• 07

2.3K 283 10
                                    

⊱┊─╼𝓼𝓾𝓻𝓻𝓮𝓹𝓽𝓲𝓽𝓲𝓸𝓾𝓼 ╾─┊⊱

Kicauan burung perlahan mengusik damainya tidur seorang pria. Matanya enggan membuka ketika ia langsung teringat sesuatu yang menyakitkan. Ia meremas selimut yang membalutinya. Tolong, biarkan semua itu menjadi mimpi.

Alis Renjun bertaut menahan suatu rasa dihatinya. Juga untuk menahan matanya agar tak terbuka. Ia hanya mau membuka matanya ketika telah dipastikan bahwa itu semua hanya mimpi. Itu semua yang ditujukan tentang kehilangan.

"Ughh!" Joy yang tadinya bertumpu pada ujung kasur kini menegakkan tubuhnya terkejut ketika selimut bergerak karena remasan Renjun.

"A-akhh.." Pekik Joy ketika ia merasakan sakit dipunggungnya karena posisi tidurnya.

"Pasti ketiduran tadi malem." Ia bermonolog. Raut kesakitannya berubah ketika ia melihat tangan Renjun yang meremas. Sontak ia mendekati tubuh Renjun.

"Jun.. kamu udah bangun?" Tanya Joy mengusap kepala Renjun.

Netranya langsung tertuju pada buliran jatuh dari ujung mata yang tak mau terbuka itu. Kemudian ia bergerak menghapus jejak basah itu dengan hati yang perih. Renjun mendengar semua perkataan Joy, namun enggan untuk menyahut.

"Jun, Bibi mohon jangan kayak gini. Bibi tau kamu belum bisa menerima kenyataan. Tapi gak gini caranya." Ujar Joy.

Renjun tak menyahut. Namun bibirnya bergetar menahan sesuatu. Joy melihatnya, ia mengerti.

"Kamu boleh teriak, gak perlu kamu tahan.. Kamu masih terlalu muda buat terluka."

Renjun terdiam beberapa saat. Lalu akhirnya membuka mulutnya.

"Bibi Joy.. Renjun gak mau bangun. Renjun mau tidur. Tidur untuk selamanya. Bareng sama Mama Papa." Kelu, namun tetap berusaha ia ucapkan. Tanpa membuka matanya.

Joy menghela nafas pelan. Ia menjangkau tangan Renjun lalu mengusapnya lembut. Ia menunduk seiring kekehan hambar. "Jun, Kamu gak akan pernah tau, seberapa berat Mama kamu menerima takdir untuk ninggalin kamu. Bagaimanapun, kematian itu adalah hukum alam yang gak bisa dilawan. Manusia gak diberi kesempatan untuk menawar. Lagipula, Orang tua mana yang mau ninggalin anaknya sendirian?" Ujar Joy.

Renjun tak menjawab. Matanya terasa panas akibat bendungan air yang sulit untuk keluar.

"Bibi tunggu kamu dibawah, Ya. Jangan lupa kamu minum dulu."

Joy itu orang baik. Kadang Renjun sering menjadikan Joy sebagai Mama keduanya. Kedekatan keduanya tak bisa dipungkiri. Bahkan Bibinya itu sangat tahu detail kebiasaan terkecilnya.

Terdengar derupan langkah yang menjauh. Renjun akhirnya membuka mata. Lalu menangis sejadi-jadinya. Katakanlah dia lelaki cengeng. Katakanlah dia berlebihan. Atau katakanlah dia bersikap lemah seperti wanita.

Tetapi asal kalian tahu, kehilangan untuk kedua kalinya itu sangat menyakitkan. Bahkan dengan cara yang sama. Dan untuk sekarang, kepada siapa ia bisa bersandar?

Renjun dengan jas hitam serta kain putih melilit lengan kiri nya terduduk di sudut ruangan yang terdapat sebuah foto wanita cantik dikelilingi bunga-bungaan. Renjun meringkuk menenggelamkan wajahnya diantara kakinya. Lalu disebelahnya, Karin terduduk dengan pakaian yang khas juga untuk menemani Renjun. Sedangkan Joy dan Yixing mengurus para tamu dari kantor, lalu ada beberapa guru yang datang dari sekolah Renjun termasuk wali kelasnya.

"Jun.. kamu mau minum? Biar aku bawain." Ucap Karin. Ia mengguncangkan punggung Renjun pelan.

Renjun menggeleng. "Enggak." Jawabnya dengan suara serak.

Reinkarnasi | Renjun [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang