi! Enggak gitu ....” Cicitnya.

“Na ... mau ya? Bakda Isya kita ketemu sama keluarga lelaki.”

Haina benar-benar terkejut atas ucapan sang ayah. Bahkan belum ada kalimat setuju yang keluar dari mulutnya.

“Hari ini?! Nana belum bilang setuju, Abi!” rengeknya.

“Makanya kita liat calonnya dulu, Na! Kalo sekiranya kamu enggak cocok, bilang aja sama Abi, kita bisa tolak baik-baik.”

Haina menghela napas. Mungkin memang ini takdir yang Allah tetapkan untuknya. Benar, tak salah juga untuk melihat calonnya terlebih dahulu.

Haina memicingkan matanya, “Tapi bener loh, Nana berhak nolak kalo ngerasa enggak cocok.”

Adam dan Nisa mengangguk senang.

Masya Allah Zaujati || Cinta Dalam Doa [ END ] REPUBLISHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang