1. Realita Kehidupan

1.8K 248 54
                                    

"Waduh, kok dia bisa tahu, sih? Apa dia seorang hacker terus ngorek informasi gue?" gumam Gadis.

Namun Gadis teringat sesuatu. Dia langsung membuka akun Facebook-nya. Di akunnya tanggal lahirnya tidak di-setting privasi.

"Tapi 'kan enggak ada yang tahu Facebook ini. Akun Instagram pribadi sama buat nulis aja dibedain. Eh, apa jangan-jangan gara-gara gue pernah posting promosi tulisan di grup BigSpace di Facebook?"

"Akun Facebook 'kan pake nama Gadis Bianca. Terus anak komunitas tahunya Instagram yang pake nama Gladys. Tapi 'kan enggak beda jauh! Haduh! Makanya, Dis, bikin nama pena yang keren gitu. Yang mellow kayak rinai hujan." Gadis menendang kaleng biskuit.

Gadis pun memutuskan untuk keluar rumah menuju minimarket di luar komplek. Dia berencana untuk refreshing setelah mendapatkan pesan buruk dari El di pagi-pagi buta. Dia akan membeli camilan untuk menemaninya mengajar mahasiswa di sore nanti.

Gadis memakai gamis dan jilbab instan, lalu keluar pintu rumah. Dia memang tinggal sendirian di rumah orang tuanya di salah satu perumahan Jakarta Barat. Orang tuanya sendiri memiliki rumah dan toko di Karawang.

Papanya sudah pensiun, dan mamanya pas sekali bulan kemarin pensiun juga. Kedua orang tuanya merupakan pensiunan PNS. Jadi mereka menikmati masa tuanya berbisnis bengkel, counter pulsa, berternak ayam, ikan, dan bercocok tanam. Mereka stres tinggal di Jakarta yang sumpek.

Makanya Gadis tinggal sendirian di rumah. Kakak sulungnya sudah menikah dan tinggal di rumah suaminya di Jakarta Selatan. Bisa membayangkan 'kan betapa hampanya hidup Gadis?

Saat Gadis sedang mengunci pagar, terdengar suara tetangganya yang menyapa. "Lili ya?"

Gadis menengok ke belakang. Rupanya tetangga yang rumahnya berjarak dua rumah darinya. Seorang nenek tua keturunan Tionghoa yang hidup sebatang kara. Dia dibekali rumah dan supply makanan dari anaknya yang sibuk bekerja.

"Bukan, Nci. Saya anaknya," jawab Gadis ramah.

"Oh, anaknya yang kuliah di Turki ya?"

Gadis menghela napas. Lagi-lagi salah.

"Bukan, Nci. Kuliah di Mesir."

"Ya, ya, pokoknya itu! Kapan dateng?"

Gadis mengernyitkan dahi. "Udah dari 4 tahun yang lalu, Nci."

"Hah, masa?"

Gadis hanya menganggukkan kepalanya. Lalu si 'Nci' berlalu begitu saja. Memang setiap bertemu dengan tetangganya yang satu itu selalu bertanya kapan datang.

Maklum, ingatannya sudah mulai melemah. Ditambah perawakan Gadis, kakaknya, dan mamanya sama. Wajahnya sama, tingginya, gaya berjalannya. Bahkan baju sering saling bertukar, karena ukurannya yang sama. Mungkin si 'Nci' mengira dia bertemu dengan orang yang sama.

Bukan hanya tetangganya yang sering salah soal Gadis kuliah di negara mana. Lili, mamanya, pun seperti itu. Usai pulang dari minimarket memborong camilan, ada panggilan masuk.

"Assalamualaikum, Ma. Kenapa?"

"Waalaikumussalam. Dis, itu Mang Aep nanya nomer kamu. Mama kasih ya. Katanya anaknya mau ngelanjutin sekolah di Turki. Mau nanya-nanya katanya."

"Ih, si Mama nih. Kok nanya kuliah di Turki ke Gadis? Mesir, Ma, Mesir!"

"Iya, pokoknya itu! Sama ajalah," kilah Lili.

"Ya, beda atuh, Ma! Di peta dunia aja dari Mesir ke Turki harus nyeberangin laut dulu," protes Gadis.

"Maksud Mama itu Mesir, Dis. Lagian sama-sama negaranya pake Bahasa Arab," ralat sang Mama.

Let's Not Get Caught (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang