Beberapa tahun kemudian...
Setelah berulang kali mengubah posisi tidurnya, Panji akhirnya menyerah. Cahaya matahari yang menerobos dari celah tirai jendelanya yang tebal benar-benar menyilaukan! Dengan sedikit kesal, Panji meraba ranjang disebelahnya dan mendapati ranjang yang biasanya di tempati Bria itu kini kosong dan dingin, dan disana ada selembar kertas yang ditekuk menjadi dua. Mendadak saja ingatan Panji kembali ke beberapa tahun yang lalu, saat Bria meninggalkannya. Kejadiannya juga hampir mirip seperti ini. Dulu... meski hubungannya dengan Bria tidak harmonis, keduanya masih tidur di kamar dan ranjang yang sama meski tak ada apapun yang terjadi diantara mereka.
Panji langsung terduduk diatas ranjangnya dan meraih kertas itu lalu membukanya.
Aku tunggu ditaman,
Hanya sebaris kalimat itu yang ditulis Bria disana. Tanpa membuang banyak waktu lagi, Panji langsung kekamar mandi hanya untuk sikat gigi dan mencuci muka sebelum keluar dan menuju garasi. Benar saja, ketika keluar dari kamar suasana rumahnya benar-benar sepi. Bahkan celoteh si kecil Briella-putri pertama mereka-pun tak terdengar.
Dengan langkah cepat sambil setengah berlari, Panji menyusuri jalanan kompleks rumahnya menuju taman yang ada di ujung jalan, tempat si kecil Briella sering bermain. Ketika sudah cukup dekat dengan taman yang dimaksud Bria, Panji bisa mendengar suara tawa Briella dan bisa melihat dengan cukup jelas bahwa kedua wanita yang begitu ia cintai itu tengah bermain dan tertawa-tawa bersama. Sambil menghela napas lega dan mempercepat lagi langkahnya, Panji menghampiri keduanya.
"Hai sunshine," sapa Panji saat Briella kecil berlari ke arahnya sambil tertawa-tawa begitu melihatnya datang lagi sementara Bria hanya melipat kedua tangannya didepan dada sambil tersenyum.
Hari ini memang bukan hari libur, jadi tidak heran kalau taman cukup sepi. Apalagi jam sudah menunjukkan pukul tujuh pagi.
"Ada apa sayang? Kenapa memintaku datang kesini?" tanya Panji saat lelaki itu sudah berdiri didepan Bria sambil menggendong Briella.
"Sunshine..." panggil Bria lembut. "Bermainlah disana sebentar, okay?" pinta Bria sambil menunjuk area mainan anak-anak. Si kecil Briella yang sudah berumur empat tahun langsung mengangguk dan meminta turun dari gendongan Panji sebelum berlari kecil menuju area mainan anak-anak yang ditunjuk Bria tadi.
"Jadi, ada apa?" tanya Panji bingung. Setelah kesalah pahaman yang dulu, kehidupannya dan Bria begitu damai dan tentram. Ketika ada masalah, baik Bria maupun Panji berusaha menyelesaikannya dengan bicara baik-baik dari hati ke hati. Rupanya kesalah pahaman dimasa lalu membuat keduanya belajar tentang arti pernikahan yang sesungguhnya.
Sambil tersenyum misterius, Bria mengambil sesuatu dari kantong celana jeans-nya dan menyerahkannya pada Panji. Dengan sedikit bingung, Panji mengambil benda pipih panjang berwarna putih itu sebelum sadar apa sebenarnya benda itu.
"Ap-" Panji berhenti bertanya ketika menyadari benda apa yang diberikan Bria padanya, apalagi saat melihat dua garis merah dengan latar putih itu, membuat Panji benar-benar kehilangan kata-kata. Sebelum sempat Panji bereaksi, Bria telah menarik satu tangan Panji yang bebas dan meletakkannya diperutnya sambil tersenyum lebar.
"Ap... apa ini artinya..." Panji mengantung kalimatnya.
Bria tersenyum dan mengangguk. "Adiknya Briella,"
Panji tersenyum lebar dan langsung memeluk Bria erat-erat.
"Ayah... nda... Ella maupeluk juga!!!" seru suara cempreng Briella yang membuat Panji dan Briamelepaskan pelukan mereka satu sama lain sambil tertawa lebar sebelum kembaliberpelukan dengan Briella diantara mereka. Kini kebahagiaan mereka telahlengkap.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Confession
Short Story"Love is simple, but most of people tent to over analyze it" Love, Curse and Hocus Pocus - Karla M. Nashar Ketika pernikahan yang dibangunnya selama dua tahun akan segera berakhir, Abranna akhirnya menyadari bahwa apa yang ia percayai tidak seperti...