Sabtu, tepatnya di siang hari yang cerah. Rumah minimalis berlantai 2 milik bapak Hendrawan--yang sekarang jadi bapak Utara--kedatangan rombongan begal yang entah gimana ceritanya bisa gabung dengan gengnya Tenggara.
Menurut kesaksian Utara si anak jurusan sosial yang sekarang terdampar di jurusan pasti; mereka berdua--Ken dan Tenggara beserta konco konconya--terlibat suatu hubungan kerjasama sementara bernama 'kelompok prakarya; membuat masker bengkoang'.
Setelah puas menistai wajah Kennan dan Tenggara yang masam, Utara kena karmanya, sekarang cewek itu duduk lesehan di lantai dapur dengan tangan sibuk mengupas bengkoang, di paksa kerja rodi oleh kembaran tercinta.
Di sekitarnya ada Rega, Egi, Gio, dan Mahes yang mengelilingi cewek itu dengan pandangan hikmad, mencontoh Utara yang mendemonstrasikan cara mengupas bengkoang yang baik dan benar. Jangan tanya dimana kedua bos mereka. Kedua bocah iblis itu duduk dengan bangganya--saling bertukar tatapan tajam.
"Ini gimana sih, Ra. Makin susah dikupasnya" keluh Rega
"Gimana gak susah, itu yang lo kupas dagingnya tolol" cerca Egi dengan ekspresi najisin.
"Ya gak usah ngegas!"
"Udahlah gonpaciro, gue nyerah" Gio melempar bengkoang memprihatinkan ke Utara.
"Ck. Udah sana pergi kalian, biar gue yang urus"
Utara menyentak tangan-tangan nista yang mencoba menganiaya si bengkoang lebih lanjut.
"Nih, Ra. Bengkoangnya menolak gue kuliti"
Mahes pergi menuju kulkas. Seketika, alarm bahaya mengintrupsi Utara.
"Lo boleh nyomot sesuka hati lo, tapi jangan pernah sentuh Bintang Zero rasa Grape gue--"
PSTT
"yah, terlanjur"
"AARRGGHH KINANTHI ANJENG! GUE GAK MAU TAU, LO HARUS GANTI TUH BINTANG SELUSIN DENGAN VARIAN RASA LENGKAP!"
Utara pergi meninggalkan beberapa onggok manusia--yang dua diantaranya--terjungkir dari kursi dengan tidak elitnya.
■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■
Terik matahari benar-benar membakar kulit. Terkecuali untuk Utara yang sedari tadi ndekem di kelas sambil memegangi perutnya yang nyeri. Kalian tanya kenapaa? Biasalah! Tamu bulanannya datang.
"Lo kenapa Ra? Kok tumben bertelur dikelas, gak kekantin?" Tanya orang A--ya anggap aja gitu. Utara gak tahu namanya.
Utara bener-bener males ngomong sebenarnya, tapi demi menghargai si A yang udah repot-repot nanyain keadaan dia. Yaudah dijawab.
"Nakah boker"
Meskipun jawabannya bikin tangan si A gatel pengen nabok.
Kursi sedikit terdorong saat Utara tiba-tiba berdiri dengan wajah asemnya. Berjalan tertatih sambil memegangi perut dan pinggangnya--mirip orang ambeyen.
"Loh? Mau kemana Ra?" Tanya si A lagi
"Biasa"
"O-oh" si A hanya ber 'oh' ria sambil memaksakan smile.
Dalam hati, gue bukan malaikat roqib dan atid yang selalu tahu kemanapun kau melangkah, sat!
Ah~ dia tiba-tiba pengen peluk malaikat Raqib Atid karena selalu ada disisinya kala suka dan duka.
■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■
Sekarang mari kita intip sang tokoh utama, Arunika. Sekarang, cewek itu sedang terduduk lemah di lantai ruangan lab. Bahasa 2 yang sudah tidak digunakan. Ruangan yang letaknya tepat ditengah-tengah gedung MIPA dan IPS itu kerap menjadi saksi bisu tingkah keji para pembully yang menyiksa korbannya, tak terkecuali Arunika Pramudita itu sendiri.
Sosoknya yang lemah gemulai, dan menunjukkan aura, aku-lemah-tolong-lindungi-aku! Kerap jadi sasaran empuk tukan bullying yang sok berkuasa dan sok iye disekolah itu.
Kres
Rambut sepunggung itu kembali terpotong acak, membuat penampilannya yang semula anggun menjadi gembel seketika.
Isak tangis Arunika memenuhi ruangan pengap berdebu itu, "C-cukup. Aku mohon, j-jangan bully aku lagi."
Salah satu dari tiga pembully itu menggangkat alisnya pongah, "Apa? Lo bilang apa tadi? Gue gak denger"
Tubuhnya tremor parah, dia benar-benar gak sanggup melawan para pembully ini. Dia bukanlah gadis pemberani dan bernyanyi yang punya tubuh besar macam gigolo. Arunika, cewek itu hanyalah cewek lemah berkepribadian baik yang butuh perlindungan. Berbeda dengan mc tersayang kita yang mirip preman. Ingat! Selain berandal mc tersayang kita juga gak tau diri.
Plak!
"Jawab goblok! Jangan cuma nangis aja bisanya, lemah gemulai amat lu kek tai"
Tamparan diiringi cercaan najis itu kembali menghujam Arunika. Cewek itu hanya menunduk lebih dalam.
"Aku mohon... b-berhenti..."
Bukannya berhenti atau merasa kasihan melihat Arunika yang memelas, ketiga pembully itu malah ketawa ngakak seperti kerasukan setan penunggu pohon toge. Hmmzz.
"Heh ubur-ubur anggora, kalau aja lo nggak sok cantik atau sok baik dengan liver angel lo itu, gue gak bakalan bully bahkan nyentuh seujung kuku lo pun gak bakal gue lakuin. Tapi tingkah lo.... yeah meresahkan," Kata salah satu dari ketiganya yang memainkan rambut lurus hasil catokan manjtah.
Kedua temannya mengangguk setuju sambil senyum miring. Nggak kelihatan crepy ataupun cringe. Yang ada malah mirip orang stroke.
"Eh tapi liver angel tuh apaan?"
"Hati malaikat"
"Stres"
Ketiga pembully itu terlibat dalam percakapan unfaedah dan dengan tanpa dosa mengabaikan korban mereka yang menderita karena rasa sakit yang diderita dari hasil tindak bullying ketiganya.
Dan masih dengan tindakan tanpa dosa, mereka keluar dari lab. Bahasa dengan girang dan penuh aura kebahagiaan. Meninggalkan Arunika yang sekarat.
Bohong. Arunika masih sehat walafiat, cuma bonyok di muka sama tangan hiya
BHE up hari ini pemirsah. Buruan baca, aku tau menunggu itu melelahkan
Hiya hiya hiya
KAMU SEDANG MEMBACA
Build a Happy Ending
FantasySaat membuka mata, bukan genteng bocor yang yang dilihatnya tapi malah plafon putih penuh burung origami yang terpampang. Jelas Utara panik bukan main, kos-kosan sempit yang ditinggalinya selama 3 tahun berganti jadi ruangan luas penuh perabotan mah...