"Hati memang diciptakan untuk merasa.
Rasa itu juga hadir tanpa bisa diduga.
Lantas jika jatuh cinta dianggap sebuah kesalahan.
Maka penjara lah yang akan memenuhi seluruh penjuru daratan."~~~~~~~~~~~~~~~♧♧♧~~~~~~~~~~~~~~~
HANYA dengan melihat Gama menghela napas panjang saat mengantongi hp ke saku celananya, mampu membuat bahu Andira seketika melemas. Sudah terhitung belasan kali panggilan Gama tidak dijawab oleh Handi. Sebenarnya Gama tidak terlalu khawatir, karena dia sadar lambat laun adiknya itu juga butuh waktu untuk mencari jati diri diluar sana. Bahkan kini Gama pun merasa sedang dalam fase-fase mempertanyakan dirinya sendiri.
"Sebenernya yang gue jalanin sekarang udah bener nggak ya?"
"Gue udah jadi orang yang berguna atau belum?"
"Ada nggak sih yang bangga sama gue?"
"Orang-orang udah pada ngelakuin ini, itu, sedangkan gue?"
"Gue bisanya apa sih?"
Begitu banyak pertanyaan yang mengisi hampir sebagian besar porsi di pikiran Gama. Belum lagi tentang kisah percintaannya yang semberawut. Bahkan tidak jarang kegelisahan itu membuatnya menampik nasihat Bang Rhoma Irama, jangan begadang kalau tiada artinya. Walau begitu, Gama berharap untuk Handi bisa lebih bijak dalam bersikap. Jelas-jelas hari ini Andira pulang, tapi dia malah keluyuran tidak ada kabar. Bagaimana pun, keluarga seharusnya jadi yang utama kan?
"Main sama Aheng nih pasti." kata Gama sebelum menyuap sesendok besar seblak ke mulutnya.
"Ya emang sama Aheng lah. Emang Handi main sama siapa lagi selain sama dia atau Catra? Nggak ada kan?"
"Iya sih. Eh, tapi gue curiga-" Gama mengubah posisi duduknya menghadap Andira, "-sekarang mereka lagi ngecengin anak kosannya Mas Juan."
Andira mendekatkan wajahnya, berbisik pelan sekali, "Emang siapa?"
Dengan penuh antusias Gama bergeser mendekat, "Si Ajeng." katanya. Dia sempat menoleh ke kanan kiri sebelum menatap lurus mata Andira, "Itu.. anak akuntansi yang bening semlehoy bohay bahenol- pokoknya seger bener dah. Asal lo tau aja Dir, bodynya aja emh emh emh emh-" kata Gama menggigit bibir bawahnya dengan tangan yang meliuk-liuk, "-bikin anget luar dalem!"
"Ih nggak mau denger!!" dengan cepat Andira menutup telinganya. "Jorok banget sih otak lo! Jijik tau nggak!"
Hanya melihat raut wajah Andira yang menyimpan umpatan sekebun binatang, Gama dibuat tertawa terbahak-bahak.
"Jijik kan? Sama gue juga. Itu tadi gue nyontohin omongan Rey waktu nyuci otaknya Aheng sama Handi buat ngincer si Ajeng itu. Yang bodynya-"
"UDAH!! NGGAK USAH DISEBUT LAGI!!"
"Ya kan ngejelasin.." jawab Gama terkekeh.
"Sejak kapan Aheng sama Handi suka yang kayak gitu?"
Hampir saja Gama tersedak seblak mendengar kalimat 'yang kayak gitu' dari mulut Andira. Bahkan sekelebat bayangan Ajeng yang bahenol itu pun mendadak nyangkut di pikirannya. Sore-sore begini membayangi Ajeng, Gama bawaannya ingin buru-buru sholat ashar---takut imannya yang tidak setebal tapak sepatu Juan bisa goyah kapan saja.
"Nggak kayak gitu-gitu banget juga sih, Dir. Masih wajar lah bentukannya. Ya kayak cewek pada umumnya lah. Lagian tuh dua bocah bukannya mau ngegebet tapi dibayar Rey buat dapetin nomor telfonnya."
Andira ber-oh panjang sambil mangut-mangut, "Kalau Rey sih gue nggak heran, dia emang suka sama yang begituan." namun secepat kilat telunjuk Andira kini menodong wajah Gama, "Tapi lo juga suka kan liatnya?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
BAYANGAN GAMA
Fanfiction"Aku tidak mencintai dengan sederhana, tidak juga dengan segalanya. Aku ingin mencintai kamu dengan jujur, selalu dengan caraku sendiri. Walau seluruh dunia bersaing menujukkan betapa hebatnya cinta mereka, aku tidak peduli. Karena bagiku, cukup kam...