* 005 *

58 7 10
                                    

一一一

Yunho duduk berdua dengan Mingi di ruangan Wooyoung, namun anak itu tidak sendirian, ia bersama San, suaminya.

"Mingi, kau benar-benar niat melakukan itu?" Ini San yang bertanya, karena konteksnya Wooyoung sudah bercerita, dua orang lain di sana hanya terdiam.

"Iya aku sudah memutuskannya," jawabnya. Mingi mengangguk.

"Yunho.. apa dia mengizinkanmu?" Tanya San pelan, ia melirik Yunho yang sedari tadi diam tanpa suara.

"Dia sudah mengizinkanku San, kau banyak bertanya." Ucapan Mingi menjadi sinis, San, polisi itu menghela nafas berat, rupanya benar kata Wooyoung.

"Yunho, apa kau sungguh yakin?" Matanya bergulir ke arah Yunho. Yunho yang merasa terpanggil, ia menoleh.

"Aku tidak bisa apa-apa selain menurutinya San," jawabnya sederhana. Patuh sekali, Wooyoung rasanya ingin menangis melihat Yunho.

"Tapi kau tau kan, jika anak itu jadi, berarti perempuan itu akan hamil anaknya Mingi?" Yunho mengangguk singkat.

"Dan kau mengizinkannya?" Tanya San lagi.

"Jangan membuatnya mengubah keputusan San," Mingi menatap San tajam.

"Kau tidak merasa menyakitinya Mingi?" Kini San bertanya sesama lelaki.

"Dia yang menyakitiku San," ucapan sinis itu telak menusuk Yunho, ia menundukkan kepalanya, menahan tangis.

"Kau yang tidak bisa bersabar Mingi!" San kesal, ia sungguh tidak mengira Mingi akan sebrengsek ini.

"Aku hanya ingin memiliki anak," semua mata menatapnya.

"Tapi Yunho tidak bisa, jadi ku ambil jalan pintas, mau berapa lama aku menunggu? Kau tidak paham San! Kau dan Wooyoung sudah memiliki dua anak, bahkan pernikahan kita di lakukan di tahun yang sama!" Lanjut Mingi, suaranya menaik.

"Tapi setidaknya kau bisa bersabar.." Wooyoung menggigit bibirnya, ia tidak bisa melihat ini semua.

"Berapa lama lagi? Hingga anak kalian besar semua?" Mingi mengerang, ia mengacak rambutnya.

"Tidak apa, kau.. boleh melakukannya, tapi setidaknya ceraikan aku.." lirih Yunho.

"Itu tidak akan ku lakukan Yunho. Jadi diamlah," Mingi membentak suaminya itu.

"Kenapa kau egois sekali Mingi?" Wooyoung menangkup wajahnya, menahan tangis.

"Kalian akan paham jika berada di posisiku," setelah itu Mingi berjalan keluar, membanting pintu ruangan itu.

Yunho di tinggalkan, ia lelah jujur saja, suaminya itu kasar sekali, tapi ia tidak bisa apa-apa.

.

"Mingi, kenapa kita tidak bercerai saja?" Yunho bertanya saat mereka di rumah, menatap punggung tegap Mingi.

"Aku akan melakukannya, tapi bukan sekarang," jawabnya, ia masih memunggungi Yunho.

"Kenapa? Seharusnya sejak awal saja, jika di tunda, aku hanya tidak mau sakit melihatmu bersama orang lain.." Yunho menunduk, ia menahan tangisnya.

"Kau sudah pernah melihatku dengan orang lain, kenapa bertindak seakan tidak pernah melihat?" Mingi menoleh, sorot matanya tajam.

"Tapi.."

"Diamlah Yunho, kau berisik!" Mingi membentaknya, Yunho semakin menunduk dalam.

Ia, selalu salah dimata Mingi.

.

Yunho mengelus perutnya, ia menatap kosong ke arah jendela yang menampilkan sosok anak-anak yang sedang bermain.

Apa ini salahku? Ia tidak bisa hamil dan ia menyakiti Mingi dengan itu..

Yunho bergelud dengan pikirannya, matanya bergenang namun tidak ada tanda untuk jatuh, menggantung seperti hubungannya.

Perempuan itu nanti, ia harus memperlakukannya dengan baik, karena ia akan membawa calon anaknya Mingi, tapi mengapa ia tidak bisa rela? Di mulut ia harus bilang iya, tapi sungguh rasanya sakit sekali.

DRIT . DRIT .

Yunho menoleh, melihat telepon dari temannya.

"Ada apa Yeosang?" Suaranya sendu, Yunho tidak baik-baik saja.

"Aku akan ke rumahmu, aku sudah dengar dari Wooyoung, Yunho, kita harus bicara," Yeosang, penelpon itu langsung memutuskan panggilan.

Ia menatap layarnya datar, kenapa kisahnya tidak semulus teman-temannya?

Ia menghela nafas, Yunho harus lebih kuat sekarang, meski ia tau, hatinya tidak pernah lega.

.

Yunho membukakan pintu untuk Yeosang, lelaki yang lebih pendek darinya itu menampakkan wajah kesal, entah apa yang mengganggu bumil satu itu.

"Ada apa?" Tanyanya, Yeosang menyelinap masuk, langsung duduk di sofa yang berada di ruang tamu.

"Kau menyetujui hal itu Yunho?" Ah, Yeosang ini memang tidak pernah basa-basi.

"Aku harus bagaimana? Itu kemauannya," Yunho menutup pintu dan duduk di depan Yeosang, membiarkan tatapan mata sinis Yeosang menusuknya.

"Kau tau maksud itu kan? Astaga! Mingi ingin sekali ku pukul!" Yeosang mengelus baby bump miliknya, yang sudah berusia 6 bulan.

"Jangan marah-marah, kau sedang hamil Yeosang," Yunho terkekeh lembut.

"Kau tidak usah sok kuat begitu, kenapa baik sekali astagaa?" Suara anak itu terdengar frustasi.

"Aku tidak sok kuat, hanya berusaha kuat, tidak apa, anak itu adalah impian Mingi yang tidak bisa ku kabulkan," Yunho mengulas senyum.

"Yunho.." suara Yeosang melemah.

"Aku tidak apa sang, sungguh!" Lalu menampakkan senyuman lebar.

"Kau sudah apa kemajuan kan?"

"Sudah.. tapi ku rasa sekarang sudah tidak ada gunanya," Yunho menunduk, ia tersenyum miris.

"Akan ku bunuh Mingi jika ia menghamili dua orang sekaligus!" Sungut Yeosang, matanya memancarkan kemarahan.

"Jangan begitu, aku sendiri sudah menyerah, jadi mungkin hanya akan ada satu yang bertahan."

Astaga Yunho..

.

Yunho's diary

5 Juli 20xx

Wooyoung dan Yeosang memang teman sejati, aku hanya bercerita pada Wooyoung pun Yeosang tau juga hahaha, ya tidak apa sih, tapi aku tidak mau memberatkan Yeosang, anak itu sedang hamil besar..

Dua hari lagi, ah, cepat sekali..

Mingi, ia sepertinya sudah menemukan wadah yang ia mau, aku hanya berharap perempuan itu perempuan yang baik..

Selama kehamilannya nanti, dia akan ku bantu, ya ngga tau kalau dia mau ku bantu atau tidak, aku belum mengenalnya, namun ku harap kami bisa jadi teman :D

Soal anak, aku.. sepertinya akan menyerah, obat yang di sarankan Wooyoung, rasanya sakit sekali, tapi aku dulu punya alasan untuk bertahan..

Sekarang apa yang ku punya?

Ah.. aku rindu mama..

-Yunho-

.

Yo yoo ayem kaming bekk ~

Selamat malam untuk kalian, sudah makan kan? Jangan lupa makan ya! Gak boleh di skipp ! ヽ(´▽`)/

Diary ( Yungi )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang