2. Mengikuti Alur Yang Berjalan.

10 1 0
                                    

Aku : Syila

Heart, Destiny and Hope

Enam tahun telah berlalu. Kini beranjak dibangku kelas 3 sekolah menengah tengah, dengan usia yang menginjak 15 tahun.

Sinar matahari pagi, siulan burung-burung pedesaan. Bukan desa namun pinggiran kota, yang dibungkus menyerupai pedesaan. Dengan memakai baju putih biru, sepatu berwarna hitam dan tas ransel berwarna biru merah muda di pundakku, aku berjalan dengan ringan sembari menatap sosok lelaki yang jalan lebih dahulu didepanku

Namanya Samudra Nan Ikhtiar, putra sulung dari keluarga yang baru saja pindah di dekat rumahku, 7 bulan yang lalu. Namun aku sudah mengenalnya sebelum aku melihat wajahnya secara langsung.

Cerita itu berawal dari sebuah postingan pertamaku di laman Facebook ku.

Flassback

Mengikuti Alur Yang Berjalan.

"Walau lelah, letih dan menyakitkan.

Cerita ini harus tetap jalan untuk mengisi lembar kosong yang menanti"

Bukan hal mudah kami menerima semuanya. Namun bukan hal mudah juga jika ibu tetap bertahan dalam hati yang sudah tidak mampu bertahan.

Ibu memutuskan untuk tidak berhubungan bahkan tidak berkomunikasi lagi dengan ayah. Ibu dan aku meninggalkan kehidupan perkotaan pusat dan memilih pinggiran kota untuk melakukan hobi dan untuk menjauh dari ayah.

Namun bukan berarti ibu menjauh juga dari nenek dan kakekku. Nenek dan kakek selalu mengunjungi kami dan bahkan selalu membantu kami. Tetapi ibu menyuruh nenek dan kakek untuk tidak memberitau tempat tinggal kami dari ayah selama ibu belum siap bertemu dengan ayah.

bukan berarti pula ibu melarang ayah berkomunikasi dengan aku. Ibu telah berpesan kepada nenek dan kakek/ ibu dan ayah dari ayahku jika ingin bertemu aku, datanglah menemuiku diluar. Sebab Aku adalah anaknya dan aku masih menunggu kasih sayangnya. Namun jika ayah datang hanya ingin bertemu ibu dan memperkeruh semuanya maka janganlah berharap kedatangannya akan ditunggu di kediaman ini.

Dan Luar biasa ayah sama sekali tidak pernah memunculkan batang hidungnya. Padahal diriku menunggu kedatanganya, menunggunya datang membawa makanan, menunggunya datang membawa buah-buahan, menunggunya datang untuk memberikan sebuah pelukan hangat, setidaknya sekali saja.

Semua itu hanya sebatas kata menunggu dan terus menunggu. Secepat itu ayah memalingkan wajah dari kehidupan kami.

Perlahan kehidupan berjalan, dengan perlahan itu ayah tidak pernah datang setidaknya melepas rinduku kepadanya. Kata MENUNGGU itu membuatku kecewa kepadanya.Hanya ada ibu yang selalu mengisi kekosongan dan kehangatan itu. Hal itu membuat secara perlahan kekecewaan itu berkumpul. Hingga aku betul-betul melupakan ingin melepas kerinduan itu.

***

Selama kami pindah rumah, ibu memilih bekerja sebagai petani sayur. Ibu menanam, merawat dan memanen sayur-sayur itu. Ibu membeli 2 petak lahan perkebunan yang luas dari semua uang ibu punya.

Latar belakang keluarga ibu tidak miskin. ibu cukup dibilang sangat berkecukupan, namun ibu memilih menjadi seperti ini Karena ingin melepaskan bebannya saat melakukan hobi berkebun. Dengan kondisi ini ibu tetap menjadi ibu dan ayah untukku. Ibu menyiapkan semua keperluanku baik. terutama sekolahku, Sebab ibu yakini bahwa sekolah adalah alat terbaik untukku agar menjadi lebih baik.

Pagi kesekolah, pulang kerumah setelah pukul 12, sore pergi ke kebun dan pulang lagi kerumah setelah suara Radio masjid terdengar saat sholat Magrib. Kegiatan itu akan terus terulang sampai aku menginjakkan kaki di bangku SMP.

Aku : Syila (Heart, Destiny and Hope)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang